4

57 20 0
                                    

“Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan pula” – (QS. Ar-Rahman (55):60).

• • •

Rana menoleh ke samping kirinya dan dapat ia lihat, seorang perempuan berhijab panjang tengah tersenyum kepadanya.

"Eum saya," Rana tersenyum garing, pikirannya mendadak tidak bisa bekerja.

"Iya kenapa?" tanyanya ramah.

"Ah ini ka," Rana menyerahkan kertas pendaftaran yang diterima baik oleh perempuan itu. "Saya ingin bergabung di ekskul Rohis ka."

"Kamu serius ingin bergabung di ekskul kami?"

Rana sedikit bingung mendengar nada ragu yang terlontar dari kakak kelasnya. "Iya ka, saya serius."

"Alhamdulillah. Terima kasih karena mau bergabung di ekskul kami," tukasnya ceria. "Sebelumnya, perkenalkan. Nama saya Saras."

Rana membalas uluran tangan Saras. "Rana."

"Kalau kamu butuh sesuatu atau ada yang ingin ditanyakan. Kamu bisa datang ke kelasku di XII IPS 1," ujar Saras.

Rana mengangguk mengiyakan. Ia sangat senang karena Saras menerimanya dengan hangat dan baik. Ditambah juga, ia mendapat teman baru selain Raya.

"Dan untuk jadwal ekskul Rohis, diadakan di hari Kamis," lanjutnya.

-----

Adam yang melihat Rana dari kejauhan, terus mengeluarkan senyum dan decakan kagum. Ia tak henti-hentinya terus memuji Rana. Andai Rana tahu, bahwa sedari tadi Adam membuntuti Rana dari belakang.

"Oi Dam!" teriak Isa lantang.

"Syuttttt!" Adam menempelkan jari telunjuk di bibirnya, memberi isyarat untuk diam. "Berisik! Nggak usah teriak-teriak. Nanti gue ketahuan."

Isa menggaruk kepala belakangnya, bingung melihat perilaku Adam di atas sana. "Lo lagi ngapain?"

Kening Adam berkerut, ia tidak mengerti apa yang diucapkan Isa. Suara Isa sangat kecil, seperti orang yang mengajak semut berbicara. "Lo ngomong apa?"

"Lo lagi ngapain disana?" Isa sedikit membesarkan volumenya agar terdengar oleh Adam.

"Hah? Apa?" Adam memiringkan kepalanya berharap bisa mendengar suara Isa.

"LO LAGI NGAPAIN DUDUK DI ATAS POHON SEGALA HAH?!" habis sudah kesabaran Isa mengahadapi kelakuan Adam yang sedari tadi duduk di atas pohon tanpa bosan. Mana senyum-senyum sendiri lagi.

"Budek lo ye! Kan gue udah bilang jangan teriak!" Adam merasa panik sendiri. Pohon bergoyang tak karuan akibat Adam tidak bisa diam. Alhasil, ia jatuh dari pohon. Bruk!

Rana dan Saras yang mendengar suara seperti orang jatuh. Segera mengedarkan mata mencari sumber suara, tapi mereka tidak menemukan apapun. Hanya ada semak-semak tinggi menjulang yang bergoyang, dan pohon-pohon tinggi yang berjejer rapih.

Isa tertawa puas melihat Adam  terdampar di dekatnya. Sampai matanya mengeluarkan air, ini adalah momen langka dan harus di abadikan.

"Sial! Ini semua gara-gara lo tau!" maki Adam yang berusaha bangkit. Tulang punggungnya berdenyut sakit saat Adam hendak berdiri.

"Enak aja!" elak Isa dengan nada sewot. "Itu salah lo sendiri. Ngapain juga sok-sokan cosplay jadi mbak Kunti."

"Dan Kuntinya itu mirip lo!" balas Adam tak kalah sewot.

Adam segera mengambil tas yang ia lempar ke sembarang arah saat akan menaiki pohon. Melirik sekilas, Adam segera pergi dari sana. Meninggalkan Isa yang tengah terbengong mencerna ucapannya.

----

Berita tentang Adam yang mengajak Rana pacaran, langsung tersebar di kalangan para murid. Semua orang heboh membicarakan berita itu, sepertinya ini akan menjadi topik hangat untuk satu minggu ke depan, terutama di kalangan murid perempuan.

"Kamu nggak risih apa Ran? di gosipin setiap hari?" tanya Raya. Ia terus melototkan mata pada orang-orang yang menggosipkan Rana dengan suara yang sengaja di besarkan.

Rana berpikir sejenak untuk menjawab. "Biarin aja Ray. Nanti juga gosipnya hilang."

"Pakaiannya aja syar'i, tapi kelakuannya suka mainin cowok," cetus salah seorang siswi berdandan menor kepada Rana.

Sontak Raya mendekat, lalu menarik kerah bajunya. "Tau apa kamu tentang Rana?"

Rana dengan lembut menarik tangan Raya. "Udah Ray."

"Nggak bisa Ran. Mulut dia harus diberi pelajaran, biar nggak ngomong sembarangan lagi!" geram Raya.

Rana menggeleng, sorot matanya penuh permohonan agar Raya tidak melakukan hal seperti tadi, atau bahkan lebih. "Maaf atas tindakan Raya. Kamu nggak papakan?"

"Sok alim banget sih! Pura-pura sok baik di depan gue, biar apa?" ketus siswi yang ditarik kerahnya oleh Raya. "Haus pujian?"

"Daripada ngegibahin orang yang belum tentu beritanya bener! Mending kamu benerin dulu dandan kamu yang mirip kaya ondel-ondel deh," tutur Raya penuh dendam.

"Ray!" Rana menepuk-nepuk pundak Raya agar berhenti. "Tidak usah dendam, apalagi membalas perbuatan yang sama jahatnya. Jika kamu melakukan tindakan buruk itu, lalu apa bedanya kita dengan mereka?"

Raya tertunduk. Benar apa yang dikatakan Rana, jika ia membalas perbuatan mereka. Sama saja ia tidak ada bedanya dengan yang lain. "Kenapa kamu selalu baik ke orang-orang yang udah jahatin kamu si Ran?"

"Karena kita dianjurkan untuk berbuat baik kepada siapapun dan dimanapun," jawab Rana dengan lugas.

"Tetep aja, kamu harus bales perbuatan mereka agar mereka diem dan nggak ngejahatin kamu lagi," ucap Raya keras kepala.

Rana tetep menggeleng, menolak kata-kata yang Raya ucapkan. "Udah yuk Ray, kita ke kelas."

Cinta yang sebenarnyaWhere stories live. Discover now