#1 ; kisah karin

494 105 40
                                    

Malam itu, pada pukul 10 malam, Karin tidur di dalam kamarnya yang kecil. Orang tuanya sudah tertidur di kamar mereka. Entah mengapa Karin terbangun dari tidurnya pukul 11 malam. Ia ingin ke toilet karena kebelet membuang air kecil. Ia yang masih sangat mengantuk, duduk di pinggir tempat tidurnya. Sedikit, ia mendengar suara langkah kaki dan gesekan benda di ruang dapur. Ruang dapur dan kamarnya bersebelahan. Karin beranjak dari tempat tidurnya lalu mengintip dari selah pintunya. Ia melihat ayahnya sedang meracik sesuatu di meja dapur, tetapi bukan sedang memasak. Pandangan yg aneh di tengah malam yang dirasa Karin. Ia tetap keluar kamar dan pergi ke toilet. Ayahnya bertanya, "Karin, kamu ngapain tengah malam belum tidur?. "
Ia menjawab, "Karin mau pipis yah." Ia mengucek matanya yang ngantuk lalu masuk kamar mandi.

Tak lama Karin kembali ke kamarnya dan kembali tidur. Sepuluh menit kamudian, Karin terbangun karena ia mendengar suara ibunya yang berteriak di kamar. Kamar Karin dan ortunya bersebrangan. Karin ketakutan. Ia duduk lalu memeluk kakinya. Ia menatap ke arah pintu kamarnya yang ternyata sudah ada api yang kian merambat ke arahnya. "Ayah, mami!! APIII! Karin takut!!" Karin semakin takut dan memejamkan matanya. Ia tak berani melihat api sehebat itu di kamarnya. Ayah Karin mendobrak kamar Karin dan berusaha menggendong Karin dan membawanya keluar. "Maafkan ayah, kelamaan selamatkan kamu nak. " Ayahnya menggendong Karin keluar dari kamarnya. "Ayah, mami tolong mami. " Karin menangis sambil terbatuk-batuk karena asap. "Iya ayah, tolong kok mami. " Saat mengantarkan Karin keluar kamar dan sesampainya mereka di ruang tamu (dimana ada pintu untuk keluar), ayahnya tersandung kaki meja. Karin ikut terjatuh dari gendongan ayahnya. "Karin kamu harus keluar. Biar ayah urus mami. Cepat!. " Perintah ayahnya, sambil menahan kesakitan di kakinya dan sesak nafas karena asap. Karin berusaha berdiri lalu berlari ke arah ayahnya dan mencoba membantu ayahnya berdiri. "Ayah ayo. " Tapi ayahnya menolak, "Sudahlah Karin. Cepat kamu keluar sebelum api semakin besar. " Karin menangis keras dan menggelengkan kepalanya. "Ayah, mami sudah gak ada teriakannya!!." Karin semakin kalang kabut dan berlari menuju kamar ibunya tetapi ayahnya menahannya. "Sudah, biar ayah. Kamu harus keluar dan panggil bantuan ya."

Karin bergegas keluar dan memanggil tetangganya. Saat para tetangganya berkumpul dan berusaha memadamkan api dan beberapa menolong ke dalam, Karin yang tidak sabar tiba-tiba berlari ke dalam rumahnya untuk menolong kedua orang tuanya. Tetangganya terlambat menahannya. Karin hilang arah, ia tak jelas melihat apapun di dalam rumah itu, ia merasa begitu panas, sesak nafas, bahkan ia sulit membuka matanya saking panasnya api itu. Ia berjalan mundur, tetapi ia salah. Kakinya menabrak lemari besar dibelakang badannya. Lemari yang hampir seluruhnya terbakar itu seketika jatuh menimpa badan Karin. Tak lama tetangganya ada yang menemukannya dan membawanya ke rumah sakit. Saat di ambulance, ia di periksa dan masih bernyawa. Hanya saja dokter di ambulance itu bilang jika tak segera ditangani bisa saja Karin kehilangan nyawanya.

Keesokan harinya, di sekolah SD Kartini, Revi seorang guru SD mengabsen satu per satu muridnya. Saat Karin disebut, hampir seluruh siswa menjawab "Karin koma, bu. " Revi kaget bukan main. Anak yang begitu baik dan ceria itu, tiba-tiba koma.

Siang hari pukul 12.00 dimana kelas sudah selesai. Revi bergegas menjenguk Karin. Ia berusaha menghubungi nomor orang tua Karin. Tak bisa dihubungi. Revi semakin curiga dengan apa yang terjadi.

Ia menemui Karin di rumah sakit. Ia hanya sendirian. Seketika Revi meneteskan air mata karena tak tega melihat kondisi tubuh anak kecil yang lugu itu. Tubuhnya penuh luka bakar dan dibantu alat bantu pernapasan. "Karin. Ini ibu, nak. " Revi membelai rambut Karin yang hampir setengahnya botak karena dilalap api. Kebetulan ada suster yang sedang lewat di depan kamar Karin. Revi memanggil dan menanyakan dimana orang tua Karin. Ia bingung mengapa disaat seperti ini, tidak ada orang tuanya untuk menjaga dan merawatnya. "Maaf bu, orang tua Karin sudah meninggal semalam tadi karena kebakaran dirumahnya. Kabarnya Pemakaman segera dilakukan, bu." Suster itu menuju kamar Karin untuk mengecek kondisi Karin. "Sus, apa Karin bisa sadar lagi?."

Suster itu mengangguk. "Tentu, bu. Asal ia selalu diajak bicara, interaksi dan jangan lupa didoakan. Saya permisi dulu ya, bu. " Revi tak berhenti menangis saat tau orang tua Karin sudah tiada. Ia tahu Karin anak tunggal dan ia sangat mencintai keluarga kecilnya. Revi mengelap air matanya, ia pun mengingat siapa yang akan melunasi biaya rawat Karin di rumah sakit. Ia bergegas keluar dan menuju loket. Ia menabrak seorang dokter yang berlainan arah dengannya. "Duh kalo jalan liat-liat dong. " Revi kaget dan kesal saat ia ditabrak orang tersebut. Ia melihat orang itu dengan sinis dan jutek.

Dua Malaikat Untuk KarinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang