DUA PULUH DELAPAN

Start from the beginning
                                    

Samuel langsung turun dari atas motor. Cowok itu melangkah cepat memasuki markas. Matanya membelalak kaget setelah melihat kondisi markas mereka. Kaca yang pecah, sofa yang terbalik, juga jaket Diamond yang dibakar di atas lantai.

"Anjing, siapa yang berani buat kekacauan kayak gini?!" murka Samuel penuh amarah. Otot leher cowok itu terlihat menonjol dengan kedua tangan terkepal kuat.

Areksa, Ilona, dan Marvin pun sama kagetnya setelah memasuki markas mereka. Ilona mengambil salah satu jaket yang sudah hangus. Gadis itu berdecak sebal saat melihat ada namanya di bagian dada jaket tersebut. Itu pasti miliknya.

"Yah, jaket kebanggaan gue," ujar Ilona dengan lesu.

"Ini bukan masalah jaket, tapi harga diri Diamond. Berani-beraninya orang itu ngerusuh di sini," balas Areksa.

Marvin mengangguk setuju. Mata cowok itu meliar untuk mencari sesuatu yang sekiranya dapat mereka gunakan untuk mencari bukti.

Samuel memungut jaket milik Farzan yang masih utuh. "Kenapa punya dia nggak dibakar sekalian? Gila tuh orang!"

Canva mengedikkan bahunya. Ia mengambil alih jaket Farzan dari tangan Samuel. Kedua matanya sibuk mengamati jaket milik sahabatnya itu. Matanya tak sengaja menatap secarik kertas yang tersemat di saku jaket milik Farzan. Dengan cepat ia mengambilnya.

"Satu dari kalian sudah kena. Dari sepasang yang tak terpisahkan," gumam Canva membaca isi kertas itu.

"Maksudnya?" bingung Samuel tidak paham.

"Orang itu kasih petunjuk ke kita," ujar Ilona beropini. Gadis itu mengetukkan jari di keningnya. "Sepasang yang tak terpisahkan. Maksudnya apa kira-kira?"

"Sepasang," gumam Areksa. "Itu artinya ada dua orang yang jadi akar permasalahan ini. Tapi, sepasang yang dimaksud itu siapa?"

"Itu yang bikin gue bingung," balas Marvin.

Samuel berdecak sebal menanggapi itu. Cowok itu berjalan ke arah pintu. "Pintunya nggak dijebol. Orang itu punya kunci markas kita," ujar Samuel setelah mengamati kondisi pintu depan markas mereka.

"Lewat jendela mungkin." Canva menunjuk kaca jendela yang pecah.

Areksa menggeleng tidak setuju. "Nggak, Can. Mereka pasti lewat pintu. Jendela itu kecil, nggak mungkin mereka lewat sana."

"Terus maksud lo ada orang dalem yang ngelakuin ini?" tanya Canva dengan kening berkerut bingung.

"Bisa jadi," timpal Ilona.

"Yang pegang kunci markas siapa aja selain kita bertujuh?" tanya Marvin kepada yang lainnya.

"Alex," balas Samuel cepat.

Areksa menipiskan bibirnya. Cowok itu mengacak rambutnya asal. Kepalanya benar-benar pening sekarang. Matanya mengamati lantai yang dipijaknya. Perhatiannya tak sengaja menatap tulisan dari spidol yang terpampang jelas di atas lantai berwarna putih itu.

Sebelum mengambil ratunya, bukankah aku harus menyingkirkan prajuritnya?

Semua atensi langsung mengikuti apa yang Areksa lihat. Samuel menggeram kesal setelah membaca itu. Ia benar-benar tidak habis pikir dengan si peneror yang belum dirinya dan yang lainnya ketahui. Sepertinya orang itu akan bertindak lebih jauh dari ini.

"Kumpulin semua anggota Diamond sekarang!" titah Samuel tanpa banyak pikir.

****

199 anggota Diamond dengan enam inti di antaranya berkumpul di halaman markas. Mereka semua berbaris rapi seperti biasanya. Tak ada satu pun dari mereka yang menundukkan kepala atau pun bersikap seenaknya saja. Mereka semua berbaris rapi dengan pandangan lurus ke depan.

AREKSAWhere stories live. Discover now