[7] Resonansi

14 4 4
                                    

Pada suatu pagi yang berkabut di Bulan September 1955

Lelaki tua itu menarik tangan seorang anak laki - laki sambil menyeret keluar anak tersebut dari kamarnya dengan sangat kasar sambil berteriak lantang, "Cepat!!!"

Anak kecil bernama Kulon tersebut yang masih belum tersadar penuh dari alam tidurnya hanya bisa pasrah dan mengerutkan wajah memelasnya kepada lelaki tua yang bernama Pak Braja. Sejak pertama kali dibawa ke daerah ini, Kulon tidak benar - benar mengetahui dimana sebenarnya lokasi tempatnya berada. Kulon hanya fokus pada dendam kesumat karena melihat dengan mata kepalanya sendiri saat Bapak dan Ibu tega menjual Kulon kepada Pak Braja untuk dijadikan kuli kasar. Kulon saat ini berusia sepuluh tahun dan memiliki seorang kakak laki - laki bernama Wetan yang lebih tua tiga tahun. Namun Wetan tidak pernah kembali setelah pergi merantau sebagai buruh tani karena dikabarkan tenggelam bersama kapal yang hendak membawanya ke negeri seberang. 

"Ngapain kamu melamun anak malas!" bentak Pak Braja sambil menampar pipi kiri Kulon hingga Kulon jatuh tersungkur di atas karung gandum yang tersandar di depan dinding gudang makanan.

"Ma... maafkan saya Tuan Braja," Kulon memohon sambil segera mencium kaki Pak Braja, "Saya mohon jangan jual saya. Jadikan saya budak anda Tuan asal jangan jual saya. Saya mohon."

Mendengar permohonan itu, Pak Braja tertawa dengan kerasnya. Bukan tertawa bahagia, melainkan tertawa merendahkan. 

"Ini adalah bentuk pertanggungjawaban kamu atas apa yang sudah kamu lakukan kepada ..." ucapan Pak Braja terhenti, Kulon sempat mendongakkan kepalanya sesaat sampai kaki kanan Pak Braja dengan kerasnya menendang kepala Kulon sangat keras hingga Kulon terpelanting dan membentur sudut gerobak yang dilapisi tembaga dan kepala Kulon mengalami pendarahan hebat.

Wajah Pak Braja mendadak berubah melihat kepala Kulon yang bersimbah darah. Sementara Kulon masih berusaha untuk bangkit meskipun kucuran darah hangat berwarna merah segar sudah mulai membasahi sampai ke bahunya.

"Sa... saya mohon... Tu..." Kulon tersungkur saat sudah setengah berdiri. Kulon tidak sadarkan diri.

Pak Braja celingak celinguk melihat ke sekitar memastikan tidak ada yang melihat kejadian tersebut. Pak Braja dan Kulon berada di depan gudang makanan. Lokasi gudang makanan terletak di pojok dan cukup jauh dari asrama dan rumah utama. lokasi ini memang menjadi lokasi favorit Pak Braja untuk menyiksa anak - anak yang akan dijual olehnya. Pak Braja mengidap penyakit OCD tanpa disadarinya dan dia membutuhkan pelampiasan. Disinilah biasanya anak - anak yang dijual akan menjadi pelampiasannya secara bergantian. 

"Barang rusak harus dibuang, tidak tidak, ini harus dimusnahkan," gumam Pak Braja.

Pak Braja kemudian berinisiatif untuk menyingkirkan tubuh Kulon saat itu juga sebelum ada yang melihatnya. Biasanya korban pelampiasan Pak Braja hanya berakhir memar atau paling parah ya patah tulang. Pak Braja melihat Kulon sepertinya tidak akan bertahan hidup dalam kondisi terluka dan bersimbah darah. Ini bisa membahayakan Pak Braja jika sampai ada pelayannya yang melihat dan melaporkannya ke pihak berwenang.

Matahari belum benar - benar naik saat Pak Braja menarik gerobak makanan yang mengangkut tubuh lemas Kulon ke dalam hutan cemara di belakang rumahnya. Meski harus menembus kabut yang pekat, Pak Braja tahu benar dimana posisi Curug yang paling dekat dari rumahnya. Sekitar lima belas menit berjalan menembus tanah rerumputan yang basah di dalam hutan cemara, Pak Braja sudah sampai di sebuah sungai kecil yang airnya jernih. Arus sungai tersebut cukup deras dan Pak Braja yakin itu akan cukup untuk membawa tubuh Kulon sampai ke Curug yang cukup dalam dan tidak jauh dari tempatnya berada saat ini. Dengan begitu tubuh Kulon akan hanyut dan Pak Braja bisa beralasan ke istrinya kalau Kulon kabur dan lolos dari kejarannya. 

DERA.Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon