PART 3

71 42 24
                                    


"Awas!"

Greb!

Hampir saja mobil itu menabrak Vara.

Sekarang Vara berada di pelukan laki-laki entah siapa itu. Tadi ia di tarik. Rasanya nyaman.

"Lo gak pernah nyebrang jalan, ya? Tadi mobil itu hampir aja nabrak lo. Kalau mati-"

"Gue berharap mati," potongnya cepat, dengan posisi masih berpelukan di bawah hujan.

Lelaki itu terkaget mendengar penuturan Vara, refleks ia mengeratkan pelukannya. Rasanya seperti 'tak rela jika wanita yang ia peluk ini pergi, padahal mereka tidak saling mengenal. Tak ada yang berbicara setelah itu, Vara juga semakin mengencangkan tangisnya pada dada bidang lelaki itu, padahal ia belum melihat bagaimana bentuk wajah lelaki ini. Tidak perduli, kali ini ia sangat butuh pelukan.

Tangan lelaki itu perlahan naik pada rambut Vara yang basah, dan mengusapnya pelan. "Gue gak tahu masalah lo apa. Tapi, mati bukan jalan keluar dari semua masalah-masalah lo itu."

Merasa tangisan wanita ini mereda ia berniat melepas pelukannya. "Jangan dilepas dulu, gue nyaman kayak gini," ucap Vara mengeratkan pelukannya.

Lelaki itu menuruti permintaan Vara, ia merasakan hal yang sama, nyaman seperti ini. Sebelumnya ia tidak pernah memeluk orang asing atau wanita lain, kecuali sahabat kecilnya, dan kakaknya. Dia juga anti dengan perempuan sebenarnya.

Jantungnya berdetak kencang. Ia mengeryit bingung, ada apa dengan dirinya?

Vara melepas pelukannya, perasaannya sedikit membaik. Begitu pula dengan hujan, sekarang ia turun tidak begitu deras, hanya rintik-rintik kecil saja yang turun.

Setelah melepas pelukan itu, mata mereka bertemu. Tak ada yang melepas kontak mata. Mereka sama-sama tertegun dengan wajah ciptaan Tuhan yang sempurna.

Dari arah kanan terlihat motor tengah melaju melewati lubang jalanan yang berisi genangan air. Air itu terciprat ke seragam milik Vara.

Akhirnya mereka tersadar dengan aksi saling tatapnya tadi, lalu beralih pada seragam belakang Vara.

"Yah ... Kotor," lirih Vara yang masih bisa terdengar oleh Lelaki itu.

Lalu Vara menatap lelaki itu, matanya memanas dan berkaca-kaca.

Lelaki itu menatap tak tega. Apakah secengeng itu sampai-sampai baju kotor saja ingin menangis.

"E-eh. K-kenapa?" Tanya lelaki itu gagap.

Vara meneteskan air matanya. "Laper."

"..."

.
.
.

"Eum ... Enak banget," ujarnya di sela-sela ia mengunyah.

Laki-laki itu terkekeh, sangat menggemaskan menurutnya. Ia pun memakan makanannya, namun matanya selalu beralih melihat Vara.

Tadi saat Vara mengucap, "Laper" laki-laki itu langsung menggandengnya menuju motor. Dan, mengajaknya ke tempat ini, restoran makanan padang.

"Pelan-pelan, entar keselek," perintahnya, sambil tersenyum.

"Laper banget gue, tuh," ucapnya tetap fokus melahap makanannya tanpa melihat lawan bicaranya.

"Iya, gue tahu. Nguyah cepat-cepat juga gak baik untuk kesehatan. Pelan-pelan, ya," lelaki itu memberi tahu lagi.

Vara mendongak kan kepalanya, dengan mulut yang penuh makanan. Dan jangan lupakan nasi-nasi serta bumbu, yang belepotan di area mulutnya.

Iya membengong melihat lelaki di depannya ini. Sangat tampan! Ia terpukau melihatnya, di tambah cowok itu tersenyum sangat manis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A MILLION STORIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang