[19] Problematika

Start from the beginning
                                        

"Ah gue yakin Royvan pasti lagi marah ya?" goda Farel tanpa menilik situasi. Alhasil, Royvan benar-benar kesal sampai membanting stik billiardnya.

"Udah lo diem cok. Merusak suasana aja." ucap Kenan kepada Farel yang masih memasang wajah polos.

Royvan berjalan menuju lantai atas. Juan dan Fariz saling pandang karena kebingungan dengan sikap Royvan yang tak biasa. Abay menaikkan alisnya.

"Ya dasar Juan mulut turah. Bagus, Royvan makin marah tuh." ucap Fian menyipitkan matanya.

"Ya kok gue? Gue salah apa? Farel tuh malah negur dia marah." tanya Juan menunjuk dirinya sendiri sekaligus menolak disalahkan.

"Lha malah gue."

Farel melempar rubrik ke meja dan beralih tidak melakukan apa-apa. Ia putus asa karena susah sekali membuat rubrik itu berwarna seragam.

"Lo tuh yang asal nyeplos."

Galang menyahut.

"Salah lo sih bawa-bawa Agista. Marah kan tuh orang." jeda Galang. "Udah tahu Royvan selalu sensitif kalau menyangkut Agista."

Fariz menyimpan ponselnya ke saku. Ia berjalan menuju meja billiard dan menggantikan Royvan bermain dengan Juan. "Aelah, biasalah. Royvan kalau lagi kalap kek gitu."

"Kalap? Kenapa dah?" ucap Dava beralih duduk di tempat Fariz. Satya menghela napas dan meraih soda di atas meja. Abay masih sibuk mengepulkan asap layaknya kereta api uap.

"Lo nggak bakalan tahu. Cuman Royvan yang tahu perasaannya." ucap Farel menggeliatkan badannya. "Royvan bukan tipe orang yang bakal membagi perasaannya ke orang lain."

Abay meletakkan rokok terakhir di asbak. Ia melihat Satya sekilas, sebagai kode agar ikut bersamanya. Meskipun hanya sekilas, Satya sangat paham artinya.

"Gue ke atas." ucap Satya pamit. Abay hanya melenggang tanpa bicara. Sudah kebiasaannya.

Kedelapan orang itu saling pandang karena ketua mereka bersama-sana pergi. Hanya ada dua kemungkinan, melihat keadaan Royvan atau berlatih di ruang olahraga.

Tik.

"Lihat bagaimana ketua kita menyelesaikan semuanya." ucap Azka selepas berhasil meretas sebuah situs dengan sangat manis. Ia melempar pandangan pada ke delapan orang yang sedang terbingung.

"Abay dan Satya punya cara sendiri untuk menangani hal ini."

Mereka hanya bisa menunggu. Ketika Abay dan Satya berada di atas, terdengar suara pukulan yang amat keras.

"Royvan." panggil Abay dengan datar mengambil sarung tinju berwarna merah. Royvan mengabaikan panggilannya tanpa berkata apa-apa.

Sementara Satya duduk di sofa dan mengamati interaksi mereka. Ia hanya akan turun tangan jika diperlukan. Caranya dan Abay menangani masalah ini saling bertolak belakang.

"Lawan gue."

Abay melakukan pemanasan. Royvan melakukan pukulan dengan amat kuat sebelum memasang sikap waspada ke arah Abay. Keduanya sudah bersiap untuk bertarung.

"Maju."

Royvan langsung melayangkan tinjuan yang dihindari Abay. Begitu banyak tinjuan namun Abay hanya menghindarinya tanpa ekspresi. Hingga tiba saat waktu yang pas, Abay melayangkan tonjokannya tepat pada wajah Royvan.

Bruk.

Royvan tersungkur dengan amat tragis merasakan amis yang ada di sudut bibirnya. Tak hanya darah, rasa sakitnya juga bersamaan keluar. Abay berdecih.

SCIENCE 7 : UNITY IS PRIORITYWhere stories live. Discover now