Baikan

885 146 36
                                    


Akhirnya update juga hihihiihi

Malam itu ketika acara ulang tahun Samudra, Nabila pulang lebih dulu. Mengurung dirinya di dalam kamar sambil menangis. Salah tidak sih kalau Nabila bilang ia butuh pelarian untuk rasa sakitnya?

Oh, mungkin bukan cuma itu yang salah. Tapi juga perasaan Nabila terhadap Samudra yang seharusnya tidak pernah ada. Seharunya Nabila tidak perlu menguji Samudra dengan kehadiran Duta karena kenyataanya laki-laki itu sama sekali tidak peduli. Seharusnya Nabila tidak membawa Duta masuk ke dalam kehidupannya membiarkan ia merasa dicintai padahal Nabila hanya sedang bermain-main. Seharusnya Nabila tidak larut dalam permainannya sendiri, ikut merasa jatuh cinta sampai ia tidak tahu perasaan apa yang ia miliki untuk Duta juga untuk Samudra.

Atau sekalian saja, seharusnya Nabila tidak usah ada di dunia untuk merasakan perasaan tidak mengenakkan ini. Membuatnya merasa seperti penjahat dan membenci dirinya sendiri.

Gadis berambut lurus itu terduduk dipinggir ranjang, memeluk boneka teddy besarnya sambil menangis menyalahkan diri sendiri.

Dilantai, barang-barangnya berserakan. Buku-buku, bantal, boneka sampai dengan kosmetik dan pecahan kaca bertebaran disana. Seolah baru saja terjadi perang di kamar itu.
Bermenit-menit berlalu dengan suara tangisan sampai seseorang mengetuk pintu kamar Nabila.

"Buka pintunya Bil, aku bawa cemilan nih," seru seseorang dari luar.

"Apaan sih Bas? Siapa yang mau cemilan sih," pekik Nabila kesal. Ia meraih botol parfum yang tergeletak dilantai lalu melemparkan ke arah pintu. Menyebabkan bunyi berdentang yang cukup keras dan pecahan kaca lainnya yang bertaburan di lantai.

"Sana, pergi !" Usirnya.

"BIL !! KAMU BARUSAN LEMPAR APA?!" Bastian panik. Mencoba membuka pintu kamar Nabila, tapi tentu saja tidak bisa karena pintu dikunci dari dalam.

"BIL BUKA BIL!!" Nada suara Bastian terdengar gemetaran, ia menekan engsel pintu secara brutal.

"UDAHLAH BAS, NGAK USAH SOK PEDULI SAMA GUE. KALIAN SEMUANYA SEBENERNYA CAPEKAN HARUS SELALU NGURUS GUE?!!" Nabila memekik, diiringi dengan suara barang yang dilempar ke arah pintu. Berteriak dan memaki sekuat tenaga hingga ia lelah sendiri.

Gadis itu tampak berantakan terduduk dibelakang pintu, diantara pecahan kaca dan barang-barang yang berserakan sambil menangis memeluk lutut.

Saat itu dirumah tidak ada orang dan rasanya tidak memungkinkan bagi Bastian untuk menyampaikan hal ini diantara riuhnya acara ulang tahun Samudra. Maka dari itu, Bastian bertindak sendiri. Mencari kunci cadangan pintu kamar Nabila diantara banyaknya laci lemari di lantai satu.

Bastian ingat kalau Mama Nabila pernah memberi tahu mereka tentang kunci cadangan kamar Nabila yang bisa mereka pakai disaat saat genting. Saat-saat seperti sekarang ini khususnya.

Iya. Ini tentu saja ini bukan kali pertama Nabila bersikap seperti ini sampai orang tuanya mempersiapkan sesuatu untuk kemungkinan terburuk.

Ceritanya, sudah bertahun tahun silam. Sudah cukup lama namun masih membekas sangat dalam bagi Nabila juga bagi semuanya.

Daun pintu mengenai punggung Nabila saat Bastian membukanya dari luar. Gadis itu meringis, sedikit meringsut sambil memegangi punggungnya.

"ABIL!" Seru Bastian. Matanya membelalak panik, saat Nabila malah melengos menghindari tatapan matanya.

Bastian menghela Napas, duduk berjongkok dihadapan Nabila.
"Bil.. kok jadi gini sih?" Tanyanya lembut, berusaha untuk membuat Nabila merasa tenang walau sebenarnya gadis itu sama sekali tidak peduli. Tangannya berusaha meraih tangan Nabila yang ia sembunyikan dibelakang punggung. Tapi Nabila menolak, menepis tangan Bastian begitu saja.

Blue OrangeadeWhere stories live. Discover now