SERIAL WIRO SABLENG
Mawar Merah Menuntut Balas
KARYA BASTIAN TITO
1
ANAK perempuan berumur delapan
tahun itu berlari-lari kecil sambil tiada
hentinya menyanyi. Di tangan
kanannya tergenggam lebih dari
selusin tangkai bunga yang baru
dipetiknya di dalam hutan. Saat itu
matahari pagi telah naik tinggi. Si
anak mempercepat larinya. Dia takut
kalau kalau orang tuanya mengetahui
bahwa dia telah pergi ke hutan lagi.
Tentu dia akan dilecut seperti
kemarin.
Baru saja dia memasuki jalan kecil yang akan menuju keperkampungan, anak perempuan ini
dikejutkan oleh derap kaki kuda yang banyak dan riuh sekali. Dia tak ingin mendapat celaka
diterjang kaki-kaki kuda. Cepat-cepat dia menepi dan berlindung di balik sebatang pohon.
Tak lama kemudian serombongan penunggang kuda lewat dengan cepat. Si anak tak tahu
berapa jumlah mereka semuanya, tapi yang jelas amat banyak dan semua berpakaian serba hitam,
rata-rata memelihara kumis melintang serta cambang bawuk yang lebat. Tampang-tampang
mereka buas bengis. Dan masing-masing membawa sebilah golok besar di pinggang. Meski
rombongan penunggang kuda itu telah berlalu jauh namun debu jalanan masih beterbangan
menutupi pemandangan. Setelah debu itu sirna barulah si anak keluar dari balik pohon dan berlari
sepanjangjalan menuju ke kampungnya.
Kampung itu terletak di sebuah lembah subur yang dialiri sungai kecil berair jernih. Sekeliling
perkampungan terbentang sawah ladang yang luas. Saat itu padi tengah menguning hingga
kemanapun mata memandang warna keemasan yang kelihatan.
Anak perempuan itu terus lari. Dia harus lewat kebun di belakang rumah agar tidak kelihatan
oleh orang tuanya. Kemudian dia akan masuk ke dalam kamar dan menyembunyikan bunga-bunga
itu dibawah kolong tempat tidur. Kemudiannya lagi .... SERIAL WIRO SABLENG
Mawar Merah Menuntut Balas
KARYA
BASTIAN TITO
2
Jalan pikiran si kecil itu terhenti dengan serta sewaktu dari arah kampungnya terdengar suara
hiruk pikuk. Suara itu bercampur aduk. Ada suara ringkikan kuda, suara teriakan orang laki-laki,
pekik jerit orang-orang perempuan dan anak-anak, lalu suara beradunya senjata yang sekali-kali
diseling oleh suara ringkik kuda yang membuat kecutnya hati anak perempuan itu.
Ada apakah di kampung? Begitu si anak berpikir. Hatinya yang kecut membuat larinya