18. home

103 17 0
                                    

-;Elena

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-;Elena.

Waktu itu setelah lima hari kami berpisah, kami memutuskan untuk bertemu lagi untuk yang terakhir kalinya.

Kami tidak pergi kemana-mana, hanya kembali memyusuri jalan yang pernah kami lewati sebagai pasangan.

Aku memeluknya erat, sangat erat sampai rasanya tak ingin aku lepaskan lagi. Kami masih bicara selayaknya pasangan, seperti kami sebelum berpisah.

Aku coba lagi bicara padanya tentang kami, tapi dia tetap menolak.

Mungkin memang ini akhir dari kami.

Tidak, aku tidak menyerah sama sekali. Aku tidak menyerah pada Kenzo. Aku hanya menghargai pilihannya, aku hanya mencoba mengerti keadaannya.

Sejujurnya aku tidak pernah ingin menjadikan malam itu sebagai malam terakhir kami untuk bertemu, tapi Kenzo bilang begitu.

"Kamu cerita ke mama? mama ngomong ke aku nanyain soal kita" kata Kenzo

"Iya aku cerita, kamu marah?"

"Engga, gapapa kalau kamu cerita ke mama"

Malam itu benar-benar tidak ada batas diantara kami walau hubungan itu sudah terputus. Bahkan, bibir kami masih sempat menyatu malam itu.

Rindu, kecewa, sedih, senang dan sepi bercampur menjadi satu. Aku tak pernah benar-benar mengerti apa yang terjadi diantara aku dan dirinya.

Dirinya yang sangat aku cintai.

Aku harus mulai mandiri lagi, harus mulai terbiasa sendiri lagi. Entah butuh waktu berapa lama, hanya saja saat ini aku ingin merasakan peluknya lagi.

Malam itu turun hujan, kami meneduh di pinggir jalan.

"Bahkan langit aja nangis Na liat kita pisah."

"Iya,"

Ya, semesta bersedih hari itu begitu juga dengan aku. Kamu disampingku, tapi bukan lagi milikku.

Manusia lain mulai mentertawakan aku yang selalu membanggakan mu, manusia lain mulai menyerangku saat tau bahwa kamu sudah tidak bersamaku.

Hujan belum begitu reda, tapi kami memutuskan untuk berjalan dibawahnya, menikmati setiap tetes yang menyentuh raga.

Ditengah perjalanan pulang, aku menangis sambil memeluk Kenzo dari belakang.

Aku menangis lagi, untuknya.

"Gapapa Na, nangis aja, lepasin semuanya" kata Kenzo

Aku bersyukur hujan turun malam itu karena bisa menutupi air mataku, hanya aku, Kenzo dan Sang Pencipta yang tau bahwa aku menangis malam itu.

Entah aku salah lihat atau tidak, tapi aku melihat sebuah air mata yang tertahan dari Kenzo.

Jika benar saat itu kamu juga ingin menangis, maka salah jika kamu menahannya.

Aku tidak ingin malam itu berakhir, aku ingin terus bersamanya. Manusia itu adalah rumahku.

Kemana aku harus pergi, dan bagaimana aku harus menjauh darinya jika dia adalah rumahku? Tempat dimana aku melepaskan keluh kesah dan lelah ku.

Tempat ternyaman, dan aman.

Sesampainya di tempat biasa aku turun dan menatap Kenzo sebentar.

Air mataku benar-benar tidak tertahankan. Aku mengambil tangannya dan meletakkannya pada pipiku. Aku rasakan setiap sentuhan itu.

Mata Kenzo berkaca-kaca, tapi dia coba menahannya.

"Udah ya Na, jangan nangis lagi. Cukup di malam ini kamu nangis buat aku. Jangan nangisin aku lagi,"

Aku tidak bisa menjawab apapun karena memang aku tidak bisa memastikannya.

Dia bersiap dan pergi menjauh. Aku berjalan agar tidak terlihat olehnya. Sebelum sampai dirumah aku menangis lagi, aku terduduk di jalan, kakiku lemas.

Aku pernah berada diposisi ini, tiga kali dulu, aku pikir aku bisa melewatinya dengan baik dan ku pikir rasanya tidak akan terlalu sakit.

Namun, rasanya lebih sakit berkali-kali lipat dari sebelumnya.

Rumah kami kini menjadi reruntuhan bangunan, yang entah bisa di bangun kembali atau tidak.

Aku tidak bisa berharap banyak, tapi aku harap kamu kembali lagi Kenzo. Walau aku sakit, walau hati ini sakit karena kamu tinggalkan, mereka selalu menginginkan kamu lagi.

-)(-

Notes:

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Notes:

What is the meaning of home for you?
A place to return to, a place to rest your head to, or a family?
Everyone differ on their answers
But for me, home is where I feel like I am accepted without fear, dread, uneasiness, jitters, distress, qualm, agitations.

I have never had all of those.
Not until I saw him.

When I saw him,
With my two hazel irises; saw him striding happily to me
And when his lips curved into a beam of smiles,
It felt like home.

I was struck and beheaded with thousands of lighting bold,
Paralyzed me and made me stood, in awe
As my lips went agape at the kindness and warmth he showed me—
That showers me and loved
Loved—

No one ever loved me with that kind of fervency, intensity, and affection before
And he showed me a world I never knew,
That I was easy to love.
And he made sure that I was loved with earnest in his power,
He sings every words that I always long to hear.
With much gratefulness and in very rightly so,
He is, a home.

Ester Johana,
He is a home, that I can lay my head on, and something to cherish when the day turns doom and gloom. He's a home, my home.

[FierceLightning]

[FierceLightning]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
HOME | Siyeon Side ✔Where stories live. Discover now