Hidung Belang Berkipas Sakti
matahari bersinar terik membakar jagat. Pemuda berpakaian sederhana itu melangkah
menyusuri jalan berdebu. Di hadapan sebuah pintu gerbang yang dikawal oleh dua
orang prajurit bersenjatakan tombak dia berhenti. Sesaat dengan sepasang matanya
yang disipitkan diperhatikannya bangunan pintu gerbang yang kokoh itu. Lalu dia berpaling
pada salah seorang pengawal yang berdiri di situ.
"Apakah ini gedung kediaman Adipati Kebo Panaran?" bertanya si pemuda.
Pengawal yang ditanya tidak segera menjawab. Dia memandang penuh curiga, meneliti
pemuda itu dari kepala sampai ke kaki. Segera dia tahu kalau Si pemuda adalah seorang desa
yang baru saja turun ke kota.
Dengan sikap meremehkan pengawal itu menjawab.
"Betul. Kau ada keperluan apa orang desa?!"
"Aku ingin bertemu Adipati," jawab si pemuda.
"Ingin bertemu dengan Adipati Kebo Panaran? Heh...." Pengawal yang satu ini berpaling
pada kawannya. Lalu tertawa bergelak. "Sobat," katanya pada kawannya. "Kau dengar ucapan
pemuda ini?"
Prajurit yang satu ikut-ikutan tertawa dan berkata. "Sebelum kami muak melihatmu,
sebaiknya lekas pergi dari sini!"
"Tapi... aku ingin bertemu Adipati," sahut Si pemuda pula.
"Heh, memaksa rupanya. Apa maumu sebenarnya?!" prajurit pertama maju selangkah
sambil menggenggam tombaknya.
"Mau cari pekerjaan," jawab si pemuda tanpa ragu-ragu.
"Buset! Tak ada pekerjaan untuk manusia macammu di sini. Adipati sudah punya tukang
kebun. Sudah punya penjaga kuda...."
"Bukan pekerjaan macam begitu yang aku inginkan," memotong pemuda desa tadi.
"Ahai! Lalu pekerjaan macam apa yang kau inginkan? Jadi juru masak barangkali?!"
Sepasang mata pemuda itu semakin menyipit. Tiba-tiba dia tersenyum.
"Prajurit pengawal pintu!" kata pemuda itu dengan suara tandas. "Kau dengar baik-baik.
Namaku Dipasingara. Katakan pada Adipatimu bahwa aku datang untuk mencari pekerjaan!"
"Sekalipun namamu Bapak Moyang Setan aku tidak perduli. Menyingkir dari sini atau
batang tombak ini akan membuat kepalamu jadi benjol besar!"
Si pemuda masih saja tersenyum mendengar ancaman itu. Malah dia menyambuti dengan
ucapan: "Rupanya suasana di kota benar-benar harus memakai segala macam kekerasan.
Sobat, aku minta tolong padamu agar memberi tahu Adipati, kalau tidak.."
"Kalau tidak kau mau apa?" Si prajurit jadi berang.
"Aku terpaksa nyelonong sendiri masuk ke dalam gedung!"
"Pemuda desa kurang ajar! Kau betul-betul minta digebuk!"
Tombak besi di tangan pengawal pintu gerbang menyambar ke arah pemuda yang mengaku
bernama Dipasingara itu. Sesaat lagi pastilah remuk atau paling tidak benjol besar kepalanya.