6. Enam

7 3 0
                                    

Sebelumnya saya mau mengucapkan terima kasih karena kalian mau baca cerita absurd ini. Maaf kalo alurnya gak nyambung atau penulisannya gak rapih, karena saya masih belajar.☺

----

"Lumayan masuk akal sih ...." Dito menatap langit-langit kafe, kepalanya ia angguk-anggukan.

Sesaat suasana hening.

"Eh, Dit, om Rio kemana? Tumben gak di sini?" tanya Nadin--menanyakan papanya Dito yang biasanya sering terlihat di kafe.

"Papa gue kerja, Din. Minggu kemarin ke luar kota," jelas Dito. Nadin hanya mengangguk pelan.

----

  Nadin duduk di tepi kasur. Hari ini terasa lebih bersemangat, entah apa faktornya, yang pasti awal di hari senin sekarang seperti tak akan ada rasa malas.

Bi Sri-- pembantu di rumah Nadin yang cuti beberapa minggu lalu karena anaknya sakit sudah pulang kembali, ia terlihat sedang menyapu lantai ruang utama, umurnya yang hampir memasuki kepala lima tak membuat Bu Sri pantang menyerah untuk menghidupi anaknya di kampung.

Lantunan musik yang diputar di ponsel Nadin terdengar menenangkan. Lagunya berjudul Rumpang, dari Nadin Amizah, lagu yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan para remaja, karena suara Nadinnya yang sangat mempunyai cirikhas.

Aku takut sepi,
Tapi yang lain tak berarti ...

Katanya mimpiku 'kan terwujud
Mereka lupa tentang mimpi buruk
Tentang kata maaf, sayang aku harus pergi ...

Mulut Nadin ikut menyanyi, mengikuti setiap lirik yang terdengar menenangkan itu.
Selain menyukai lagunya, Nadin juga menyukai penyanyinya karena nama dirinya dan si penyanyi sama. Sepasaran itukah namanya?

“Bi Sri!” Nadin berteriak seraya menuruni tangga, ia pun mematikan suara lagu di ponselnya.

“Iya Neng?” Sahut Bi Sri-- dengan panggilan khasnya-- Neng.

“Nadin berangkat dulu. Ah iya, semalam Mama pulang gak, Bi?” Bi Sri menggeleng pelan.

“Sejak Bibi pulang, Bibi belum liat Ibu,” jelasnya. Dela mengela nafas pelan, lalu mencium tangan Bi Sri.

“Nadin berangkat dulu! Assalamualaikum!” lalu Nadin berlari.

“Waalaikumsalam, Neng itu nasi gorengnya udah Bibi siapin di meja makan! Udah dibawa belum?!” langkah kaki Nadin berhenti, “buat Bibi aja! Nanti Nadin sarapan di kantin!”

----

“Yol, nanti antar gue ke guru-guru, ya? pinta Nadin sambil berjalan di koridor kelas.

“Guru-guru? Tumben, mau ngapain?” tanya Dela heran. Pasalnya sahabatnya ini tidak terikat dengan ekskul mana pun, bahkan tak terlalu dekat dengan para guru.

“Berubah,” Dela mengerti sekarang.

“Nanyain tugas lo yang bolong-bolong ya?” Nadin mengangguk.

Sepanjang jalan menuju kelas, dua sejoli itu tak henti mengobrol, banyak sekali yang mereka bahas. Mulai dari planning masa depan, sampai obrolan konyol yang tak masuk akal. Terkadang keduanya selabil itu, hari ini serius, besoknya sebaliknya.

DiverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang