I'am Yuta 29 (Revisi)

37.7K 2.2K 428
                                    

Memasuki pukul tiga dini hari, seperti malam yang lalu Nanda terbangun dari dunia mimpi. Mimpi kali ini terasa lebih nyata dan juga menghantui pikirannya. Dia bergerak gelisah lantas membuat laki-laki disebelahnya ikut terjaga.

Tidak langsung bertanya penyebab Nanda terbangun, terlebih dahulu Yuta mengambil air minum dalam botol yang sudah tersedia diatas nakas. Dia juga membantu membangunkan Nanda duduk untuk meminum air agar lebih tenang. Setelah sedikit tenang dia mempertipis jarak dengan Nanda lalu membawanya ke pelukan.

"Mimpi, hm?" Nanda mengangguk samar dipelukan Yuta.

Merasakan tubuh Nanda yang bergetar, Yuta melepaskan dekapannya sebentar untuk memastikan bahwa benar Nanda sedang menangis. "Hey, kok nangis?" lantas Yuta memeluknya kembali.

"Jangan tanya dulu," lirihnya sembari sesenggukan.

Yuta berlapang dada menunggu Nanda selesai menangis, tidak luput tangannya mengelus punggung perempuan itu. Tangan Yuta terulur mengambil ikat rambut milik Nanda diatas nakas kemudian mengikat rambut siempu seasalnya yang terpenting tidak menghalangi wajah.

"Udahan nangisnya?" Yuta bertanya seraya mengintip wajah Nanda.

Kedua telapak tangan yang semula melingkari pinggang Yuta kini berpindah menutupi wajahnya yang memerah sehabis menangis. Yuta menarik Nanda hingga mereka terjatuh di kasur dengan posisi Yuta telentang sedangkan Nanda tengkurap diatas tubuh laki-laki itu.

"YUTA?!" pekiknya terkejut.

Laki-laki itu justru terkekeh, Yuta bergerak cepat mengunci tubuh Nanda dengan kakinya ketika ancang-ancang hendak kabur. Senyuman miring terbit dari bibir Yuta melihat sang lawan tampak pasrah diatas tubuhnya.

"Boleh ceritain kenapa lo nangis?" tangan Yuta membelai lembut pipi yang memerah dan basah sebab air mata.

Nanda mewek lagi, walau suaranya serak dan terbata-bata dia tetap bercerita. "Mimpi, ga suka sama mimpinya makanya kebangun terus nangiiiis," wajahnya yang sok imut itu membuat Yuta menahan gemas ingin mantek.

"Mimpi apa emang?"

"Kita punya anak," laki-laki itu terkejut namun Nanda tetap melanjutkan ceritanya, "Abis urus surat-surat adopsi, kita ke petshop—"

"Anak kucing maksudnya?" selanya, Nanda mengangguk. Kirain anak benaran.

"Heem, abis beli semua kebutuhan si meng, kita pulang terus main sama Meng. Besoknya, kan, kita ada urusan, mau nggak mau si Meng harus dititipin, tapi lo-nya maksa titipin ke Teddy aja. Pulang-pulang si Meng udah ga bernyawaaaa," Nanda semakin kejer, padahal cerita asli dalam mimpinya bukan seperti ini.

"Dasar Teddy biadab, pisaokopat—"

"Psikopat," koreksi Yuta.

"Bodo amat. Kesal. Huaa, pengin punya kucing benaran, tapi nggak mau kalau harus dititip-titipin ke orang."

"Kan, ada tempat penitipan kucing terpercaya."

Mata Nanda seketika berbinar, Yuta berhasil masuk ke dalam perangkapnya, "Lo ngomong kaya gini, berarti udah izinin gue buat pelihara kucing?"

Yuta tersenyum masam, "Oh tidak bisa."

Bibir itu langsung terkena damprat oleh Nanda, "Dilarang mulu, capek," gumamnya yang masih didengar oleh Yuta.

Posisi semula kini berbalik, bobot tubuhnya ditahan agar tidak terlalu menimpa tubuh Nanda. Ditatapnya wajah Nanda dengan intens sampai pipi berisi siempu bersemu merah. Mata Nanda bergerak ke segala arah agar jangan sampai bertemu pandang dengan Yuta. Dia tidak kuat.

Just UWhere stories live. Discover now