CHAPTER 44<SIKSA

5.5K 393 9
                                    

"DARA!" teriakan Rea yang cukup kencang itu membuat langkah Dara terhenti. Rea menghampiri Dara senyum merekah, merangkul bahu Dara.

"Tumben lo agak siang berangkatnya, kenapa? Ah, gue tahu Devon susah bangun ya?" selidik Rea, Dara menggeleng cepat.

Lalu Rea mengendikkan bahunya acuh. Sedetik kemudian cewek itu tersenyum senang. "Dar! Lo tahu gak gue seneng banget! Gue dapet kerja di tempat lo dulu. Ya, walaupun gajinya nggak seberapa, tapi gue bersyukur." Dara ikut tersenyum mendengarnya.

"Iya, seenggaknya bisa bantu ibu kamu." Rea mengangguk setuju.

Saat Rea melihat Dara, dahi cewek itu mengernyit bingung. Pasalnya Dara terlihat berbeda untuk hari ini dibandingkan hari-hari sebelumnya. Lingkar hitam disekitar mata tercetak jelas, dengan mata seperti habis menangis.

"Lo nggak tidur? Mata lo kayak lelah gitu," tanyanya, Dara menggeleng cepat.

"Tidur kok. Mana mungkin aku nggak tidur," bohong Dara tersenyum canggung. Ia tidak tidur karena merasakan kepalanya yang pusing.

Dari arah berlawanan, Devon berjalan dengan langkah lebar menghampiri Dara. Rea yang paham akan kondisi itu sudah berlalu masuk ke kelas.

"Pagi," sapa Dara tersenyum manis.

Devon mengangguk singkat, menipiskan bibirnya. "Juga."

"Apa lo bahagia?" tanya Devon tepat sasaran. Dara menyunggingkan senyuman manis, sembari memainkan jarinya.

"Iya, aku bahagia," jawabnya dengan gugup.

Devon memicingkan matanya, membuat Dara merinding. Tatapan mata Devon terus mengamati dirinya, seakan ingin bertanya lebih jauh.

Tak jauh darinya berdiri, Dara melihat Dira yang sedang menatapnya dengan tajam, menyuruh Dara pergi.

"Aku ke kelas duluan ya," pamit Dara. "Semangat belajar, semoga harimu menyenangkan." Belum sempat Devon menjawab Dara sudah berlalu pergi.

*****
"Pijitin yang bener dong! Tuh, disitu! Jangan kenceng-kenceng, Dar!" Dara menghembuskan napasnya pelan, tetap menuruti perintah Dira.

Sejak kepulangan mereka dari sekolah, Dira sudah menyuruh Dara untuk menuruti segala permintaannya. Dara yang sudah lelah hanya bisa bergumam. Seperti saat ini Dara sedang memijit kaki Dira, sementara si empu tengah bermain ponsel.

"Buatin gue susu cokelat buruan!" titah Dira galak.

"Dira, aku capek. Kamu buat sendiri ya." Mendengar jawaban Dara, Dira lantas mendelik kaget.

"Ngebantah lagi? Mau gue aduin ke ayah?" Dara menggeleng.

"Jangan." Dira menyunggingkan senyuman sinis.

"Kenapa ayah dan kamu nggak ikhlas ajak aku tinggal disini?" Pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Dara.

Dira lantas berdiri, mendorong bahu Dara kuat membuat cewek itu tersungkur.

"Gue dan ayah lakuin itu karena terpaksa! Semua udah gue atur. Karena gue cemburu liat lo dan Devon yang selalu bersama! Semua cuma sandiwara kita!" Dara kaget mendengar itu. "Gue nyuruh ayah buat jemput lo, tinggal bareng supaya lo jauh dari Devon! Harusnya lo mikir, ayah nggak pernah sudi kamu tinggal disini lagi! Dan, gue akan lakuin lo sama seperti yang oma lakuin. Sebagai babu kan?" Dara tergugu mendengar itu.

Dira tersenyum kecut. "Gue nggak sebodoh itu. Meskipun lo gak jujur tentang tempat tinggal lo, tapi gue curiga pada sikap Devon. Dia yang baik ke lo, kasih minum ke lo, pulang bareng, berangkat bareng. Gue diam-diam perhatiin!"

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang