이십삼

1.5K 181 3
                                    

Budayakan Vote & Comment

Sorry for typo

©Park_213

[291220]

Present...
.
.
.
.
.

🐥🐰
.
.
.
.
.

Jungkook melepaskan sabuk pengamannya lalu buru-buru turun saat melihat lampu rumah Jimin masih menyala. Awalnya dia tidak berniat mengunjungi Jimin malam ini karena sudah tengah malam. Tapi hatinya memaksa Jungkook mengemudikan mobil mewahnya ke arah rumah Jimin.

Sekarang sudah pukul dua belas lebih lima menit malam, dia harap dia hanya akan menjumpai Bibi Han yang mengatakan bahwa Jimin sudah tidur. Dia yakin jawaban itu bisa membuat hatinya tenang karena seharian ini saat dia bersama Jieun pikirannya tidak bisa lepas dari Park Jimin.

Jieun mengajaknya untuk mencari tempat tinggal sementara di Seoul. Wanita itu juga menahannya sampai larut karena ada banyak hal yang memang harus didengarkan dan dijelaskan wanita itu. Semua penjelasan Jieun tidak sepenuhnya bisa ia tangkap tapi setidaknya dia bisa menarik simpulannya. Alexander Chris, laki-laki sialan yang sudah merenggut Jieun waktu itu meninggalkan Jieun saat wanita itu mengalami keguguran akibat stres. Kini Jieun memintanya kembali.

Jungkook menangkap siluet Jimin saat berjalan ke depan rumah pemuda mungil itu. Rasa cemas seketika menyebar ke seluruh tubuhnya. Jungkook mempercepat langkah kakinya.

Tiba-tiba pintu terbuka. "Kau datang! Aku sudah menepati janjiku" seru Jimin langsung, ia tersenyum menampilkan bulan sabit indahnya berusaha untuk terlihat energik seperti biasa padahal ia sangat kelelahan. Jimin menyingkir sedikit membiarkan Jungkook masuk dan dia menutup pintu.

Jungkook mengerutkan keningnya, ia menatap Jimin bingung, "Janji? Janji apa?"

"Eh? I-itu...." Ah, Jungkook lupa soal makan malam ini. Rasa malu sekaligus kecewa menjalari hati Jimin. Kali ini dia merasa sangat bodoh dan idiot, apa hanya dia yang mengingatnya?

Jimin menelan ludahnya dan melanjutkan, "Memasakanmu makan malam. Kau tidak ingat?"

"Y-ya?" kelereng hitam Jungkook menyipit, ia diam sebentar teringat sesuatu lalu tiba-tiba menarik kedua tangan Jimin. Ditatapnya dengan nanar semua goresan dan plester di tangan pemuda mungil itu. Jungkook memejamkan matanya, seketika emosi menggerubungi dirinya. Dia sangat ingin marah. Tapi dia tidak boleh marah.

"Apa kau suka melihat plester-plester ini memenuhi kulit tanganmu? Kau...apa tidak bisa kau mengurus dirimu sendiri dengan benar? Apa tidak bisa menghindari segala hal yang bisa membuatmu terluka? Apa tidak bisa kau menjaga dirimu sendiri dengan baik? Apa kau tidak bisa berhenti melakukan hal-hal ceroboh yang bisa membahayakan dirimu? Apa...kau benar-benar sebodoh ini, hm?" suara Jungkook melemah perlahan. Matanya terasa panas, dia bisa merasakan bahunya yang bergerak naik turun dengan cepat tanda emosinya memuncak. Tiga detik kemudian dia melepaskan tangan Jimin, membiarkannya terkulai di sisi tubuh pemuda mungil itu.

Jimin mengerjap ketika menemukan udaranya, dia membuang wajahnya ke arah lain. Untuk kali pertama dia merasakan sakit ketika melihat kelereng hitam Jungkook. "Jika hal yang membuatku terluka adalah bersamamu, apa aku juga harus menjauhimu?"

Jungkook termenung mendengarnya. Dia tahu kenapa dia merasakan sesak yang memenuhi rongga dadanya. Dia tahu kenapa hatinya terasa sangat sakit melihat kebodohan yang dibuat pemuda mungil itu karena melukai dirinya sendiri. Dia sangat paham dengan perasaannya, tapi saat ini semuanya terasa kusut di tengah-tengahnya. Dia seperti sedang berdiri di jalan yang lurus lalu ketika sampai di tengahnya dia menadapati sebuah persimpangan yang sama sekali tidak diduga.

Because It's You [KM] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang