04. KEPUTUSAN

Mulai dari awal
                                    

"Keputusan memang semuanya ada pada kamu dan Gentar. Tetapi kalau kamu saja tidak peduli dengan perjodohan ini siapa lagi yang akan mengurusnya?"

"Opa sama Kakek," ujar Azkira cepat. Wajahnya yang semula tertekuk lesu, kini berubah menjadi serius. "Perjodohan ini semua Opa dan Kakek yang mau."

"Tapi kamu setuju, Azkira," ujar Opa membuat Azkira bergeming.

"Azkira, anak Mami. Tadi kan kamu yang pengin tunangannya setelah lulus sekolah, dan Opa udah mau ikutin apa kata kamu? Mami setuju sama Opa, sehari setelah kelulusan kalian berdua tunangan," ujar Mami mengusap lengan Azkira kemudian menoleh ke arah Gentar yang tersenyum dan mengangguk sopan padanya.

"Tapi kan yang jalanin Azkira sama Gentar, Mi, Opa," ujar Azkira tidak terima.

Opa terkekeh pelan dan menoleh ke arah Gentar yang terlihat akrab dengan Renal, cucunya. "Lihat Gentar calon tunanganmu itu terlihat tidak menyukai perjodohan ini. Tetapi Opa yakin dalam hati dia pasti berseru senang," katanya membuat Azkira melotot tajam, sedangkan Gentar terkekeh ringan.

"Mami mau tau kalian kalo di sekolah deket enggak?" Mami bertanya.

"Deketnya baru akhir-akhir ini aja, Mam. Setelah Gentar dan Azkira tau kalo kami dijodohin," jawab Gentar.

"Oh ya? Memangnya anak Mami ini dulu tidak punya obsesi memilikimu? Mami kira anak Mami seperti gadis-gadis di novel. Mencintai laki-laki tampan seperti kamu, Gentar," ujar Mami.

"Mami apaan sih ngomong gitu? Kebanyakan baca novel ih Mami. Udah deh nggak usah baca novel lagi, inget kerjaan rumah, Mam. Inget suami, anak, sama papanya butuh Mami. Jangan ditinggal baca novel terus," ujar Azkira tidak habis pikir dengan hobi maminya yang maniak dengan novel. Persis dengan dirinya.

"Makanya kamu jangan beli novel terus. Jangan bikin Mami kepo sama alur novel yang baru kamu beli," sahut Mami tidak mau kalah.

"Sudah-sudah kalian ini hanya perkara novel saja dipermasalahkan," tegur Opa saat Azkira hendak menimpali sahutan maminya.

"Ya seperti itulah Gentar suasana di rumah ini. Anak dan ibu sama saja. Maniak dengan novel. Jangan heran," ujar Opa pada Gentar.

"Iya, Opa." Gentar mengangguk pelan. "Nanti Gentar akan beri tahu Kakek, Ayah, dan Bunda soal keputusan tanggal pertunangan Gentar dan Azkira."

"Bagus, lebih cepat lebih baik."

Gentar mengangguk lagi dan membiarkan Renal turun dari pangkuannya. Anak kecil itu merayu opanya agar mau membelikan mainan baru. Ia terkekeh mendengar suara abak kecil itu yang terus merengek.

"Gen, boleh bicara berdua?" Azkira bertanya setelah berdiri di samping sofa yang Gentar duduki.

"Opa, Mami, kami izin keluar sebentar," ujar Gentar pamit. Kemudian mengindahkan kemauan Azkira yang ingin mengobrol berdua dengannya.

"Lo di rumah sama di sekolah beda ya, Ra?" Gentar bertanya disusul kekehan gelinya, membuat Azkira mengerutkan kening karena bingung.

"Masa sih?"

"Iya. Di rumah lo tuh kayaknya agak manja, kalo di sekolah kalem. Gimana ya susah jelasinnya. Menurut gue sih beda."

Azkira terkekeh dan mengajak Gentar duduk ngemper di teras rumahnya.

"Perasaan lo aja kali. Azkira di rumah, di sekolah, dimanapun itu sama aja nggak ada bedanya," ujar Azkira.

"Sama-sama cantik, manis, baik, dan comel," lanjutnya membuat Gentar tertawa pelan dan menganggukinya.

"Terus lo mau ngomongin apa?" Gentar kembali ke topik utama. "Apa lo berubah pikiran? Lo nggak mau lanjutin perjodohan ini?"

"Eh enggak!" sahut Azkira cepat dan menggelengkan kepalanya. "Gue bukan mau ngomongin soal itu."

GENTAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang