07. Tiga Setan Darah dan Cambuk Api Angin

3.6K 19 2
                                    

WIRO SABLENG 

PENDEKAR KAPAK MAUT NAGA GENI 212 

Karya: BASTIAN TITO 

TIGA SETAN DARAH DAN CAMBUK API ANGIN 

SATU 

PEMUDA baju biru itu berdiri dengan gagahnya di puncak 

bukit. Angin dari timur bertiup melambai-lambaikan rambutnya yang 

gondrong menjela bahu. Sepasang matanya sejak tadi hampir tiada 

berkesip memandang lekat-lekat ke arah utara di mana berdiri 

dengan megahnya pintu gerbang Kotaraja. 

Sudah hampir setengah hari dia berada di puncak bukit itu. 

Sudah jemu dan letih matanya memandang terus-terusan ke arah 

pintu gerbang. Namun manusia-manusia yang ditunggunya belum 

juga kelihatan muncul. 

Sebetulnya dia bisa menuruni bukit itu dan langsung 

memasuki Kotaraja. Tapi dia ingat pesan gurunya, di Kotaraja penuh 

dengan hulubalang-hulubalang Baginda, bahkan tokoh-tokoh silat 

kelas satu pentolan-pentolan Istana, banyak orang sakti berilmu 

tinggi sehingga menyelesaikan perhitungan di dalam Kotaraja sama 

saja mencemplungkan diri ke dalam jebakan dimana dia tak mungkin 

lagi akan keluar. Kalaupun ada jalan ke luar maka itu ialah jalan 

kepada kematian! 

Dia menunggu lagi. 

Sekali-sekali dia memandang ke jurusan lain untuk 

menghilangkan kejemuan dan kelesuan matanya. Kemudian bila dia 

memandang pada dirinya sendiri, memperhatikan tangan kirinya 

yang buntung sebatas siku maka disaat itu ingatlah dia akan ucapan 

gurunya sewaktu dia hendak meninggalkan pertapaan. 

"Hari ini kuperbolehkan kau meninggalkan tempat ini, 

Pranajaya. Tapi kelak dikemudian hari kau musti kembali kemari 

untuk menuntut satu ilmu baru yang sekarang ini kugodok. Kau 

pergi dari sini dan musti berhasil mencari ketiga manusia yang telah 

membunuh kau punya bapak.... Tempo hari aku sudah pernah 

terangkan. Kau masih ingat siapa nama julukan ketiga manusia itu?" 

"Mereka adalah Tiga Setan Darah, guru," jawab Pranajaya. 

"Betul," kata sang guru. "Ketiganya berada di Kotaraja. Sudah 

sejak lama kuketahui hidup di sana sabagai bergundal-bergundalnya 

Baginda. Tapi ingat Prana! Sekali-kali jangan selesaikan perhitunganmu 

dengan mereka di dalam Kotaraja. Itu barbahaya besar karena Kotaraja 

penuh dengan tokoh-tokoh silat kelas satu yang menjadi kaki tangan 

Baginda..." 

"Dengan bekal ilmu yang guru, wariskan serta pedang Ekasakti 

yang guru berikan tak satu lawanpun yang saya takutkan di atas bumi 

WIRO SABLENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang