33. Bajingan Dari Susukan

1.7K 16 0
                                    

33. Bajingan dari Susukan

SATU 

Lelaki berpakaian merah itu berlari seperti dikejar setan. Dalam kegelapan malam  

tubuhnya beberapa kali membentur pohon, pakaiannya robek-robek terkait duri,  

bahkan kulitnya penuh dengan barut luka yang menjadi perih akibat teresap keringat.  

Namun semua itu tidak diperdulikannya. Dia lari terus sekencang yang bisa  

dilakukannya walau nafasnya mulai menyesak dan lidahnya terjulur-julur seperti  

anjing gila. Di tangan kirinya ada kantung kain. 

Sambil berlari dia berulang kali berpaling ke arah timur. Saat demi saat langit  

di jurusan itu tampak menjadi terang. Hal inilah yang agaknya ditakuti orang  

berpakaian merah itu. Sebentar-sebentar dari mulutnya terlontar kata-kata  

"Celaka.....! Celaka diriku! Tak mungkin aku mencapai tempat itu sebelum matahari  

terbit! Celaka! Mati....! Aku akan mati!" Orang ini berlari terus. Berusaha lebih  

kecang. Namun tenaganya hampir punah. Kedua kakinya seperti diberati batu besar.  

Beberapa kali dia terserandung jatuh tapi bangkit kembali dan berlari lagi. Berpaling  

kembali ke timur, langit di sana tampak semakin terang. 

"Celaka! Celaka diriku.....!" Sekali lagi dia tersungkur di tanah. Kantung kain  

yang dibawanya terlepas. Cepat-cepat benda ini diambilnya lalu dia bangkit dan lari  

lagi. 

Di pepohonan mulai terdengar kicau burung. Jalan mendaki yang dilaluinya  

mulai terang. Seperti ada semangat dan kekuatan baru dalam tubuh orang itu, dia  

mampu lari lebih kencang. Pondok kayu di ujung jalan yang mendaki itu, yang  

kelihatan di kejauhan, itulah yang seolah memberi kekuatan padanya. Akan tetapi  

maksudnya untuk mencapai pondok itu tidak pernah kesampaian. Ketika di timur  

matahari memancarkan cahayanya yang kuning kemerahan dan berangsur memutih,  

ketika rambasan cahaya sang surya ini menimpa tubuh orang yang berlari itu, kontan  

dari mulutnya terdengar suara jeritan. Sekujur tubuhnya seperti ditusuk ribuan jarum.  

Lalu seperti ada api yang memanggang. Tubuhnya mengepulkan asap. Dia menjerit  

lagi. Tapi masih berusaha lari. Sejarak lima belas langkah dari poneok kayu di ujung  

jalan mendaki, orang ini jatuh terguling. Sekali ini dia tak sanggup lagi untuk bangkit.  

Matanya membeliak. Kakinya melejang-lejang. Darah tampak mengucur dari telinga,  

hidung dan sela bibirnya. 

"Pangeran...... Pangeran....tol.....tolong aku....." Orang itu memanggil di  

antara suara erangannya. "Pangeran.......!" 

Tiba-tiba pintu pondok yang sejak tadi tertutup terpentang lebar. Sesosok  

tubuh berpakaian serba hitam dengan gambar matahari serta gunung di bagian dada  

dan berikat kepala merah keluar dai dalam pondok. Sesaat dia memandang pada lelaki  

yang melingkar di tanah, melejang-lejang sambil tiada hentinya mengerang. Si baju  

WIRO SABLENGWhere stories live. Discover now