L2

95 29 2
                                    

Tiga Dua Satu

Aku mengetuk-ngetuk sepatuku di atas pualam lantai. Sepatu hitam yang sudah bertahun-tahun kupakai ini sudah mulai terlihat usang. Banyak bekas cipratan tanah yang tidak bisa hilang, dan mulai robek di bagian sol sepatu. Biarlah, aku punya tujuan lain untuk sekedar merelakan celengan di rumah pecah.

"Ada apa, Bu?" Amel membuka percakapan.

"Katakan Asa."

Mataku melirik ke arah Amel yang sedang menyatukan kedua tangannya, mengepal dan menutup mata dalam. "Saya ingin masuk ke dalam tim musik."

***

Dengan sedikit kencang pintu itu di tutup. Diikuti dengan Aku dan Amel yang keluar dari ruangan Bu Selen menyisakan Asa dan guru tersebut. Pergerakanku bingung mengikuti Amel yang tergesa-gesa dan duduk di salah satu kursi koridor lantai 2. Tidak jauh dari ruangan Bu Selen. Aku tidak ikut duduk di sebelahnya. "Amel, gue beli minum dulu ya untuk lo." setauku dan menurut pencarian di internet minum air putih dapat menjadi salah satu cara untuk memulai percakapan. Dengan lawan bicara yang sedang banyak termenung seperti Amel.

Dia mengangguk samar. Aku juga melihatnya kembali menyatukan kedua tangannya membentuk kepalan. Salah satu sugesti yang sering aku lihat ketika bersamanya.

Aku dan Amel baru saja dipindahkan posisi jabatan. Setiap divisi memiliki ketua dan wakil masing-masing. Dan setiap yang berkeinginan semua didasari dengan pemilihan, sama seperti audisi awal untuk tergabung dalam suatu divisi. Ketika Asa mengatakan dirinya ingin masuk tim musik, aku dan Amel mengerti. Bukan hanya itu yang dia maksud.

Melainkan menjadi ketua sekaligus wakil. Menggantikan posisi kami berdua yang susah payah untuk didapatkan.

Entah karena mempunyai ikatan keluarga atau bahkan satu darah, Bu Selen selalu membantu Asa yang membuat siswa-siswi seperti aku dan Amel, tidak bisa berbuat apa-apa selain merapal doa dan menyerah.

"Pak, beli minumnya ya satu."

Aku menyerahkan selembar uang berwarna Ungu. Kemudian mengambil beberapa warna uang lainnya sebagai kembalian.

Waktu istirahat tersisa 5 menit lagi sejak Bu Selen memanggilku tadi. Sepertinya aku tidak akan berlama-lama selain memberikan air putih yang baru saja aku beli di kantin untuk Amel. "Amel," panggilku mengalihkan pandanganku menuju kursi yang seingatku diduduki Amel.

"Oh dia udah balik ke kelas."

***

"Halo, kandidat pertama maupun kandidat baru tahun ini. Perkenalkan saya Asa ketua sekaligus wakil baru kalian." Asa meperkenalkan dirinya.

Aku dari tadi sibuk menggambar not yang kubuat asal. Malas melihat orang yang kemarin baru menggantikan posisi jabatanku. Bukankah dia seharusnya tergabung dalam bagian akting. "Setau saya sebagai pemimpin disini, maka ada aturan dan kebijakan yang berbeda dari ketua sebelumnya,"

"Maka izinkan saya untuk menampilkan beberapa slide untuk ditunjukan dan dicermati."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagaimana, sudah jelas?" tanyanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bagaimana, sudah jelas?" tanyanya.

Aku diam membaca satu persatu kalimatnya.

"Kita akan ikut lomba musikalisasi, saya tidak ingin menjadi ketua jika hanya memiliki tujuan kecil, yaitu tampil di atas panggung sekolah. Bahkan tanpa menunggu pentas seni datang saya dan mungkin kalian bisa menginjakan kaki disana."

Tiga Dua SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang