𝙺𝚘𝚍𝚎 𝚍𝚊𝚗 𝙹𝚎𝚓𝚊𝚔 𝟸

742 156 205
                                    

Setelah kematian Chandra yang begitu tragis beberapa hari yang lalu, sekelompok siswa dari kelas XII-1 kembali dibuat terkejut atas kabar kematian dari salah satu teman sekelasnya.

Teressa Camelia Putri. Ditemukan tewas oleh tetangganya karena melihat pintu rumah gadis itu terbuka lebar. Alangkah terkejutnya mereka ketika menemukan seonggok mayat seorang siswa SMA yang tergeletak dengan darah yang banyak. Nasib Resa sama seperti Chandra, yakni dibunuh dengan cara ditusuk menggunakan senjata tajam.

Teman-teman dekat Resa datang untuk melihat prosesi pemakaman yang juga dihadiri oleh orang tuanya yang baru saja pulang dari luar kota. Betapa remuk dan hancurnya perasaan seorang orang tua yang melihat prosesi pemakaman anaknya sendiri, meninggal dengan cara yang tragis.

Agas menangis saat melihat tubuh sang kekasih sudah dikuburkan di liang lahar. Air matanya begitu deras mengalir, sekaligus dadanya yang begitu sesak membuatnya hampir kekurangan oksigen.

"Sabar ya, Gas ...," Tifani berusaha menenangkan Agas yang hampir kehilangan kontrol.

Bukan hanya Agas yang merasa kehilangan, teman-teman dekatnya juga merasakan hal yang sama. Mereka nampak berduka karena ditinggal oleh kedua temannya secara berturut-turut.

Keesokan harinya masih dengan suasana duka atas kematian Resa, Agas dan teman-teman dekat lainnya berkumpul di satu titik, tepatnya di rumah Gavin-karena letaknya strategis dan berada di tengah-tengah. Alasan mereka berkumpul di rumah Gavin ialah untuk membicarakan terkait kematian Resa dan Chandra. Menurut Agas, kedua temannya dibunuh oleh orang yang sama. Agas sempat memikirkan ini setelah pulang dari pemakaman Resa. Apa benar salah satu di antara kita yang sudah melakukan hal sekeji itu?

Semuanya sudah tiba di rumah Gavin, mereka langsung ke ruang tamu sesuai instruksi dari tuan rumah.

"Vin, beneran gak apa-apa kita ngomongin ini di rumah lo?" Tanya Leo sambil celingak-celinguk.

"Aman, bokap nyokap gue lagi keluar, mereka pulang malem."

"Nice!"

"Agas," panggil Tifani. Setelah memanggil beberapa kali, Agas yang mendalami galeri ponselnya dengan serius menoleh. Tifani mencium aroma misteri di udara, terutama melihat deretan selfie Resa yang memenuhi galeri Agas.

Agas tersadar dari lamunan, "Eh iya? Kenapa?" pertanyaannya memberi isyarat bahwa sesuatu mengganjal di benaknya.

"Gas, lo yakin mau ngomongin ini? Kayaknya kondisi lo agak-"

"Nggak apa-apa kok, ayo mulai aja," potong Agas dengan mantap.

Tifani dengan kehati-hatian mencoba memberi peringatan. Namun, Agas telah memutuskan untuk membuka pintu pembicaraan.

"Lo yakin?" tanya Tifani kembali.

Agas tetap mantap, "Iya, lo yang buka, Fan."

Aley mengacungkan tangannya sebelum Tifani membuka forum diskusi yang kali ini juga akan membahasa kematian Resa.

"Iya, Ley?"

"Ada yang mau gue sampein ke kalian, ini soal kematian Resa."

Semua nampak diam, mendengar nama orang yang sudah meninggal disebut oleh Aley.

"Orang yang bunuh Resa adalah orang yang sama dengan pembunuh Chandra."

Semua mata berkumpul pada Aley, tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Suasana menjadi tegang, dan raut wajah mereka mencerminkan keseriusan yang mendalam.

"Maksud lo?" Gavin angkat suara setelah terdiam begitu lama.

"Gue juga mikirnya begitu," ujar Agas yang langsung mengutarakan apa yang ada di pikirannya saat ini. Tidak, bahkan sudah ia pikirkan sejak meninggalkan makam Resa.

AKHIR 12 [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now