L5

51 20 0
                                    

Tiga Dua Satu

Lagi-lagi badan kami kembali bertubrukan dan jatuh ke lantai. Satu tahun yang lalu yang kami lakukan hanya bernyanyi dan bermain alat musik. Karena tahun ini nama tim kami telah berubah menjadi musikalisasi maka terdapat beberapa tarian yang dipadukan. Dengan kami yang tidak berdasar dalam melakukannya.

"Saat kalian melakukan bagian sedikit loncat mainkan teknik pernafasan, sehingga suara yang dihasilkan tidak bergetar!"

Dadaku naik turun meraup banyak udara. Bernyanyi sambil melakukan pergerakan lebih melelahkan.

"Semuanya tolong berkumpul, evaluasi!" teriak Bu Selen.

Kami berkumpul di tengah membuat lingkaran. Rambut kami lepek tidak teratur. Baju kami telah basah oleh keringat dan mulai tercium bau tak sedap. Hilang sudah para murid yang kukira akan selalu tampak sempurna dalam keadaan apapun. Contohnya Killa, sebelum latihan tadi siang aku melihatnya menyemprotkan banyak hairspray pada bagian atas rambutnya. Seakan tidak terpengaruh, sekarang rambutnya telah maju menutupi sebagian mukanya.

"Saya tidak pernah melihat kalian latihan bersama selain dilatih oleh saya sendiri, kenapa?"

Tidak ada yang berani menjawab. Mengenai peraturan berlatih untuk kelompok itu tidak betul dilaksanakan. Banyak anggota menentangnya sejak pertama kali Asa menyampaikan presentasinya. Aku tidak tahu dampaknya jika kita melakukannya. Terus terang tidak salah mencoba cara Asa.

"Belum sempat." Asa menjawab.

"Kalian bernyanyi, menari untuk diri kalian sendiri. Jangan lihat dari sisi masing-masing, lihat dari orang-orang yang menantikan sebuah perfoma sebuah tim,"

"Latihan kali ini dicukupkan. Saya punya pekerjaan lain yang harus diurus." lanjutnya meninggalkan ruang latihan.

Aku terdiam menatapnya pergi menjauh. Kalau saat ini posisiku masih menjadi wakil pengurus mungkin sejak tadi aku telah memikirkan bagaimana cara menyelesaikan masalah ini. Seakan tidak ada minat aku hanya menunggu keputusan Asa. Atau paling tidak menunggu latihan selanjutnya dan berharap lebih meningkat.

"Kita harus latihan sekarang," putus Asa.

"Supaya lebih teratur walaupun belum hafal kita latihan ketukan dan pola lantai. Setiap bait punya delapan ketukan. Sesuai dengan temponya ikutin ketukan saya ya."

"Satu."

Musik berdetak memasuki chord pertama. Delapan ketukan setelahnya pola lantai akan berbentuk zigzag. Untuk menimalisir terjadinya tubrukan jarak antara satu dengan lainnya harus sama. Ketukannya sama. Sehingga tidak ada yang lebih cepat atau berdempetan.

"Aduh." nyatanya masih saja ada yang tersandung dan jatuh.

"Dengerin ketukan saya!" kata Asa sedikit meninggikan suaranya.

"Kalau kalian santai, tanpa musik dan arahan saya saja kalian dapat mendengar suara ketukannya sendiri."

Satu menit kedepan dengan pola lantai yang hanya membentuk horizontal dan vertical hingga kembali pada zigzag berjalan lancar. Kami akan melupakan koreo terakhir terlebih dahulu dan fokus pada awal.

"Uuuu..."

"Bentuk mulut kamu U jangan seperti O, artikulasi yang kamu ucapkan kurang jelas." Asa mengingatkan.

Tangannya memutar dan bergerak ke sana kemari.

"Delapan ketukan setelahnya ganti!"

Kami berputar dan melangkah. Mengikuti ketukan dari tepukan tangan Asa. Setiap setelah delapan detik, kedua tangannya disatukan menimbulkan suara tepukan. Dan suaranya yang bersorak mengartikan waktunya berganti.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tiga Dua SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang