Chapter 9

13.9K 2.6K 102
                                    

Happy reading!

Jangan lupa vote dan komennya yaaaaaa


*

Sachi membaca resume orang di depannya. Sachi memang membutuhkan pekerja paruh waktu untuk jam makan siang dan akhir pekan. Rasanya untuk menjadi pelayan tidak perlu repot sampai memberikan CV. Dilihat dari tahun lahirnya mereka berdua seusia, lebih tua Sachi beberapa bulan lebih tepatnya. 

"Kamu ... masih kuliah ya? Apa nggak ganggu kuliah nanti?"

"Oh untuk itu saya tidak memiliki jadwal di siang hari atau jam makan siang dan saya juga tidak aktif berorganisasi jadi saya selalu bisa untuk hadir di akhir pekan."

Sachi mengangguk paham. Seumur hidup dia belum pernah memperkerjakan seseorang. Ia terlalu antusias untuk mencari pekerja tapi belum siap akan tanggung jawab baru. Sachi memikirkan langkah selanjutnya. "Karena toko roti ini masih dalam skala kecil, kemungkinan untuk gaji tidak-"

"Ah, saya terima berapa pun gaji yang diberikan selama saya masih bisa makan minimal sehari sekali." 

Sachi sedikit terkejut atas jawaban tersebut. Sepertinya tidak ada yang perlu Sachi khawatirkan lagi. Ia mengulurkan tangannya dan disambut antusias oleh Arga. "Kamu bisa mulai berkerja besok ya, datang sebelum jam sebelas kalau bisa."

"Terima kasih banyak, Mbak."

"Tolong panggil saja dengan Sachi, kita seumuran, kok."

Sachi mengembalikan resume milik Arga. Ia juga memberikan sebungkus croissant untuk Arga bawa pulang. Sachi pun kembali ke aktifitas sehari-harinya. Seperti biasa, kakinya bergerak kian kemari mengelilingi meja-meja yang terisi penuh saat jam makan siang. Sachi harus mondar-mandir antara dapur-meja kasir atau sesekali ia membuatkan minuman untuk konsumen yang sudah menunggu. Lonceng pintu tak berhenti berbunyi, setelah satu konsumen keluar satu lagi hadir untuk membeli beberapa bungkus roti.

Saat pengunjung mulai kembali ke kantor masing-masing, tersisa beberapa mahasiswa yang mengerjakan sesuatu di laptop masing-masing. Suasana tidak lagi terlalu ramai. Sachi pun menggunakan kesempatan tersebut untuk ke belakang. 

Ia membuka pintu gudang kemudian mengganjalnya dengan sebuah bata agar tidak tertutup sempurna. Pintu gudangnya memang sudah rusak beberapa bulan terakhir, jika sampai tertutup ia tidak akan bisa keluar karena gagang pintu bagian dalam sudah terlepas.

Sachi mencari kardus yang berisikan celemek berwarna merah marun khas Mahajana yang seperti dikenakannya sekarang. Ia menarik sebuah celemek besar, masih ada pin yang bertuliskan manager yang artinya itu adalah peninggalan ayahnya. Sachi mengeluarkan pin tersebut lalu dikenakannya sendiri. Ia mengusap pin tersebut dengan kerinduan. Kini ia menampati posisi ayahnya terdahulu. Tanggung jawab yang akan Sachi jalankan dengan ikhlas. Ia berjanji untuk mempertahankan Mahajana sampai kapan pun.

Ia mengambil sebuah celemek peninggalan ayahnya dan memasukannya pada mesin cuci. Agar Arga bisa mengenakannya dalam kondisi bersih esok hari. Setelahnya Sachi kembali ke toko depan bertepatan dengan seorang pria berjas rapi melihat-lihat rak roti. 

"Ada yang bisa dibantu?" tawar Sachi melihat wajah bingung pria tersebut.

"Ah, anda pemilik toko roti ini?" Sachi mengangguk. "Saya dipesankan oleh bos saya untuk membeli kue dari sini. Tapi kami membutuhkannya untuk acara minggu depan."

"Acara kantor ya, Mas? Kira-kira dibutuhkan berapa banyak ya?"

Pria tersebut membuka sebuat buku catatan kecil dan mulai membicarakan harga dengan Sachi. Sachi jelas sangat menerima baik kesempatan tersebut. Baginya ini pertama kali, ia mempersiapkan banyak kue untuk sebuah acara. Sebuah langkah maju meskipun dia harus kehilangan jam tidur tetap akan Sachi laksanakan dengan penuh semangat. 

MAHAJANA (Spin Off MADA)Where stories live. Discover now