64. Bulan Madu bukan Transmigrasi

Start from the beginning
                                    

"Ya udah Frozen." Terpaksa banget dia.

"Nggak jadi, deh."

Mendesah Viano. "Yang normal aja, deh. Saya malu mau pakai tema macam-macam."

Iya juga, sih. Kebayang, dong, kalau Nesta dandan jadi Ana, masa Mas Cristoph-nya udah uzur.

"Klasik aja, ya. 'Kan, kemarin udah delete pesta kebun."

"Oke."

Satu masalah selesai. Step berikutnya, bahas honey moon.

"Mau di luar apa di dalam?" Viano pertanyaanya ambigu banget. Otak Nesta yang cuma sebesar kacang malah traveling ke mana-mana.

"Apanya?"

"Tempat. Mau di luar negeri apa dalam negeri?"

"Oh ...." Hampir saja Nesta pikir yang lain.

"Kalau ke Bali, mau?"

Berhubung Nesta belum tahu mana saja tempat yang bagus buat bulan madu, pilih menurut saja sama Viano.

"Mau aja."

"Ya sudah berarti Bali." Viano menandaskan.

Lanjut ke pembahasan berikutnya.

"Minggu depan, kita langsung ada pertemuan resmi antar orang tua. Kamu udah bilang, 'kan, sama ibu dan bapak?"

"Udah." Nesta mengangguk-angguk.

"Tanggal pernikahan sudah saya tentuin, tapi nanti kita bahas lagi sama orang tua," jelas Viano lagi.

Dia tipekal perfeksionis. Mengurus pernikahan sudah mirip urus tender jutaan dolar. Antara bangga dan engap-engapan Nesta mengimbanginya.

"Untuk ke depan, kamu tinggal istirahat, jaga kesehatan. Jangan buka sosmed dan nggak perlu sibuk balas komen mereka."

Nesta mengangguk.

Selesai urusan pernikahan mereka, Viano akan urus semua yang sibuk menghina. Masih diam karena untuk saat ini fokusnya adalah bisa sah dengan Nesta. Sampai nanti masih julid, Viano sudah siapkan pengacara untuk jerat mereka ke penjara.

"Jangan banyak pikiran, ya." Tiba-tiba Viano terkesan sangat lembut bicaranya. Nesta sampai terbengong-bengong.

"Saya nggak mau kamu sakit," tambahnya.

Aduhai, Emak! Si Nesta mau terbang rasanya.

*

"Nes itu calonmu beneran mau ajakin kawin?" Sarwani yang baru saja dikasih tahu kapan orang tua Viano mau datang malah ajak ribut.

Ragu amat, sih, anaknya hoki dapat Viano!

"Beneran, Pak. Minggu depan orang tuanya mau ke sini bawa seserahan sekalian lamaran resmi."

"Duh, Ibu butuh duit, Pak, buat ke salon. Malu, loh, sama calon besan!" Ningsih menyambar. Dari dapur dia ikut duduk di samping Sarwani.

"Bapak juga nih, beli batik baru. Masa besannya orang kaya, bajunya lusuh," katanya lagi.

Sarwani melirik Nesta.

"Nanti Nesta siapin uangnya."

Kalau cuma beli pakaian baru buat keluarganya ditambah biaya salon, tabungan Nesta masih cukup.

Yato, adik yang minta diloakin tahu-tahu menongolkan kepala di depan muka Nesta.

"Ntar mau bulan madu di mana?"

"Mau tau aja!" Nesta malas memberi tahunya.

Sarwani kok, jadi ikut penasaran. Ningsih pun sama.

"Iya, mau ke mana itu kamu nanti?"

Sumpah, ya, tadinya mau rahasia biar kejutan pulang-pulang sudah bawa hasil dua garis biru. Level kepo keluarga Nesta sudah paling atas, rupanya.

"Bali."

"Bali!" Yato memekik.

Apaan dia?

Dengar kata Bali, kenapa dia yang bahagia?

'Kan, yang mau nikah sama Viano, itu Nesta.

"Yato seumur hidup belum pernah ke Bali." Iler adiknya Nesta hampit menetes.

Si Dodol! Nesta yang sudah lahir duluan saja belum pernah ke Bali saking krisisnya ekonomi mereka.

"Bapak juga belum pernah ke Bali, Nes." Sarwani lagi mode sedih.

"Ibu juga, Nes." Ningsih ikut-ikutan.

Yato punya ide gila. "Ajak kita dong, Kak."

"Wih!" Nesta sampai gebrak meja. Tidak kira-kira, mau bulan madu masa rombongan.

Yato, ABG tengil pintar cari alasan. "Alah, nanti bisa pisah hotel. Janji nggak akan ganggu Kak Nesta."

"Boleh juga, itu!" Sarwani berbinar-binar.

"Iiih, bisa ke Bali kita, Pak." Ningsih semringah setengah mati sampai cubit gemas Sarwani.

Nesta belum setuju! Tolong ini, mah! Nesta mau bulan madu bukan transmigrasi.

Gagal ini!

Gagal ini!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





Arrogant vs Crazy Where stories live. Discover now