🍀XIII : Karma (d)🍀

729 204 23
                                    

Yuan menunjukkan kekecewaan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Yuan menunjukkan kekecewaan. "Aku pikir kita teman, Na."

"Kita emang teman. Dan bakal terus begitu, meskipun kita punya pendapat yang beda. Ya, kan?" ujarku. "Sama kayak pas kita sekolah."

Dia mengangkat tangan, menyentuh alat segitiga di pelipisnya. "Falcon, bilang ke Ayah kalau Anna udah menolak."

Falcon?

Falcon itu ....

Mendadak Yuan mengambil tindakan cepat yang tak sempat pandanganku cerna. Tangannya terangkat, mengayunkan sesuatu yang berkilat di genggamannya ke arahku. Refleks kututup mata dengan takut, melangkah mundur dan lengan terangkat membarikade wajah sambil menjerit. Kemudian kudengar suara batuan kerikil yang bersinggungan selain suara kerikil yang kuinjak.

"Aku pikir kemampuan kamu udah tenang karena gak nunjukin apa-apa sejak tadi. Ternyata sudah otomatis, ya," katanya terkesan tak suka.

Aku lihat di depanku batu-batu kerikil berkumpul dan tersusun menjadi tembok tipis tak rata yang mendadak ada di antara aku dan Yuan.

Eh?

Aku tak tau apa yang Yuan lakukan karena tertutup tembok batu kerikil itu, tapi kakinya mengayun dari samping. Batuan kerikil dari sekitar kakiku melesat ke atas, menyatukan diri bak potongan puzzle dan membentengiku.

"Yuan—" Aku memekik singkat mendengar pukulan ke tembok kerikil di depan wajahku. "Berhenti! Kenapa kamu—"

Dia tidak menjawab dan terus memberikan perlawanan.

"YUAN!" lantangku karena takut.

Kita hanya berselisih pendapat seperti yang pernah terjadi sebelumnya, tapi dia tidak pernah sekalipun melontarkan sikap seperti ini.

Kenapa ....

Kita bersahabat, bukan?

Tubuhku gemetar. Langkahku goyah dan aku jatuh terduduk ke belakang. Tembok kerikil runtuh, jatuh serentak kembali ke tanah, menunjukkan Yuan yang tak tampak marah atau kesal, melainkan dingin dan tidak peduli, sambil menggenggam erat jarum suntik.

Pikiran burukku berkata alat suntik itu berisi obat bius.

Air mata jatuh dari mataku. "Yuan?"

"Ayahku itu segalanya buatku, Na." Nada suaranya bahkan tak terdengar seperti dia yang kukenal lagi. "Ayahku nyuruh aku jadi teman kamu, aku lakukan. Gak lebih dari itu. Dan sekarang, karena kamu lebih mau berteman sama orang yang ngelawan Ayah, aku gak perlu pura-pura jadi teman lagi."

Aku terdiam.

Ketika Yuan mengakui dirinya membohongiku tentang apa yang dia tau tentang identitas aslinya, identitas asliku, orang tua angkatku dan Kak Amma, aku pikir hanya itu kebohongan yang ada di antara kita.

Aku memaafkannya karena kami teman.

Sekarang ... Yuan bilang pertemanan kita juga bohong?

Terus, kepada siapa sekarang aku boleh bertumpu?

Forestesia | Putri, Peri dan Pengkhianat ✓Where stories live. Discover now