🍀VII : Aderida dan Ras Sayap (c)🍀

1K 290 81
                                    

Kami berteleportasi langsung ke jalan terbawah di Aderida, dekat anak tangga beton menuju landasan yang semeter lebih tinggi dari yang saat ini kami pijak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kami berteleportasi langsung ke jalan terbawah di Aderida, dekat anak tangga beton menuju landasan yang semeter lebih tinggi dari yang saat ini kami pijak. Udara panas dan kering di sini langsung membuatku ingin pulang merasakan AC Iredale.

Rumah-rumah disekitarku tidak lebih besar dari kos-kosan dengan dua ruangan. Beberapa rumah terpasang terpal dari kain katun merah yang diikat di tiang seberang rumah, seolah mereka sedang berbagi keteduhan.

Area sekitar cukup sepi dari orang-orang. Ada lima anak kecil sedang main kejar-kejaran, melintas di belakang kami, wajah kumal mereka dihias senyum sembari melontarkan tawa dan ejekan. Seorang ibu turun dari tangga dengan keranjang anyaman berisi kain di atas kepalanya, berjalan tanpa membuat keranjang itu goyah. Hanya mereka yang kami lihat.

"Lihat," kata Yoku, menunjuk ke depan dengan dagunya.

Mukutku menganga. Semakin kutatap ke atas, semakin aku tak percaya dengan jumlah rumah dan susunannya yang padat dan mengagumkan.

"Kalian sadar akan sesuatu tidak begitu melihat rumah-rumah dari bawah sampai ke atas?" lontar Yoku.

Aku menggeleng.

Kak Amma yang masih menatap ke atas menjawab. "Semakin dekat rumah penduduk dengan kastil perunggu Duke Ronin, semakin bagus modelnya dan semakin besar rumahnya."

Yoku tersenyum miring, bangga pada anak muridnya. "Sistem kasta di sini menyakitkan, loh. Ayo, kita tidak boleh diam berlama-lama. Semakin cepat kita beradaptasi tanpa meninggalkan jejak, semakin sedikit kemungkinan orang-orang menaruh perhatian yang merepotkan pada kita."

Aku tidak begitu mengerti maksudnya, tapi aku menurut saja.

Kami menyusuri jalan dengan menyipitkan mata dan tangan yang diluruskan di depan alis tuk menghalangi kesilauan terik matahari yang belum mencapai puncaknya. Dua kali naik tangga, kami pun memasuki area pasar yang lebih ramai, memenuhi sisi kanan-kiri jalan raya, dibangun dengan terpal atau kain yang diikat di tiang bambu.

Para pedagang yang bergaung mempromosikan barangnya, memeriahkan jalanan tandus. Ditambah suara dari musisi jalanan yang menabuh gendang dan memetik senar, sejenak alunannya membuatku teringat pada Mesir.

Mataku menyisir sekitar dari celah lalu lalang manusia. Ada perbedaan jelas antara kasta bawah dan para bangsawan Aderida. Kasta bawah memakai potongan pakaian sederhana mirip penduduk Nascombe, tetapi lebih lusuh. Di beberapa sisi rambut mereka bahkan terdapat tanah yang mengering. Sedangkan para bangsawannya memakai pakaian berbahan seperti yang kami pakai, tidak lupa ditambah perhiasan wajah atau perhiasan benda.

"Jangan bertukar pandang pada peminta-minta kalau kalian tidak ingin mereka merogoh isi kantong kalian," tegur Yoku dengan pelan pada kami.

Mataku seketika mengerling ke pria tua kurus berpakaian sederhana hitam pudar yang tertidur beralas tanah, di bawah terpal bolong yang menyiram cahaya panas langsung ke bagian wajahnya. Meskipun suhu dan sinar matahari sangat mengganggu, dia tetap tidur dengan pulas sembari menunggu ada uang yang masuk ke mangkuk tanah liat di depannya.

Forestesia | Putri, Peri dan Pengkhianat ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang