G:re Chapter 29 : Melakukan, Apa-pun.

428 79 20
                                    


          Rautan kayu yang terkelupas, mengotori meja yang sebelumnya baru saja dibersihkan Hana. Azmi meraut pensil warna karna rasa kebosanan. Memulai kembali gambar-gambar imajinasinya sembari menunggu kakak dan ayahnya pulang dari pengadilan.

          Orang itu tiba-tiba langsung saja menyerahkan dirinya ke polisi. Mengakui tindakannya dan bersifat koorperaktif. Hanya saja Hendra yang masih takut jika saja orang tersebut masih bertindak melukai Azmi, Hendra dengan tegas tak mempertemukan korban dan pelaku.

          Mengetahui kondisi Azmi yang bahkan tak ia suka dari sosok anaknya bahwasanya, sikap, sifat dan wataknya sangat meniru almarhumah ibunya. Azmi masih saja menahan rasa sakitnya. Seperti tak ingin terlihat lemah.

          Walaupun oprasi mampu mengangkat sel jahanam tersebut, tetapi sel tetaplah sel. Kemungkinan suatu waktu akan menyebar kembali. Seperti kata sembuh tak berlaku dan hanya ada kata penyembuhan.

          "Kalau saja berkasnya tak Aufa temukan, kakak akan pergi ke mana, ya, Ma?" Azmi bertanya dengan masih menikmati goresan di lembaran kertasnya. "Pasti kakak udah bicara ke Mama dan ayah. Di kantor dia hanya bilang akan pergi."

          "Ke Surabaya, lalu ke Malaysia menemui temannya, dia ingin meminta bantuan. Kalaupun jadi, Khan tak pergi sendirian. Dia di temani, paman Akbar. Setahu mama seperti itu."

          "Azmi nyaris saja merusak segalanya."

          Hana menggeleng, ia mendekat ke anak sambungnya. "Tanpa adanya kejadian ini, seseorang tak akan mampu untuk tumbuh dewasa. Kamu, seorang anak yang membuat Mama sangat takjub. Aufa, iklaskan yang lalu, ya?"

          Tersenyum hangat lalu turun dari ranjangnya. Ia berjalan dengan membawa selang infusnya sendiri. Entah berapa banyak tenaga yang ia punya sehingga masih mampu aktif berjalan.

          "Ma, rawat jalan boleh nggak?"

          "Tidak, sudah menjadi tanggung jawab orang tua memberi fasilitas yang baik untuk sang anak. Mama nggak ingin terjadi yang lebih parah lagi."

           "Aufa mohon, hanya sampai Aufa selesai prakerin. Tinggal beberapa hari saja, Ma. Setelah itu mau nunda kuliah Aufa nggak apa-apa. Aufa bisa mengejar ketertinggalan."

            "Bukan masalah dari kuliah kamu, nak. Tetapi, penyakit tak bisa ditunggu, harus segera ditangani."

           "Ma-"

           "Mama mu benar Azmi." Doktor dewa masuk ruangan dan mulai menengahi perbincangan antara ibu dan anak. "Ini sudah bukan penyakit kecil. Harus segera ditangani. Hb kamu masih rendah, tensi malah ke angka 100 setidaknya operasi harus ke angka 130. Darah kamu rendah."

           Kembali mengecek laju tetesan cairan infus. Menekan dan otomatis tetesan itu semakin jatuh bertahap dan lumayan cepat. "Setelah ini makan buah, minum banyak-banyak air putih."

          Azmi kembali ke ranjang. Merebahkan tubuhnya, menerawang ke jam yang berdetak. Ia tak ingin membantah lagi. Perutnya mulai merasa aneh kembali. Seperti mual dan sangat melilit.

           Namun, doktor Dewa tiba-tiba saja menyentuh perutnya. Menekan di tempat di mana Azmi merasakan sakit yang amat perih. "Aih... shh~." Dokter dewa merasakan adanya benjolan, masih tak terlalu besar.

           Azmi menepis tangan doktornya. Semakin disentuh tekanannya malah membuat Azmi kesakitan. Ia miringkan tubuhnya dan bersembunyi di balik selimut.

          Namun, gerakan yang tiba-tiba itu malah membuat tangannya terhimpit badan. Azmi lupa akan tangan kirinya yang kini malah seperti patung. Sangat susah sekali digerakkan.

GASTRITIS :reTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang