CHAPTER 28 < PEDULI

3.8K 402 5
                                    

"Anak?" sahut seseorang tiba-tiba yang membuat Desi dan Dara mematung.

Lelaki berjas hitam itu menatap bingung pada kedua wanita di depannya. Ia baru saja pulang dari kantor, lalu tak sengaja mendengar keributan tentang anak. Begitupula dengan Desi yang tidak menyadari kehadiran sang suami.

Dara menoleh sedetik kemudian ia terkejut. Ia tahu setelah ini pasti Desi akan memarahinya jika ia mengatakan yang sebenarnya, tetapi rahasia ini harus sampai kapan? Tatapan mata Desi mengisyaratkan Dara agar segera meninggalkan rumah itu. Namun, Dara menggeleng samar.

"Jadi? Apakah benar dia anakmu?" tanya Reno membuka suara lagi sebab ia tak kunjung mendapat jawaban.  Baik Dara maupun Desi hanya diam.

Ya, setelah menyinggung perihal anak, Reno mulai tak asing dengan kedatangan Dara yang selalu mengunjungi rumahnya tanpa alasan.

Sebelum menjawab Dara melirik Desi yang nampaknya tampak acuh. Setelahnya Dara mengangguk pelan.

"Iya, Om. Saya Dara, anak kandung Mama," jelas Dara memberanikan diri. Reno mengurut keningnya bingung, kembali mengalihkan atensinya menatap Desi yang diam.

"Apakah betul apa yang kamu katakan? Setahu saya anak Desi cuma Dira," sanggah Reno terlihat memastikan.

"Bohong," sela Desi menatap Dara penuh murka. "Pergi dari rumah saya! Dia hanya pengemis," usir Desi dengan nada dingin.

Dara tersenyum miris. "Sampai kapan Mama gak mau menganggap Dara?"

"Saya gak peduli."

Dara menitikkan air matanya, menggeleng samar. Rasanya percuma jika ia terus berbicara, tetapi Desi sudah tak menganggap dirinya. Saat Dara hendak berbalik pergi, seruan Reno menghentikan langkahnya. Lelaki berjas hitam itu seperti menatap iba pada Dara. Tampak sekali jika cewek itu kedinginan, bibir yang mulai membiru.

"Wajahmu hampir sama seperti Dira. Hal lain yang membuat saya percaya adalah, kamu rela hampir setiap sore datang ke sini dengan membawa es krim untuk Desi," Ungkap Reno, Desi mendelik kaget.

"Dari mana Mas tahu?" elak Desi.

"Athe. Dia bilang jika kamu sering membuang es krim di tempat sampah depan gerbang. Dan lebih tepatnya dengan kehadiran dia," balas Reno dengan menunjuk Dara yang sudah mengigil kedinginan.

Athe, bocah berusia lima tahun itu adalah anak tiri dari Desi. Istri Reno meninggal saat pulang bekerja, bertepatan dengan umur Athe yang masih lima tahun. Setelah kematian istri Reno, ia bertemu dengan Desi yang akhirnya menjadi sosok ibu sambung dari Athe.

"Desi," panggil Reno pelan. "Apa susahnya kamu menerima dia? Saya gak bakal marah ataupun ceraikan kamu. Saya hanya kecewa, kenapa kamu merahasiakan bahkan tak menganggap dia sebagai anakmu?" Desi menaikkan tatapannya membuat dirinya bersitatap dengan Reno.

"Dia cuma anak pembawa sial, Mas. Dia berbeda dengan Dira! Dia itu bodoh!" maki Desi, Dara menggelengkan kepalanya kuat-kuat dengan air mata yang terus meluruh.

Tanpa menunggu ucapan Desi selanjutnya, Dara berlari menerobos hujan yang semakin lebat. Hatinya sakit sekali, Dara tak minta apapun. Ia hanya minta di peluk, diakui, itu saja.

Cewek itu masih berlari kencang dengan hati perih. Setelah dirasa jauh dari rumah Desi, Dara berhenti merasakan dadanya sesak. Pasokan udara menghimpit rongga dadanya. Cewek itu terus memukul-mukul dadanya, berharap rasa sakit itu hilang.

"Kenapa sakit sekali, Tuhan?!" lirihnya sambil terisak, masih dengan tertunduk lemas di bawah guyuran air bening hujan. Petir mulai terdengar, cewek itu kembali mencoba bangkit lalu berjalan. Ia harus kembali ke apartemen Devon, ia sudah tak punya siapa-siapa lagi.

"Dara mau mati."

****
Devon terlihat kebingungan saat mendapati apartemennya yang kosong. Cowok itu panik, mulai menghubungi Dara beberapa kali. Namun, nyatanya ia tak mendapat jawaban dari telepon Dara. Devon merasa menyesal, harusnya ia tidak meninggalkan Dara begitu saja. Cowok itu mengacak rambutnya kasar, bahkan wajahnya sudah memerah.

"Lo di mana sih, Dar?!" tanya Devon frustasi. Pasalnya keadaan hujan dan ditambah dengan langit yang mulai mengelap.

"Arrghh!"

Tanpa menunggu lama lagi Devon meraih kunci motornya dan kembali akan mencari Dara. Sementara itu Dara masih berjalan dengan pandangan kosong, menyusuri jalanan. Ia masih menggunakan seragam sekolahnya, bahkan ia masih membawa tas dan juga buku pelajarannya. Mungkin saja jika buku itu sudah basah, untung saja hari ini Dara meninggalkan diary biru itu.

Dara sudah berdiri di depan gedung apartemen, ia urung melangkahkan kakinya. Dara mendesis merasakan kepalanya yang nyeri, serta matanya yang perih terlalu lama terkena air hujan.

Bersamaan itu Devon baru saja akan menyalakan mesin motornya, lalu ia tak sengaja menemukan Dara yang memegangi kepalanya. Tanpa pikir panjang cowok itu segera menghampiri Dara, menahan tubuh Dara yang hampir limbung.

"Lo gak papa? Gue cariin lo, Dar. Lo kemana?" Dara tersenyum, samar-samar ia bisa melihat jika Devon khawatir padanya.

Setelahnya pandangan Dara mulai memburam.

***
Dengan telaten cowok itu menempelkan handuk kecil, diatas dahi Dara. Cewek itu meringkuk di balik selimut dengan suhu badan hangat. Dokter Arinta baru saja pulang beberapa menit yang lalu, setelah mengganti pakaian Dara dan juga memeriksa.

"Maaf," ucap Devon mengelus kepala Dara. Tatapan Devon teralihkan pada sebuah diary biru yang terletak diatas nakas.

Cowok itu mengambilnya, membuka perlahan. Ia menarik sudut bibirnya, merasa lucu dengan apa yang Dara tulis. Terkesan sepele dan sederhana, semua tentang curahan isi hati,  dan tentang rasa sakit. Hal pertama yang membuat Devon tertarik pada Dara adalah tentang diary biru itu.

Setelah dirasa sudah Devon kembali meletakkannya, ikut berbaring di samping Dara. Dengan gerakan sedikit kaku, ia menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Dara.

"Gue tahu hidup lo sakit," ujar Devon pelan, nyaris berbisik dengan meneliti setiap inci wajah ayu Dara.

Perlahan ia melingkarkan tangannya pada pinggang Dara, memeluk cewek itu erat, mulai ikut memejamkan matanya. Seperti tak ingin kehilangan.

#NEXT GAK NIH?

          Spam komentar dibawah boleh?

Typo ingatkan ya..

Terima kasih^^




DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang