"Sinting lo!" sentak Saras, kesal. Sembari membersihkan mulutnya dengan tisu.

"Hehe sorry" yang membuat kesal hanya cengengesan, menunjukkan jarinya yang membentuk huruf v.

"Duduk dulu, ngabisin ini." Saras menunjukkan gelas kopi nya yang tersisa setengah.

"oke." Sharon menarik bangku disebelah Saras.

"Shar?" panggil Saras.

"Hmm" Sharon hanya bergumam menanggapi Saras, ia sibuk dengan ponselnya, mengetik sesuatu di handphonenya.

"Lo beneran gak papa kan, ikut konten settingan gue?" Saras bertanya hati-hati, ia merasa tak enak pada temannya itu.

"Ya gak papa lah, santai aja, kek sama siapa aja lo, biasanya juga lo suka seenaknya." Sharon mengibaskan tangan nya menatap Saras heran, terkekeh kecil karena candaanya di akhir kalimat.

Saras mengangguk, ia ingin bertanya lebih banyak tentang tingkah laku aneh Sharon tadi malam, namun ia mengurungkan niatnya, ia takut merusak mood Sharon dan mengganggu privasinya.

*****

"Lo kenapa gak kemaren bareng gue aja sih, beli ginian." protes Saras sambil mengikuti langkah Sharon, yang sibuk memilih baju.

"Kemaren gue gak bawa duit banyak Jaenab." Sharon sibuk memilih-milih baju yang ingin dia beli.

"Santai elah, ngutang kan bisa."

"Ngutang sama lo?"

"Ya kagaklah gue belum ngepet, mana ada duit. Ngutang sama mba-mba onoh tuh." Saras menunjuk wanita SPG tak jauh dari mereka, menggunakan dagunya.

"Yeuu lo kira ini toko mak lo!" Jawab Sharon memukul pelan kepala Saras.

"Gue kan cuma memberikan pendapat. Sapa tau, tu mba-mba SPG ternyata sodara jauh lo, kan mayan dapat duit."

"Serah lo dah." Sharon sudah biasa menanggapi ocehan Saras yang tidak bermutu, namun terkadang ia lelah menghadapi Saras yang tingkahnya tidak jelas.

Sharon melihat jam di tangannya, hari ini mereka juga janjian bertemu dengan Agnes, jam janji bertemu sudah lewat tapi batang hidung Agnes tidak terlihat juga sampai sekarang.
"Agnes jadi kesini gak sih?" tanya Sharon pada Saras yang sedang mengetik sesuatu pada ponselnya.

"Lagi di jalan, katanya." sahut Saras, menunjukkan layar ponselnya, yang menampakkan isi chat Agnes dengannya.

"oh, yodah gue bayar ini dulu."
Saras tidak menjawab, ia hanya menganggukkan kepala dua kali, lalu berjalan ke luar toko mendahului Sharon.

*****

"Gayyysss!" dari tempat Sharon dan Saras duduk, terlihat Agnes yang berlari menghampiri mereka, melambai-lambaikan tangan.
"Maaf-maaf gue telat." ucapnya setelah tiba di depan Saras dan Sharon.

"Tangan lo kenapa?" tanya Saras saat melihat tangan Agnes yang berbalut perban.

"Ah, ini, anu, tiba-tiba aja luka, gak tau kenapa ahaha" Agnes tertawa canggung, menggaruk tengkuknya. Ia terlihat gelisah entah karena apa.

"yodah ayo kita makan, Agnes traktir!" Kata Sharon, sembari meyeret kedua temannya.

"Sialan lo! napa jadi gue?"

Saras hanya diam. Mendengar jawaban Agnes tadi, mengingatkan nya pada kejadian tadi pagi.

flashback

"Akh!" Saras meringis memegang pergelangan tangannya. Ia menarik lengan bajunya ke atas, mencari tahu apa yang membuat tangannya sakit pagi ini.

"Kenapa nih?" gumam Saras, kala melihat tangannya terluka yang ia tidak tahu apa sebabnya.

Saras menghendikkan bahunya acuh. Mungkin tergores sesuatu, pikirnya.

Bruk!

Tepat di tempat Saras tadi berdiri, kotak kayu tempat Saras biasa menyimpan buku lama, terjatuh dari atas lemari.

Saras terdiam, ia mendongak ke atas. Seingatnya ia meletakkan kotak itu jauh dari pinggir lemari, kotak itu berat mustahil bila jatuh sendiri, kecuali ada yang mendorongnya.

Saras menghembuskan napasnya, ia sedikit shok. Bila saja masih berdiri di tempat jatuhnya kotak itu, Saras yakin kepalanya akan mendapatkan beberapa jahitan.

KYAAAAAAAK!

Teriakan mamanya dari luar menghentikan langkahnya ke kamar mandi.

"Kenapa ma?" Saras melihat mamanya sedang menarik sesuatu dari kran air di wastafel.

"Kamu tahu apa yang mama temukan? Lihat ini, Dan ini!" Saras menutup mulutnya, jijik.

"Bagaimana bisa bangkai tikus dan rambut keluar dari kran ini?"  Tissa, mama Saras, masih berusaha mengeluarkan rambut panjang dari wastafel. Saras rasa pemilik rambut itu, tidak berasal dari rumah mereka. Tidak ada yang memiliki rambut sepanjang itu di rumah mereka. Rambut itu terus keluar saat di tarik Tissa, tidak ada habisnya. Saras memutuskan kembali ke kamarnya ia, merasa mual melihat pemandangan ia lihat pagi ini.

"Woi Sar!"

"Hah, kenapa?" Suara Agnes menyadarkan nya dari lamunan.

"Lo mau pesan apa?" ulang Agnes.

"Samain aja kaya lo."

"Lo mikir apa Sar?" tanya Sharon, tidak biasanya Saras melamun pikirnya.

"e, itu..., luka lo, lo dapat dari mana?" Saras menatap Agnes.

Agnes terlihat gugup. Ah, atau lebih tepatnya ketakutan?

"emm, ini..."

Serendipity Where stories live. Discover now