I'am Yuta 31

32.3K 2.1K 179
                                    

Hallo kawan-kawan👋

Mianhae baru bisa update

Terharu banget, ternyata masih ada yang nungguin cerita ini😭

Tapi pasti udah pada lupa alur ya?

Ssilakan dibaca📖


🍒🍒🍒

Dua manusia yang bersahabatan dengan Nanda ikut andil dalam mempersiapkan pesta nanti malam, keduanya membantu dengan suka cita sejak terbitnya mentari. Lain hal-nya dengan sang tuan rumah, Nanda tampak murung hingga detik-detik menuju acara pun raut wajah itu tak usai hilang.

Yuta sedang mengeringkan rambutnya setelah membersihkan diri di kamar mandi, tiba-tiba Nanda datang menerjang dengan memeluk erat bahkan disaat tubuhnya hanya berbalut selembar handuk.

“Kenapa nangis mulu sih?” Yuta heran pada cewek dipelukannya ini. Tiada hari tanpa tangisan, menangis seolah menjadi hobbi barunya.

“Napa gak senang?!” Nanda sewot.

“Iyalah, bikin gue pusing. Nangis aja udah kaya minum obat, lo mah lebih dari tiga kali sehariiii woiii sakit anjir,” sontak Yuta mengaduh kesakitan ketika Nanda mencubit pinggangnya.

Cubitan itu perlahan mulai mengendur namun berbanding terbalik dengan tangisan Nanda yang semakin mengencang. “Kamus bahasa cewek beli dimana ya? Kalo ada, gue borong semua. Sumpah gua gak paham lagi sama cewek. Dia yang cubit, dia juga yang nangis.” Gumam Yuta sembari menggelengkan kepala dan mendengus.

“Nangis mulu kerjaannya. Gak capek apa?” bukan jawaban yang Yuta dapatkan melainkan hantaman keras dipunggungnya.

“Keturunan Samson  Betawi mah beda.” Sarkasnya, walaupun pukulannya tak seberapa, tetap saja sakit karena tepat mengenai tulang punggungnya.

“Minggir dulu, gue mau pakai baju.” Nanda tak menyadari jika laki-laki yang dia peluk ini hanya mengenakan handuk sebatas pinggang untuk menutupi bagian tubuh.

“I-ini mau keluar,” Nanda gugup, secara perlahan dia melepaskan pelukan.

“Disini aja gapapa.” Yuta menyeringai melihat pipi Nanda yang bersemu merah tanpa cewek itu sadari.

“Gak papa matamu,” ketusnya, sedikit menutupi rasa gugup itu. Kemudian Nanda keluar sembari menutup pintu kamar dengan kencang, sampai siempunya kamar tersentak kembali.

Yuta terkekeh, “Dasar Nanda tukang mewek.”

***

Memasuki pukul delapan malam, satu persatu teman-teman yang diundang mulai berdatangan. Sebagai tuan rumah seharusnya menyambut tamu dengan baik, namun hal ini dialih tugaskan kepada dua sahabat Nanda. Bukan tanpa alasan Yuta menyerahkan tugasnya. Dia harus menenangkan Nanda— bocil tukang nangis— yang sedang berada dipangkuannya. Setengah jam berlalu tampaknya bocah itu tak ingin melepaskan posisi ini.

“Udah ya nangisnya, kita keluar. Teman-teman gue udah pada datang kayanya,” ucapnya sembari mengusap lembut punggung Nanda.

“Sebentar lagi,” balasnya masih sesenggukan.

Yuta menghela napas perlahan, “Bentarnya kapan? Udah setengah jam, gak kasihan sama dua teman lo? Mereka disini dari pagi, tapi lo kabur kesini mulu. Pasti kecewa mereka, udah luangin waktu, ngira lo ga anggap, ga ngehargain kedatangan mereka.”

“Enggak gituuu,” rengeknya.

“Makanya turun, temuin Vira sama satunya lagi, gue lupa namanya. Minta maaf sama mereka.”

Nanda mendongak menatap mata serta menangkup wajah laki-laki ini “Namanya Karin, diingat-ingat ya? Aku aja udah hapal semua teman kamu.” Tiga hari yang lalu Nanda sempat dibawa ke tempat berkumpulnya Yuta dan kawan-kawan kemudian Nanda diperkenalkan sebagai pacar.

“Iya. Yaudah turun,” dia menaikan sebelah alisnya ketika Nanda memasang wajah melas.

Cewek itu nemplok kembali, “Gendooong,” rengeknya membuat Yuta mengernyit.

“Oh lo mau gue gelindingin pas ditangga?” guraunya namun wajah yang ditampil sangat berbeda.

Nanda segera turun, “Iya nggak. Bercandanya ga lucu mana mukanya serius banget lagi.” Dia menggerutu kesal.

Sebelum ke bawah, Nanda melangkah ke kamarnya terlebih dahulu untuk membasuh muka dan memoles wajahnya, tidak terlalu lama karena dia hanya memakai consealer untuk menyamarkan wajah sembabnya dan bedak. Tak lupa lipstick sumber kehidupan wanita.

Nanda memang sengaja tidak make up seperti biasa dia keluar rumah, sebab acara ini dilakukan di dalam rumah. Tidak ada alasan kuat untuk Nanda bermake up super cantik. Lagi pula teman-teman Yuta juga tidak ada yang menarik untuk dia ajak berkenalan lebih lanjut.

Setelah itu dia turun ke bawah dan disambut dengan tatapan sinis dari Karin, bahkan cewek itu pun menyindirnya terang-terangan. “Ouhh begini ternyata kelakukan tuan rumah. Tamu yang bantu-bantu dari pagi dianggurin, malah enak-enakan cuddle.”

“Mohon dimaklum aja Rin, pengantin baru kali. Baru ngerasain pacaran setelah bertahun-tahun digembok biar gak pacaran.” Timpal Vira.

Karin tertawa jahat, “Aduh kasihan sekali kakak Nanda. Walaupun gue rada dikekang bonyok, tapi setidaknya gue pernah ngalamin pacaran, nggak kaya yang itu. Baru nyebur dia.”

Mata Nanda memicing tak suka dan sudut bibirnya terangkat, “Apasih sok suhu lo. Love language-nya touchscreen aja bangga, alias virt—”

“Ngomong apa lo?!” sela Karin dengan napas tidak beraturan, “Ngomong sekali lagi, gue gorok leher lo.”

“Ampun Ndoro Karin Sulastri,” Nanda menyatukan telapak tangannya sembari sedikit membungkuk seolah tengah memberikan kehormatan.

“Karin Oktavian.” Ralat siempunya nama, “Nama bagus maen ganti-ganti aja.”

“Kenapa rebut-ribut?” Yuta baru turun dan bertanya tetapi Nanda langsung bersembunyi dibalik punggungnya.

“Karin galak,” Nanda mengadu.

Sontak Karin bergidik ngeri dan berlagak muntah melihat kelakuan Nanda, “Huweeek, sok imut banget lo, najis anjir.”

Nanda memunculkan wajahnya disamping Yuta sembari memeletkan lidah, “Huwek huwek, hamil lo? kenapa iri ya nggak bisa gini? Bisanya cium layar.”

“Anjing, maju lo sini!” Karin naik pitam, penjepit makanan sudah berada ditangannya siap menggetok ubun-ubun cewek itu.

Keberanian itu pupus ketika berhadapan dengan Yuta, “Hehe maaf, Bang Yuta.”

“Nggak asik lo punya backingan,” gumam Karin sembari melirik Nanda sinis.

“Orang yang sirikan itu hidupnya nggak bakal tenang.” Pancingnya lagi.

“Nanda,” sontak dia membungkam mulut kala Yuta menegurnya.

Nanda merasa bersalah melihat Karin badmood, dia segera menghampirinya dan mengucapkan kata maaf. “Karin, gue minta maaf ya kalo udah bikin lo tersinggung. Lain kali gue bakal bikin lo lebih tersinggung lagi soal virtual relationship.”

“Anjing,” umpat Karin, “Tuan rumah sangat tidack ramah, tidack ada bintang.”

Dibalik keributan dua cewek ini, ada Vira yang tengah menahan ingin membuang air kecil. Sedangkan sang suami disampingnya sibuk memainkan ponsel. Karena sudah tidak tahan lagi dia menggoyang-goyangkan lengan Jeffri, “Sayang, aku udah gak tahan pengin pipis.” Ucapnya sedikit merengek.

Lantas Jeffri menyimpan ponselnya ke saku, “Kenapa gak bilang dari tadi?”

“Kamu main HP terus.”

“Maaf ya, yaudah ayo aku temenin, dimana kamar mandinya?” Jeffri agak lupa letak kamar mandi di rumah Yuta karena sudah jarang mengunjunginya.

“Yang dekat aja,” lalu keduanya berjalan menuju kamar mandi. Selama proses pembuangan air kecil, Jeffri menunggu sang istri diluar.

🍒🍒🍒

Btw, aku double update ya 🤗

Just UWhere stories live. Discover now