2

71 20 7
                                    

Semilir angin sejuk di siang hari menerbangkan daun-daun yang berjatuhan. Rooftop sekolah memang sangat jarang di kunjungi karena para murid sangat malas menaiki anak tangga yang begitu banyak. Biasanya mereka lebih suka menghabiskan waktu di pinggir lapangan, kantin atau taman samping sekolah.

Berbeda dengan murid bernama Adam, ia lebih sering berdiam diri di rooftop. "Kenapa jantung gue berdetak kencang kalau liat wajahnya?" gumam Adam.

Pikirannya terus melayang-layang tentang kejadian kemarin. Hijab panjang yang berkibar karena angin, wajah cantik yang meneduhkan, serta warna mata Hazel kehijauan begitu sangat memikat untuk dilihat.

Seperti hamparan ladang hijau yang begitu indah dan luas tak berujung. Adam sendiri merasa tenang, bahkan rasa kegelisahan yang mendera dalam dirinya, hilang begitu saja ketika melihat matanya. Bagaikan obat, membuatnya menjadi candu.

"Awas kesambet!" ledek Isa, anak buah sekaligus sahabat Adam. "Bengongin apaan sih? Serius bener."

"Ngagetin aja Lo," kesal Adam seraya meninju bahu Isa yang baru duduk di sampingnya.

"Lagian lo bengong terus dari tadi. Sampe gak ngeh ada cowok ganteng di belakang lo," jelas Isa mencari pembelaan.

"Ngomong apa lo?! Coba ulangin lagi?" Adam mengorek-ngorek telinganya, berharap telinganya salah dengar.

"Ada cowok ganteng di samping lo!" teriak Isa menggelegar.

Adam diam tidak membalas perkataan Isa. Ia malas berdebat dengan Isa saat ini. Percuma, seorang Isa Ansori tidak akan pernah mau kalah berdebat. Kecuali di saat hal-hal tertentu.

"Lo percaya nggak sama cinta pandangan pertama?" cetus Adam kepada Isa yang sedang asik bermain game online di ponselnya.

"Hah?" Isa segera menjauhkan layar ponsel dari pandangannya. "Lo lagi suka sama orang?! Gua kira Lo belok!"

"Mulut lo pengen di jait ya?!" sentak Adam sambil menatap tajam ke arah Isa.

"Hehe canda belok." Isa memberikan tanda vis untuk berdamai. Ia jadi ngeri sendiri kalau mulutnya beneran di jahit. Ihhhh memikirkannya saja suskes membuatnya merinding.

"Gue percaya karena gue pernah ngalamin," bangga Isa seraya menepuk-nepuk dada bidangnya.

"Tapi, nggak semua cinta pertama itu indah," lanjutnya.

Adam mengernyitkan kening saat mendengar nada lirih yang keluar dari mulut Isa, meski samar.

"Emang lo lagi suka sama siapa?" tanya Isa memecahkan keheningan diantara mereka.

Adam menengadahkan wajah ke langit biru, seketika sinar matahari langsung menerpa permukaan kulit wajahnya. Perlahan kedua kelopak matanya tertutup rapat, sudut bibirnya membentuk lengkungan indah.

Bayang-bayang seorang gadis berhijab panjang, memenuhi pikirannya. Sampai Adam tidak mau membuka matanya.

"Ditanya malah tidur," gerutu Isa. "Gimana si lo."

"Entahlah, gue aja bingung. Perasaan gue ini suka atau suka." Adam merebahkan diri dengan kedua tangan sebagai bantalnya.

Isa mengrejapkan mata beberapa kali. Ini telinganya yang salah dengar atau Adam yang ngawur ngomong. "Suka atau suka? Apa bedanya oncom!"

------

"Ran!" Raya menyerahkan selembar kertas putih, tepat di depan wajah Rana yang sedang duduk di bangkunya.

Rana mendongkak untuk melihat wajah Raya dengan kedua alis yang saling bertautan. "Apa?"

"Coba baca dulu. Baru boleh tanya." Raya memaksa tangan Rana untuk memegang selembar kertas darinya.

Ekspresi Rana seketika rileks, ia segera membaca selembar kertas di tangannya. "Pendaftaran Ekstrakulikuler?"

Raya dengan semangat merubah arah bangkunya menjadi berhadapan dengan Rana. Jari telunjuknya, mengetuk-ngetuk permukaan meja tak sabaran. "Gimana?"

"Gimana apanya?" bingung Rana.

"Ya ampun Ran. Maksud aku, kamu mau ikut ekskul apa?" tanya Raya setengah greget atas kelemotan Rana.

Rana meletakan kertas di tangannya, ia baru ingat. Tadi pagi ada selembar kertas yang sama seperti Raya di mejanya. "Maksudnya ini?"

"Kamu dapat darimana? Aku kira kamu belum dapet." Raya merebut kertas yang baru dikeluarkan Rana dari tasnya.

"Aku juga nggak tau. Tiba-tiba kertasnya udah ada di atas meja aku tadi pagi," jelas Rana.

"Loh ko belum diisi?" cengo Raya.

"Aku bingung mau ikut ekskul apa," kikuk Rana.

Raya menepuk jidat. "Sama aku juga bingung. Belum ada yang cocok," keluhnya.

Rana memang belum memikirkannya. Apalagi setiap murid wajib memiliki satu kegiatan ekstrakulikuler dan untuk menjadi anggotanya, mereka bebas mau mengikuti saat kelas satu atau kelas dua untuk menjadi anggota resmi.

"Mungkin aku mau ikut-" ucapan Rana terpotong karena teriakan seseorang. Refleks Rana menolah ke arah sumber suara.

"Assalamualaikum, calon syurgaku!" teriak Adam dengan penuh percaya diri di depan pintu kelas Rana.

"Berisik!" tegur anak-anak kelas yang merasa terganggu dengan teriakan Adam.

"Yee kaga seru lo pada!" gerutu Adam. "Setidaknya, jawab salam dari gue ke!"

Rana segera memalingkan pandangan, enggan melihat wajah Adam. Hatinya berdegup tak karuan saat mendengar langkah kaki Adam yang semakin dekat ke arahnya.

Ia takut jika Adam membahas hal kemarin yang ingin ia lupakan dalam ingatannya.

"Lagi pada ngapain nih?" tanya Adam sok akrab.

Raya memicingkan mata ketika Adam merebut kertas di tangannya. "Jangan main rebut-rebut aja dong!"

"Lo nerima kertas kaya gini tadi pagi?" Adam mengembalikan kertas ke arah Raya, tanpa melihat wajah gadis itu yang tengah menahan kesal.

"Oh. Jadi kamu yang naruh kertas ini di atas meja Rana," celetuk Raya.

"Eh cewek aneh. Bisa diam nggak?" decak Adam yang sedikit risih dengan tingkah laku Raya.

"Apa lo bilang!" Raya menggebrak meja tidak terima disebut cewek aneh oleh Adam.

"Kamu mau ngapain ke sini?" akhirnya setelah lama terdiam, Rana memberanikan diri untuk bertanya. Sekaligus memotong kemarahan Rana yang siap meledak.

"Ngajak lo pacaran sama gue!" balas Adam frontal.

Spam next?!

Jangan lupa di vote!!

Cinta yang sebenarnyaWhere stories live. Discover now