22. Pendekar Dari Gunung Naga

Mulai dari awal
                                    

kali dia memejamkan matanya, dibuka kembali, di- 

pejamkan lagi, dibuka lagi. Ketika dia membuka 

sepasang matanya untuk yang kesekian kalinya, 

dilihatnya bayangan hitam mendesak bayangan pu- 

tih dan tahu-tahu satu tendangan dahsyat dilancar- 

kan oleh sosok tubuh bayangan hitam. Tapi bayang- 

an putih dapat mengelak. Tendangan maut itu tak 

sengaja terus melabrak kepala kerbau yang ditung- 

gangi anak tadi. 

Terdengar lenguhan keras. Kerbau besar itu 

mencelat sampai beberapa tombak, angsrok di ta- 

nah, mati dengan kepala pecah. Anak lelaki tadi 

terpelanting dan nyangsrang dalam semak-semak. 

Pakaiannya habis koyak-koyak dan kulitnya baret 

luka-luka. Tapi suling Kesayangannya masih ter- 

genggam di tangan kanannya. Dengan susah payah 

dia keluar dari semak-semak itu sambil mengomel 

marah ketika mengetahui apa yang terjadi dengan 

kerbau tunggangannya. 

Di depan sana akibat kejadian yang tak di- 

sangka-sangka itu, dua orang yang tadi berkelahi 

mati-matian sama melompat mundur. Perkelahian 

terhenti dan keduanya memandang ke arah si bocah 

dan kerbaunya. 

Kini barulah anak lelaki itu dapat melihat dengan 

jelas sosok tubuh dan tampak kedua bayangan hitam 

dan putih tadi. 

Di depan sebelah kanan tegak seorang kakek- 

kakek berjubah hitam berkepala botak plontos yang 

kilat-kilat ditimpa sinar matahari. Sepasang alisnya 

tebal, kumisnya jarang tapi tebal-tebal dan panjang. 

Tampangnya persis seperti anjing air! 

Di sebelah kiri berdiri pula seorang kakek-kakek 

berpakaian putih. Rambutnya panjang putih meriap 

bahu. Dia memelihara kumis serta janggut lebat yang 

juga berwana putih. Sepasang matanya meman- 

dang tajam pada bocah yang memegang suling 

sedang kulit keningnya berkerut seolah-olah dia 

tengah memikirkan sesuatu. 

Meskipun tadi hanya melihat bayangannya saja. 

namun bocah pengembara itu yakin kakek berjubah 

hitam itulah yang telah melepaskan tendangan hing- 

ga mematikan kerbaunya. Bocah ini memang mem- 

punyai dasar watak yang berani. Dengan mata me- 

lotot dan air muka menunjukkan kemarahan dia 

membentak pada kakek jubah hitam : 

"Tua bangka botak! Kau telah membunuh ker- 

bauku! Aku pasti akan dirajam oleh majikanku! Kau 

WIRO SABLENGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang