🍀XIII : Karma (c)🍀

778 211 12
                                    

Lofi menggerutu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Lofi menggerutu. "Aku gila untuk mengambil kembali alat teleportasi buatanku yang dibawa pergi anak bau kencur ini." Dia menunjuk Saga dengan pelototannya. "Alat itu masih di tengah proses peningkatan dan aku pinjamkan karena kupikir esoknya alat itu akan segera kembali. Ternyata alat itu dibawa pergi ke planet lain."

"Kami tau lokasi kamu dari GPS yang terinstal di alat teleportasi punya Lofi itu," timpal Kakak. "Aku lega bukan main pas Lofi bilang dia tau lokasi kalian."

Laki-laki kerdil itu tersenyum bangga. "Tidak ada alat yang tidak berguna kalau sudah ada di tanganku."

"GPS dalam alat teleportasi Lofi hanya terdeteksi selama sepuluh detik dalam sehari. Karena alatnya sudah memiliki sistem mandiri, alhasil Iredale tak dapat melacaknya dan Lofi tidak berpikir untuk membuat salinan sistem mandiri tersebut sebelum dibawa pergi sama Saga. Jadi, kami menyia-nyiakan tiga hari untuk benar-benar tau lokasi keberadaanmu." lontar Yoku. "Agaknya alat itu tidak begitu berguna, mekanik kerdil."

"Bicara soal alat, itu alat apa yang kamu rengkuh sejak tadi, Radit?" tanya Lofi.

Sepertinya telinga Lofi sudah tuli mendengar ejekan Yoku.

"Ah, benar juga." Radit memberikan piramida akumulator ke Lofi. "Coba periksa. Alat ini pasti buatan ilmuwan musuh yang kabur ketika misi di Aderida."

Si tukang mesin menerima alat itu dengan kedua tangannya setelah memberikan ponsel Android ke Yoku. "Jangan tekan layarnya. "

Yoku menghempas napas sambil merotasikan mata, menerima ponsel dan memegangnya dengan cukup hati-hati.

Aku tidak sangka tiga orang ini bisa bekerja sama. Meski mereka tampak keberatan.

"Kamu tau Karma di mana?" tanya Kakak.

"Mauna Loa. Yuan bilang dia lagi mengurus tim evakuasi di sana sebelum gunungnya meletus."

Sang putri mengerjap. "Gunungnya mau meletus?"

Aku mengangguk.

"Kamu yakin kamu tidak dibohongi sama mereka?"

"Mana mungkin, aku melihat beritanya di TV."

Dia dan Yoku bertukar tatap terkesan bingung.

"Mauna Loa itu gunung merapi terbesar, bukan? Kakak sempat dengar di siaran edukasi di TV."

"Iya," anggukku.

"Bukannya kalau gunung sebesar itu mau meletus, beritanya bisa sampai ke Indonesia?" tutur Kakak. "Tapi, sejak kemarin Kakak di Indonesia, Kakak gak lihat berita apa pun soal Mauna Loa ...."

Aku ingin mempertanyakan alasan kenapa Kakak berada di Indonesia sejak kemarin dan tidak menjemputku langsung. Namun, aku lebih terkalihkan ke inti pembicaraan.

" ... mungkin cuma tersiar di siaran berita luar negeri?" kataku. Toh, orang yang diwawancarai juga orang-orang lokal di Mauna Loa dan sekitar.

"Aku hanya lihat berita luar negeri. Berhubung kamu gak ada di Indonesia, jadi Kakak fokus sama berita dari luar."

Forestesia | Putri, Peri dan Pengkhianat ✓Where stories live. Discover now