Namun, sepertinya keinginan mereka hanya angan belaka. Dirga dan Hayu sekali lagi ditawari untuk ikut kompetisi sains yang pesertanya terdiri dari dua orang tiap tim, dan sekolah jelas berniat mendaftarkan Dirga dan Hayu dalam kompetisi ini.

Hayu mendatangi Pak Anwar lalu mencium tangan gurunya. Beliau tersenyum sumringah melihat Hayu datang. "Gimana nak, sudah kalian putuskan mau ikut atau tidak?"

Hayu mengambil kursi yang ada di seberang ruangan lalu menariknya ke seberang meja Pak Anwar. "Dirga mau pak. Tapi katanya untuk yang kali ini biaya pendaftarannya akan dibayar Dirga saja jadi sekolah bisa mengalokasikan dana pendaftaran kompetisi untuk tim dari adik kelas." Jawab Hayu.

Pak Anwar semakin terlihat bahagia. "Wah kalau begitu saya makin senang. Boleh juga seperti itu. Kalau begitu nanti akan saya daftarkan kalian sama nanti adik kelas kalian ya. Lalu masalah transportasi dan akomodasi seperti biasa akan kami tanggung juga. Kalian kan sudah pasti akan menang." Tambah Pak Anwar.

Meskipun Pak Anwar mengatakan hal yang sudah pasti, Hayu tetap saja merasa terbebani. Ia bisa meyakini hal itu karena dia sudah tahu, seandainya Hayu mendadak goblok saat kompetisi berlangsung, Dirga akan turun tangan dan mengerjakan semua soal termasuk bagian soal yang seharusnya dikerjakan oleh Hayu. Otak sebenarnya dalam tim mereka adalah Dirga. Hayu bahkan tidak percaya Dirga itu nyata. 

"Iya pak, terima kasih." Jawab Hayu sambil beranjak berdiri.

"Oh iya, ini kisi-kisi materi kompetisi, kalian pelajari saja ya kalau ada yang perlu ditanyakan langsung tanya ke saya atau guru lain." Tambah Pak Anwar sambil memberikan beberapa lembar kertas kisi-kisi.

Hayu menerima kertas itu lalu membalikkan badan untuk mengembalikan kursi, tetapi napasnya tercekat kaget ketika melihat sosok nenek-nenek dengan wajah muram tepat di depannya.

"Hayu, kamu kenapa?"

Hayu menghirup udara lalu menghembuskannya sambil memejamkan mata. Ia menoleh pada gurunya lalu bergumam, "Tidak apa-apa pak, tadi teringan PR yang belum saya kerjakan saja." Jawab Hayu. Gadis itu lalu menarik kursinya sedikit ke arah lain menghindari sosok yang masih berdiri di tempat tadi. Pak Anwar mengawasi saat Hayu berjalan keluar ruang guru dengan langkah cepat dan pandangan yang tidak fokus.

Waktu sepulang sekolah biasanya tidak lantas membuat para murid langsung pulang. Seperti dugaannya Hayu menemukan Dirga sedang main basket dengan teman-temannya di lapangan yang ada di tengah sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler lain juga banyak berlangsung. Para pengurus OSIS juga terlihat berkumpul di ruangan mereka yang berada di sudut lapangan. Hayu menangkapati Liana sedang berkumpul dengan pengurus OSIS lain dan sedang memandanginya.

Hayu tersenyum canggung pada Liana lalu berjalan mendekat ke pinggir lapangan basket menunggu Dirga. Meskipun dia hanya menunggu, Hayu sudah lega karena berada di dekat Dirga membuat para sosok menjauh dari jangkauan pandangannya. Ia menunggu sekitar setengah jam sampai Dirga akhirnya berjalan minggir mendatanginya.

Hayu yang duduk dekat tas Dirga tersenyum padanya saat ia berjalan mendekat. "Gimana hasilnya?"

"Aku udah bilang Pak Anwar kita mau ikut kompetisi dengan uang pribadi, trus beliau bilang sekolah yang akan tanggung biaya transportasi dan hotelnya."

Dirga duduk di sebelah Hayu sambil minum dari botolnya. "Berarti kita jadi berangkat awal bulan depan kan? masih ada waktu tiga mingguan ya?"

"Iya ... ini aku bawa kisi-kisinya ..." 

"Tidak usah, buat kamu aja ..." Jawab Dirga sambil mendorong kertas itu kembali pada Hayu.

"Percaya diri sekali ya anda ..." Tungkas Hayu yang direspon dengan wajah percaya diri Dirga.

"Masih main?"

Dirga menggeleng, "Udah ... aku mau pulang."

"Tumben?" Tanya Hayu.

"Aku masih penasaran dengan lingkaran hitam yang aku lihat pagi ini." 

Hayu menghembuskan napas, "Ya, cari aja deh biar gak penasaran lagi."

Dirga tersenyum, "Mau ikut?"

"Ahhh, males kali Ga ... Ngapain cari masalah coba? Tiap hari aku udah stres ketemu yang aneh-aneh ..."

Sekelibatan hitam terbang menyeberangi lapangan basket di atas mereka. Dirga dan Hayu saling pandang, "Itu alasan kenapa aku ingin mencari itu ... Dia sudah mengikutiku sejak aku melihat lingkaran hitam pagi tadi."

Hayu ragu. "Tapi, apa itu tidak ... berbahaya?" Tanyanya sambil mengamati langit.

Sebelum sempat menjawab, percakapan keduanya diganggu oleh Liana yang datang karena mengikuti Yustas. Ekspresi Dirga mendadak datar melihat dua orang itu datang.

"Jadi Hayu, besok kamu mau lihat festival perayaan pernikahan keraton tidak?" Tanya Yustas yang membuat Hayu teringat kalau besok seluruh Nagaragung akan mengadakan festival untuk merayakan pernikahan Gusti Pangeran dua hari lalu.

Hayu menoleh ke arah Dirga, "Ah, maaf sepertinya aku tidak bisa ikut besok karena sudah ada janji dengan Dirga."

"Apa kalian lagi-lagi sok-sok an menjadi pemburu hantu?" Komentar Liana.

Dirga beranjak berdiri. "Bagus kalau begitu, bagaimana kalau besok kita semua melihat festival bersama lalu memburu hantu. Kalian kan tidak percaya hantu, jadi nggak akan takut kan?"

Ekspresi Yustas berubah serius, "Oke kalau begitu, besok pagi kita berkumpul untuk menonton festival lalu memburu hantu seperti katamu. Bill on me ..."

Hayu dan Liana hanya memperhatikan saat dua anak itu berdebat. Setelah Yustas selesai bicara, Dirga hanya mendengus pelan lalu meraih tasnya dan berjalan pergi. Hayu hanya bisa menghelai napas memikirkan besok.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Gate into the Unknown [END]Where stories live. Discover now