G:re Chapter 20 : Perkataan, rasa sakit (a)

399 67 4
                                    


          Sebuah kata yang telah terucap tak dapat dicabut lagi dari orang yang mendengar. Sekeras seseorang melupakan perkataan yang membekas semakit hari malah semakin menyiksa diri. Azmi ingin melapangkan dada, meluaskan kata maaf.

          Namun, malam itu, malam di mana kesadaran sedang menikmati halusinasi. Perasaan yang sebelumnya telah berdamai tiba-tiba saja kembali muncul. Ia tahu ini suatu hal sepele dan salah. Tetapi hati langsung terbalik keras.

          Mengunjungi makam sang bunda juga tak menyurutkan emosi aneh pada diri Azmi. Sesak dan kebingungan. Apakah ini belum berakhir?

          Kulitnya yang pucat terpapar sinar matahari sore, sangat bersih. Azmi berjalan lesu dengan wajah tertunduk. Pikirannya kembali melayang kepada sang kakak. Tak ada komunikasi apapun. Kembali menjadi diri Azmi yang tak mengenal rumah. Kelayaban menyusuri hutan-hutan yang masih bisa terjamah dan berakhir di sebuah makam.

          'Nang ndi wong?'

          Sebuah pesan singkat dari Zain menghentikan langkah Azmi tepat di pintu masuk makam. Lantas Azmi berjalan di pos jaga dan mulai memanggil panggilan video.

          "Woe, bocah! lu absen, berani sekali! Ajak-ajak, kek!" teriak Zain masih mengenakan helm.

          "Nggak usah nyari gue, gue pengen sendiri," ucap Azmi datar dan langsung memencet tombol merah.

          Azmi menatap semu. Gairah hidupnya berubah. Sakitnya semakin jauh lebih sakit. Mungkin sekarang Azmi mulai bersahabat dengan rasa yang ada. Wajah datar yang menyimpan kesakitan mendalam. Berusaha untuk tetap terlihat normal karna semakin banyaknya orang yang datang untuk menyekar.

          Di kejauhan seseorang memandang ke arahnya. Perlahan orang tersebut mendekat. Ada binar rasa rindu di kedua matanya. Sesosok perempuan yang lebih muda dari almarhumah ibunya.

          "Aufa?" ucapnya lembut.

          Azmi mendongak, sedikit terkejut lantas kembali menormalkam mimik mukanya. Perempuan itu langsung saja mendudukan dirinya di samping sang keponakan.

          "Baru nyekar bundamu, ya? Ini yang lain mana?"

          "Cuma Azmi doang Bi, ...." Azmi meremat handphone yang ia genggam ketika rasa sakit mulai timbul. "... hah, Azmi lupa makamnya uti sama kakung." Berusaha untuk mengalihkan rasa sakit.

          "Berdekatan semua, Fa. Mbok, ya, lain kali bareng-bareng gitu, biar bisa kumpul. Tadi kamu ke sini sendiri, toh, pantesan mas Akbar tiba-tiba nyariin kamu, lo. Bentar, tungguin di sini aja dulu, orangnya lagi Bibi suruh belikan kembang."

          Azmi tersenyum. "Azmi izin pulang dulu, Bi. Udah sore, lagian Azmi udah selesai keperluan di sini. Titip salam aja ke paman."

          "Langsung balik ke malang," tanya Citra.

          Azmi menggeleng seraya bangkit dari duduknya. "Rindu rumah."

G:re

          Suasana rumah berbeda dari biasanya. Nampak kepala keluarga yang menunjukan raut kelelahan. Terdapat lipatan di bawah mata yang menandakan kurangnya istirahat yang cukup. Dilihat dari cara beliau memakan makanan tampak tak napsu. Sesuap saja sangat sulit masuk ke dalam mulut.

          "Adik kalian ke mana? Dari kemarin selasa Ayah tak melihatnya di rumah," ucapnya pelan. "Kalian bertengkar lagi?"

          Diam, tak ada satu anaknya yang merespon. Hana yang sudah terlalu peka hanya menampilkan mimik sedih. Kenapa harus terulang kembali? Bahkan panggilan dari Hana langsung Azmi matikan.

GASTRITIS :reWhere stories live. Discover now