CHAPTER 40< Malming

3.6K 364 11
                                    

Martabak, sate, lumpia, dan Boba kini sudah berada ditangan Dara. Cewek itu sedari tadi terus mengembangkan senyumnya, dengan tangan menggenggam plastik berisi banyak makanan. Sementara itu, Devon yang berjalan di sampingnya hanya tersenyum tipis. Cowok itu terlihat sangat tampan dengan jaket denim, sepatu vans yang menempel ditubuhnya. Iris mata tajam itu membawa banyak perhatian. Garis wajah tegas, alis tebalnya semakin membuatnya tampak berkharisma.

Dara, cewek itu nampak imut dengan baju bermotif kotak-kotak selutut. Rambut indahnya yang tergerai bebas.

Malam minggu yang beda bagi dari minggu-minggu sebelumnya untuk Dara. Rasanya Dara baru saja merasakan kebahagiaan, setelah lama terkurung di dalam derita dan tekanan batin. Jika sebelumnya Dara hanya menghabiskan malam minggunya hanya untuk memijat kaki Ratih, kini ia bisa berjalan-jalan menikmati udara malam yang dingin.

Dara tersentak kala Devon menautkan jari-jarinya, menggenggamnya erat. Dara menoleh, melirik tangannya.

"Biar gak ilang." Cowok itu berkata dengan datar, kembali berjalan disekitar area monas.

Gedung-gedung pencakar langit yang tinggi, gemerlap lampu malam, serta kejora yang bertabur indah membuat keduanya enggan untuk pulang.

"Suka?" tanya Devon, menuntun Dara untuk duduk di kursi besi yang dekat dengan penjual martabak.

Dara mengangguk antusias. "Suka benget," katanya seraya merentangkan kedua tangannya. "Malam minggu yang beda, bareng kamu." Devon terdiam mendengarnya.

Dara menarik napasnya dalam, seolah-olah menikmati udara malam ini. "Adem banget, rame juga. Dulu, aku pengen banget kesini waktu malam, tapi sayangnya oma selalu ngelarang," adunya mengingat kejadian dulu.

Devon menarik sudut bibirnya, membentuk lengkungan tipis. Sifat antusias Dara tak berubah, meski secara fisik cewek itu lebih banyak berubah. Dulu cewek itu sedikit gemuk, serta rambut hitam panjang. Dan sekarang Dara kurus, banyak bekas luka di pelipis dan tangan serta rambut sedada.

"Nih kamu coba deh, martabaknya manis banget," ucapnya seraya menyodorkan satu potong martabak itu pada Devon.

Devon termenung dengan mengatupkan bibirnya. Dari sekian banyak orang yang berkunjung, hanya Dara yang ia tatap lamat. Bahkan tak jarang pula cewek-cewek yang terang-terangan memujinya.

"Ayo, Dev nih cobain." Dara kekeh menyodorkan martabak itu meski pipinya sudah menggembung karena martabak itu.

"Aaa!"

Devon menurut, ia membuka mulutnya lalu mengunyah martabak itu dengan pelan.

"Iya manis." Dara mengangguk pelan, tersenyum manis. "Kayak lo," sambungnya tanpa sadar membuat alis Dara bertaut.

Tersadar akan ucapannya, Devon segera berdehem singkat menormalkan ekspresinya. Dara terkekeh kecil, menoel-noel pipi Devon dengan pelan.

"Hayoo ngomong apa? Ngaku gak?" Dara terus menggoda teman kecilnya itu, bahkan wajah Devon sudah memerah. Bukan marah ya, tapi malu.

Dara tertawa melihat itu. Devon menangkap tangan Dara yang terus menyentuh pipinya. Tatapan tajam itu kembali menyorot manik mata Dara. Bulu mata lentik cewek itu mengerjap pelan, menelan kasar ludahnya. Pandangan mereka terkunci. Tanpa sadar pandangan mata Devon jatuh pada bibir ranum milik Dara.

Jakun cowok itu bergerak naik-turun, menatap bibir mungil itu. Ingatannya jatuh pada ciuman pertama waktu itu. Dara marah, dan itu ulah Devon.

"Dev," panggil Dara pelan, membuat Devon tersadar.

"Jangan sampai gue khilaf disini gara-gara bibir lo."

Hening. Suasana mendadak canggung setelah Devon mengatakan itu. Keduanya masih asik bergelut dengan pikirannya sendiri, menatap lalu lalang orang yang lewat di depan mereka.

DIARY DARA [Completed✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang