CHAPTER 14< Selalu salah

4.2K 418 12
                                    

"Orang hebat bukanlah orang yang bersenjata, melainkan orang yang pandai memendam amarahnya."

Plakk!

Satu tamparan mendarat mulus di pipi kanan Dara. Cukup keras, membuat cewek itu tertoleh otomatis.

"Dasar anak gak tahu diri! Beraninya kamu pecahin toples kesayangan saya, hah?!" ucap Ratih mengeraskan suaranya. Jelas sekali jika wanita tua itu sangat marah, pasalnya toples itu adalah hadiah dari sang suami sewaktu mereka menikah dulu.

"Da-Dara minta maaf Oma. Dara gak sengaja," cicit Dara dengan gemetar.

Ratih yang mendengar pengakuan itu malah semakin muak. "Angkat kepalamu!" titah Ratih galak, Dara lantas mendongakkan kepalanya. Ratih dikuasi emosi karena benda kesayangannya telah hancur. Wanita tua itu mencengkeram kuat dagu Dara yang membuat Dara meringis kecil dengan air mata yang mulai menetes. Sementara itu Ratih malah semakin kuat menjepit dagu Dara dengan kuku panjangnya.

"Apa kamu tahu betapa berharganya benda itu buat saya, hah? Minta maaf dari mulut mu tak akan mengembalikan semuanya Dara!" desis Ratih yang membuat Dara menggeleng pelan dengan air mata yang terus meluruh.

Ratih melepaskan kasar wajah cucunya itu. Tampak sekali jika wajah Dara sudah memerah. Ratih berjongkok melihat benda itu yang pecah dengan naas. Kemudian ia kembali berdiri dan mendorong tubuh Dara kuat yang membuat cewek itu terpental dan menatap pintu kulkas.

Dara meringis kesakitan kala kepalanya menatap pintu kulkas itu. Ia memegangi kepalanya yang terdapat bercak darah yang mengalir di pelipisnya. Tak lama Dara bersimpuh di dinginnya lantai putih itu, menahan rasa perih bercampur dengan pusing disekitar kepalanya. Bau anyir langsung tercium, hidungnya mengeluarkan darah.

Pandangannya berkunang-kunang, bibirnya masih meringis kecil. "Om-Oma, sak-sakit," adu Dara dengan gemetaran. Ratih masih diam, menetralkan emosinya. Tak lama pandangan Dara mulai memburam.

****
Disebuah apartemen mewah, seorang cowok sedang duduk di depan meja belajarnya dengan termenung. Sejak tadi cowok itu hanya terbengong  dengan tangannya yang memegang bolpoin hitam, ia ketuk-ketukkan. Mata elangnya menatap lurus dan kosong. Pikirannya kembali berkelana pada kejadian siang tadi tepat disekolah.

Bukan masalah Olimpiade, tetapi tentang cewek berambut sedada itu. Yang membuat cowok itu terus mengingat adalah diary biru itu dan bulu mata lentik milik cewek itu.

Devon mengesah pelan, menengadahkan wajahnya menatap langit-langit kamarnya. Kejadian itu terlalu cepat bagi Devon. Jika diingat cewek itu memang sangat ketakutan setiap pertemuan mereka.

Cowok dengan kaos putih itu merubah posisi duduknya dengan tangan bertumpu. "Dia siapa?" gumam Devon pelan. Lama dalam pikirannya ia mengerang frustasi, mengacak kasar rambutnya sendiri.

Pandangan Devon teralihkan saat layar ponsel di sampingnya menyala, tanda ada notifikasi masuk. Devon melirik sekilas, tak berniat untuk membalasnya. Ia menghela napasnya gusar, lalu bangkit menuju pintu. Ketika pintu apartemen itu dibuka dan menampilkan dua temannya yang sedang tersenyum lebar dengan membawa satu kantong plastik putih.

"Ngapain?" tanya Devon acuh kemudian kembali duduk di meja belajarnya.

"Berak. Pake nanya lagi, jahat amat lo!" balas Zion menyelonong masuk dulu kemudian meletakkan plastik putih itu diatas meja. Sementara itu Agam sudah berbaring di sofa, mulai untuk nge-game.

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang