"Pa..." Dava bersuara, mengalihkan perhatian Ayahnya yang sedang asik bercengkrama. "Dava datang bersama Vanilla." Ayah Dava otomatis menatap Vanilla dan melihat tangan anaknya yang saling bergandengan.

Ayah Dava tidak beraksi. Terlebih dahulu beliau pamit mengundurkan diri dari orang yang tadi diajaknya bercengkrama, lalu mengajak Dava menuju salah satu meja yang tersedia. Disanalah Vanilla melihat Soraya yang sedang asik tertawa dengan tamu undangan lainnya.

Vanilla semakin mengeratkan genggamannya pada Dava yang langsung melempar senyum pada Vanilla. "Selamat malam semuanya," Dava menyapa seramah mungkin.

Detik itu juga raut wajah Soraya berubah menjadi tidak bersahabat ketika pandangannya saling bertemu dengan Vanilla. "Dava, kenapa kamu bawa dia?" tanya Soraya dengan senyum palsunya.

Dava menarik kursi terlebih dahulu dan menyuruh Vanilla duduk. Ia ikut duduk di sebelah Vanilla dengan senyum yang tepasang di sudut bibirnya. Sedangkan orang tua Soraya menatap dengan tatapan seolah meminta penjelasan.

"Maaf sebelumnya, Om, Tante, dan Soraya. Perkenalkan, dia adalah kekasih saya." Tak ada keraguan dalam kalimat Dava membuat Vanilla semakin gugup hingga tangannya mulai bergetar.

"Kak Vanilla?" teguran itu membuat semuanya menoleh secara bersamaan. "Omg, ini benar Kak Vanilla?" tanya Poppy dengan tatapan tidak percaya.

Vanilla hanya bisa mengembangkan senyum dan bercipika-cipiki ria dengan Poppy. "Tenang, kak. Gue bakal dukung lo," bisik Poppy ditelinga Vanilla dan tersenyum lebar dihadapan yang lain.

"Saya tidak tahu ada hubungan apa diantara kalian, tapi mungkin kamu sudah dengan bahwa Dava telah di jodohkan dengan Soraya." Ayah Dava mulai buka suara, membuat suasana semakin terasa mencekam. Dengan samar Vanilla melirik Soraya yang tersenyum penuh kemenangan setelah ucapan Ayah Dava yang seolah berpihak padanya.

"Selama ini Dava tidak pernah memberitahu jika dia sudah memiliki kekasih," sahut Ayah Soraya.

Dava kembali tersenyum. "Saya hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengenalkannya," jawab Dava kelewat tenang.

"Sejauh apa hubungan kalian?"

"Saya sudah mengenal Vanilla sejak kami duduk di bangku SMA. Jadi saya rasa, hubungan saya sudah cukup untuk ke jenjang yang lebih serius."

Ayah Soraya tertawa seolah kalimat Dava barusan adalah hal paling lucu yang pernah di dengar. "Apa kamu yakin dia lebih baik dari anak saya?" tanya Ayah Soraya dengan nada merendahkan.

"Tentu," jawab Dava.

"Hij is een persoon die niet met mij kan worden vergeleken (dia tidak bisa dibandingkan dengan saya)," sahut Vanilla sembari menatap Soraya tanpa menghilangkan senyumnya. "Che donna disgustosa (Sungguh wanita yang menjijikan)." Sebut saja Vanilla pamer. Ia senang melakukannya meski tidak ada yang mengerti apa Vanilla ucapkan.

"Pfftt—" Semua mata langsung menatap Poppy yang langsung berdeham dan mencoba agar tidak tertawa. "Sorry," gumam Poppy meminta maaf.

Suasana kembali menegang. Tatapan Soraya yang semakin tajam membuat Vanilla terus mengembangkan senyum disudut bibirnya. Soraya tahu bahwa Vanilla baru saja memakinya. Ditambah dengan reaksi adik Dava yang hampir meledakkan tawa membuat Soraya semakin yakin dengan tebakannya.

"Apa Om mau, punya menantu yang memiliki riwayat kelainan jiwa?" ujar Soraya melemparkan pertanyaan pada Ayah Dava. "Setahu Soraya, seseorang yang memiliki kelainan jiwa akan sulit untuk disembuhkan. Apalagi jika memiliki dua kepribadian yang saling bertolak belakang. Itu bisa membahayakan orang-orang disekitarnya. Bahkan—" Soraya memajukan wajahnya, "bisa sampai membunuh."

"Sensitif, implusif, tidak bisa mengendalikan emosi, bahkan tidak bisa membedakan mana hal yang nyata dan yang tidak nyata."

Semua mata langsung tertuju pada Vanilla yang seketika itu juga berubah menjadi pucat. Tangannya semakin bergetar hebat. Disudutkan seperti ini membuat Vanilla merasa panik. Matanya menatap liar satu persatu orang yang mengarahkan pandangan padanya. Dava mencoba untuk meredam kepanikan Vanilla dengan terus menggenggam tangan wanita itu.

"Oh, satu lagi," Soraya kembali bersuara, "penderita Amnesia." Soraya melebarkan senyumnya hingga barisan giginya terlihat.

Dava langsung memberikan tatapan peringatan pada Soraya, namun tidak dihiraukan. Soraya semakin gencar memberikan serangan pada Vanilla dengan maksud memancing agar Vanilla memperlihatkan sisi lainnya. Soraya tahu kelemahan Vanilla. Wanita itu akan merasa panik jika ada yang menyudutkannya seperti sekarang. Jika Vanilla panik, maka Vanilla akan kesulitan untuk mengontrol dirinya sendiri.

"The girl who rose from the dead."

Vanilla langsung berdiri, membuat yang lain terkejut. "Permisi," ucapnya buru-buru pergi.

Sangking terburu-burunya, Vanilla sampai menabrak siapa saja yang menghalangi jalannya. Dengan mengandalkan instingnya, Vanilla mencari toilet di dalam rumah Dava. Ia masuk dan mengunci diri seraya mengeluarkan obat yang sengaja Vanilla bawa untuk berjaga-jaga. Benar kata Sandra beberapa waktu yang lalu.

Soraya bisa mengetahui apa saja dengan mudah, termasuk seluruh tentangnya.

***

Minggu, 07 Maret 2021

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Där berättelser lever. Upptäck nu