WIRO SABLENG
PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212
Karya: BASTIAN TITO
TIGA SETAN DARAH DAN CAMBUK API ANGIN
SATU
PEMUDA baju biru itu berdiri dengan gagahnya di puncak
bukit. Angin dari timur bertiup melambai-lambaikan rambutnya yang
gondrong menjela bahu. Sepasang matanya sejak tadi hampir tiada
berkesip memandang lekat-lekat ke arah utara di mana berdiri
dengan megahnya pintu gerbang Kotaraja.
Sudah hampir setengah hari dia berada di puncak bukit itu.
Sudah jemu dan letih matanya memandang terus-terusan ke arah
pintu gerbang. Namun manusia-manusia yang ditunggunya belum
juga kelihatan muncul.
Sebetulnya dia bisa menuruni bukit itu dan langsung
memasuki Kotaraja. Tapi dia ingat pesan gurunya, di Kotaraja penuh
dengan hulubalang-hulubalang Baginda, bahkan tokoh-tokoh silat
kelas satu pentolan-pentolan Istana, banyak orang sakti berilmu
tinggi sehingga menyelesaikan perhitungan di dalam Kotaraja sama
saja mencemplungkan diri ke dalam jebakan dimana dia tak mungkin
lagi akan keluar. Kalaupun ada jalan ke luar maka itu ialah jalan
kepada kematian!
Dia menunggu lagi.
Sekali-sekali dia memandang ke jurusan lain untuk
menghilangkan kejemuan dan kelesuan matanya. Kemudian bila dia
memandang pada dirinya sendiri, memperhatikan tangan kirinya
yang buntung sebatas siku maka disaat itu ingatlah dia akan ucapan
gurunya sewaktu dia hendak meninggalkan pertapaan.
"Hari ini kuperbolehkan kau meninggalkan tempat ini,
Pranajaya. Tapi kelak dikemudian hari kau musti kembali kemari
untuk menuntut satu ilmu baru yang sekarang ini kugodok. Kau
pergi dari sini dan musti berhasil mencari ketiga manusia yang telah
membunuh kau punya bapak.... Tempo hari aku sudah pernah
terangkan. Kau masih ingat siapa nama julukan ketiga manusia itu?"
"Mereka adalah Tiga Setan Darah, guru," jawab Pranajaya.
"Betul," kata sang guru. "Ketiganya berada di Kotaraja. Sudah
sejak lama kuketahui hidup di sana sabagai bergundal-bergundalnya
Baginda. Tapi ingat Prana! Sekali-kali jangan selesaikan perhitunganmu
dengan mereka di dalam Kotaraja. Itu barbahaya besar karena Kotaraja
penuh dengan tokoh-tokoh silat kelas satu yang menjadi kaki tangan
Baginda..."
"Dengan bekal ilmu yang guru, wariskan serta pedang Ekasakti
yang guru berikan tak satu lawanpun yang saya takutkan di atas bumi