1. Insomnia

4.1K 228 57
                                    

Toko obat itu berada di antara dua bangunan flat di daerah pinggiran kota, wilayah kumuh di mana ketika malam anak-anak muda yang menghuni wilayah itu meninggalkan rumah dengan berbagai maksud; madat di rumah rekan yang lebih dewasa, bergerombol bersama teman geng dan merencanakan perampokan kecil-kecilan di mini-market, atau sekedar bersembunyi di bayangan sudut-sudut gelap lalu mabuk-mabukan minuman keras dan obat-obatan.

Di antara kedua bangunan merah berlantai lima itu, toko berlantai satu itu nampak mencolok. Dindingnya berwarna merah bata, sama seperti bangunan-bangunan lain di tempat itu, namun terlihat masih baru. Hanya ada satu jendela kaca yang cukup besar—menampilkan bagian dalam apotek yang sepi. Tulisan di plang di bagian atas bangunan terlihat jelas berkat lampu yang sengaja dipasang mengarah ke plang nama: "Apotek Saltman". Nama yang tidak wajar, mungkin setidak wajar keberadaan apotek itu sendiri.

Henry Griffith berdiri di seberang jalan, menelan ludah. Dia sudah berdiri di sana sejak kira-kira lima menit lalu, merasa ragu-ragu sendiri pada keputusannya untuk datang ke tempat suram ini. Apotek yang menjadi tujuan awalnya hanya beberapa meter di depannya, dan justru di saat tujuan sudah berada di depan mata seperti inilah biasanya orang justru meragukan keputusannya.

Laki-laki itu menggaruk dagunya yang sudah waktunya dicukur. Dengan gugup dia mengeluarkan ponselnya, melihat kembali pesan singkat dari salah seorang temannya yang berisi panduan arah menuju "Apotek Saltman". Ya, tempatnya memang ini. Henry sudah mengikuti petunjuk dari temannya dengan seksama.

Henry pertama kali mendengar tentang tempat ini dari salah seorang temannya yang tiba-tiba mengangkat topik tentang "desas-desus" yang sedang hangat. Selain urban legend tentang penampakan makhluk halus di lokasi-lokasi kecelakaan atau tempat favorit bunuh diri, muncullah cerita tentang "toko obat yang memungkinkan keinginanmu dikabulkan". Itu sesuatu yang aneh, bahkan untuk Henry yang seorang gamer. Bagaimana sebuah apotek dapat menjadi urban legend?

Penasaran, Henry mencari di internet. Hasilnya mencengangkan.

Seluruh hasil pencarian yang dimunculkan di halaman awal berupa posting-posting forum dan blog, semuanya menyatakan bahwa toko obat itu benar-benar ada. Semuanya mencantumkan foto lokasi, namun hanya segelintir yang benar-benar menyatakan bahwa apotek itu menjual obat yang tidak lazim.

Sekarang, setelah dipikir-pikir lagi, Henry jadi tidak paham kenapa dia memutuskan untuk membuktikan sendiri kebenaran dari urban legend mengenai apotek ini.

Satu tarikan napas panjang dan Henry pun menyeberangi jalan kemudian masuk ke dalam apotek.

Bagian dalam Apotek Saltman beraroma zat kimia. Dinding dan lantainya berwarna putih, terlihat menyilaukan di bawah siraman cahaya lampu neon putih setelah berada di kesuraman di luar sana. Seorang pria botak berkacamata—bajunya pun putih seperti dokter atau apoteker di rumah sakit—duduk di atas kursi tinggi di balik etalase, sedang mengisi teka-teki silang di koran sore. Berbagai jenis obat-obatan ringan dan vitamin mengisi etalase (hei, tapi Henry yakin dia melihat ada permen juga di sana; permen pelega tenggorokan dan lolipop). Lebih banyak obat dengan nama asing di lemari kaca di belakangnya, berselang-seling dengan masker dan, ehm, alat kesehatan "lain".

"Selamat malam. Ada yang bisa saya bantu?" tanya si pria tua botak. Suaranya agak serak, membuat Henry ingin berdeham melegakan tenggorokan padahal bukan dia yang suaranya serak.

Ini pertanyaan yang fatal. Henry sudah menyiapkan diri untuk sambutan semacam ini, tapi ketika akhirnya dia benar-benar ditanya, jawabannya lenyap seperti diculik alien.

"Ah, anu ... Aku mendengar tempat ini dari temanku ..."

Si pria botak menatap Henry dari atas bingkai kacamatanya. Henry makin gugup dan mengalihkan pandangan ke etalase. Sialnya, pandangan matanya malah mendarat tepat di atas beberapa pak alat kontrasepsi.

NaClTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang