18

5.2K 1.4K 123
                                    

Iyok menghembuskan napas kesal sembari menatap sang ayah malas

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Iyok menghembuskan napas kesal sembari menatap sang ayah malas.

"mengapa memaksa ku?" tanya-nya malas.

sang ayah hanya bisa berdecak. "kau itu pewaris tahta Iyok."

"apa hubungannya dengan latihan tempur, aku ndak berniat menjadi seperti Hattala." ujarnya malas.

lelaki paruh baya itu terkekeh. "lakukan atau ku bunuh anak belanda yang selalu mengekori mu."

"ROMO!" bentak Iyok saat mendengar perkataan sang ayah.

pria yang berstatus sebagai anak raja itu terkekeh. "mengapa takut, ia hanya anak belanda. bukankah kau membenci belanda?"

"romo, jangan menyentuh anak itu." ujarnya keras.

"maka dari itu turuti perintah ku dan anak belanda itu aman." ujar sang ayah.

Iyok berdecak. "apa yang harus ku lakukan."

"keluar dari sekolah umum dan belajar dengan Darma." putus sang ayah mutlak meninggalkan Iyok dengan napas memburu marah.

lekaki belasan tahun itu mengusap wajahnya kasar. "jika ada kehidupan selanjutnya ku harap, aku bisa bertemu dengan chris. tak perlu saling mencinta karena rasanya akan sulit jua."

"kehidupan itu abadi di surga." ujar Darma yang masuk ke dalam kamar miliknya.

Iyok mendengus. "terserah pada mu."

"besok kau boleh langsung keluar dari sekolah." ujar Darma.

"ndak boleh tunggu sampai minggu depan?" tanya-nya malas.

Darma menggeleng sopan. "ndak bisa."

"pernah bermimpi untuk menjadi anggota kerajaan?" tanya Iyok ke Darma yang tengah berdiri sopan di depan pintu kamar miliknya.

Darma terkekeh. "itu adalah mimpi buruk ku. ku rasa, hidup di bawah tekanan tahta rasanya amat sangat menakutkan."

"jelas." balas Iyok malas.

"jangan lupa untuk berpamitan dengan sang anak belanda." ujar Darma sebelum beranjak meninggalkan kamar milik cucu raja itu.

Iyok mengalihkan pandangan-nya ke arah bulan yang bersinar. "beri aku petunjuk."

Gentala menatap bangku di hadapannya ini yang masih setia kosong sejak beberapa bulan yang lalu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gentala menatap bangku di hadapannya ini yang masih setia kosong sejak beberapa bulan yang lalu.

"kapan kau akan pulang Hattala." ujarnya lirih.

pintu gerbong terbuka lalu dirinya dengan cepat berjalan ke arah rumah miliknya dengan kepala yang menatap langit malam.

"apakah kita sekarang tengah menatap bulan yang sama?" tanya dirinya pelan.

helaan napas terdengar terus menerus sejak berbulan lalu. sekarang februari.

dan Hattala belum kembali sejak Desember tahun lalu. terhitung baru dua bulan, tetapi rindu terus memberontak.

"cepat lah pulang Hattala. aku merindukan mu." lirih Genta pelan.

sedangkan Hattala tengah menatap puluhan rekannya yang tengah terkapar di posko terdekat.

"terlihat menyakitkan." ujarnya pelan.

yayang, salah satu tim medis muda menatap malu ke arah sang tentara.

"malam sersan Hattala." sapanya senang.

Hattala mengangguk. "selamat malam."

"apa yang kau lakukan di sini?" tanya yayang.

tentara muda itu terkekeh lalu menggeleng. "hanya ingin melihat rekan ku saja."

"kalau diri mu membutuhkan sesuatu berkaitan dengan medis. langsung temui aku saja." ujar yayang.

Hattala mengangguk acuh. "iya baiklah."

tubuh itu bangkit lalu beranjak duduk di satu dahan pohon yang tak begitu tinggi sembari menatap rembulan.

"rembulan, tolong sampaikan rindu ku kepada Gentala dan ibuk. tolong kabari mereka jika diri ku sehat dan akan pulang secepatnya." lirih Hattala pelan.

gambaran Gentala yang tengah tertawa lepas muncul di otak yang membuat pria itu mendengus dan berdesis.

"kau jauh saja rasanya aku bisa gila Gentala. apa lagi jika melihat senyum dan tawa itu sekarang, rasanya pasti seperti melepas beton yang berada pundak." lirih Hattala lagi.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Juwita Malam Season 1 [TELAH TERBIT]Where stories live. Discover now