26

5.7K 1.4K 328
                                    

Gentala tertawa pelan di duduknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gentala tertawa pelan di duduknya. bukankan ia seperti manusia bodoh nan gila yang tetap menunggu sesuatu yang jelas tak akan pernah kembali.

batinnya berteriak nestapa, mengapa Hattala harus pergi meninggalkan dirinya secepat ini.

jadi ini akhir dari kebaikan tuhan yang begitu bertubi datang kepadanya kemaren.

setelah memberi kebahagiaan, tuhan malah merampas kebahagiaannya begitu saja.

dada pemuda berkeperawakan kecil itu sakit bak terjerat ranjau yang menyakitkan. tetapi tampaknya air mata enggan untuk turun.

mata itu masih betah menatap kosong ke arah gerbong yang kini mulai tertutup kan kereta mulai berjalan.

"menunggu mu mungkin akan menjadi rutinitas diri ku entah sampai kapan." ujar Gentala pelan.

pemuda manis itu mendongak. menatap kursi yang kosong khusus hari ini. dan mungkin selamanya.

"aku terbiasa dengan rasa sakit karena merindukan kedua orang tua ku. tetapi kesakitan ku bertambah dan rasanya hati tak sekuat itu untuk menampungnya." ujar Gentala pelan.

mata itu berembun tetapi sang empu dengan sekuat tenaga menahannya. tidak kah Hattala enggan melihatnya menangis. maka ia akan berusaha untuk kuat.

tetapi, rencana hanyalah bualan semata. tangan itu menarik surat yang ternoda oleh darah milik Hattala.

ia harus siap untuk membaca surat yang telah di berikan oleh Hattala sejak berminggu lamanya itu. dan dengan tangan yang sedikit bergetar di bukanya lipatan rapi itu.

mata indah bak serigala kesukaan Hattala itu kini mulai berembun dan siap menumpahkan seluruh pasokan air mata setelah membaca rentetan kata demi kata.

      
"Juwita Malam ku tercinta, bagaimana hari mu? ku harap tak semonoton dulu dan membuat mu lelah. sekarang, jika surat ini sampai di tangan mu, maka itu artinya diri ku telah gugur di medan perang.
     
Entah berapa banyak peluru yang bersarang, yang pasti itu tak begitu penting. rasanya aku tak memiliki hal untuk melarang diri mu menangis karena aku pun pernah merasa berada di posisi diri mu.

Jadi menangis lah untuk kali ini saja. dan maafkan diri ku yang telah menjadi alasan diri mu untuk menangis kali ini, maafkan aku yang tak bisa untuk sekedar mengelap air mata mu atau menarik diri mu ke dalam sebuah pelukan hangat."

tidak kah merindu itu begitu menyiksa nan menyakitkan, maka maafkan lagi diri ku ini yang telah menambah daftar manusia yang kau rindukan. maafkan aku karena tak bisa lagi menggenggam tangan mu di bawah sinar rembulan, maafkan aku yang tak bisa lagi duduk di hadapan mu di dalam gerbong kereta api.

kini yang ku harapkan adalah diri ku yang bisa memeluk mu dalam pelukan kerinduan saat kita bertemu kembali di kehidupan selanjutnya. maka dari itu, tolong jalani hidup mu dengan semangat. dengan ini, aku Hattala. seorang sersan muda yang amat sangat mencintai Gentala si derawa manis, pamit. sampai bertemu lagi di kehidupan selanjutnya dengan takdir yang lebih baik.

Hattala, 1949.


Tangis nestapa milik Gentala tumpah ruah begitu saja. membuat siapapun yang mendengar akan turut akan kepedihan yang di rasa.

"bagaimana diri ku bisa menjalani hari dengan semangat jika tongkat penopang ku kini ambruk tak tersisa?" ujar Gentala dalam isak tangis miliknya.

kereta berhenti. dengan berat hati, pemuda manis itu bangkit dengan tubuh yang bergetar. tanpa ada lengan yang siap menarik ke dalam sebuah pelukan menenangkan.

"mengapa begitu cepat." ujarnya pada rembulan yang bersinar terang.

napasnya tercekat. "apa rembulan tak merasa sedih akan kepergian manusia yang telah mengisi hari ku."

"kini aku kembali menjadi si tunggal menyedihkan tanpa ada yang sudi mengusap rambut ku." ujarnya dengan air mata yang semakin deras.

Hattala adalah cinta pertama miliknya. manusia dengan keperawakan tinggi, gagah dan pembawaannya yang menyejukan bahari.

manusia dengan seribu satu bualan manis yang sialnya mampu membuat Gentala tersipu malu.

sosok pria yang selalu mendengarkan keluh kesah dirinya dengan sabar, dan menatapnya penuh cinta.

kini, sosok itu telah pegi untuk selamanya.  jika esok Gentala terbangun dari tidurnya, maka tak ada lagi senyum lebar yang menantinya di stasiun.

tak ada lagi tangan lebar yang siap siaga menggenggam tangan miliknya, mengusap rambutnya atau punggung di kala gundah melanda.

"hati ku sakit Hattala." lirih Gentala nestapa.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Juwita Malam Season 1 [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang