3. Mother

2.1K 187 71
                                    

Saltman melipat koran sore, lalu menyadari bahwa saat ini sudah jamnya apotek tutup. Pria botak itu menarik tali-tali tirai, hingga bilah-bilahnya menutup. Mengingat tingginya angka vandalisme di daerah pinggiran kota seperti ini, sebenarnya tirai saja tidak cukup melindungi kaca jendela lebar itu dari lemparan bata pemabuk atau perampok. Saltman hanya percaya bahwa si kembar telah melakukan sesuatu pada kaca jendela itu hingga tidak ada lemparan batu atau tembakan peluru mampu menembusnya.

Si kembar. Nate dan Chloe.

Saltman menghela napas panjang memikirkan kedua nama tersebut. Ia mematikan lampu setelah mengunci pintu rapat-rapat dan membalik tanda yang digantung di pintu hingga tulisan “TUTUP” menghadap ke luar. Kemudian lelaki botak itu membuka satu-satunya pintu lain di dalam ruangan. Alih-alih terkuak menampakkan serangkaian anak tangga menuju ruang bawah tanah, apa yang di balik pintu adalah ruangan besar yang dibagi sedemikian rupa dengan sekat-sekat hingga terlihat seperti terdiri atas beberapa ruangan; ruang tamu sekaligus ruang duduk dan ruang istirahat, dapur sekaligus ruang makan, dan kamar mandi sempit di bagian terujung.

Panci di atas kompor gas di dapur masih hangat ketika Saltman membuka tutupnya. Saltman menemukan kari kental berisi sayuran dan daging di dalam panci. Menoleh ke meja sempit di dapur, penanak nasi otomatis sudah tercolok dan sudah berisi nasi matang. Saltman menggumamkan terima kasih, lalu seotomatis robot yang diprogram, pergi mengambil piring dan gelas, menyajikan makan malam untuk dirinya sendiri.

Sudah berapa lama dia hidup seperti ini? Saltman mulai merasakan kemonotonan dalam hidupnya. Bukannya dia tidak bersyukur karena telah melihat begitu banyak hal selama masa hidupnya yang panjang, yang sebentar lagi memasuki usia seratusan tahun semenjak pertama kali ia meminum Ramuan Kehidupan. Hanya saja … banyak pertanyaan yang mengusiknya belakangan ini.

Mungkin sudah semestinya aku merasakan kejenuhan, kebosanan, bahkan kebingungan dan kebimbangan, pikir Saltman, menyantap makan malamnya pelan-pelan. Mungkin hidup abadi tidak cocok dengan jaman modern seperti sekarang ini.

Saltman mengangkat alis.

Kari buatan si kembar enak.

==++==

Meskipun status kepemilikan Apotek Saltman ada di bawah si kembar, Saltman adalah orang yang mengurus segala sesuatunya, mulai dari membersihkan apotek, membuka apotek, menjadi penjaganya, bahkan merelakan namanya dipakai untuk nama apotek ini. Ada banyak alasan untuk itu.

Saltman memanaskan kari sisa makan malamnya sebagai sarapan (dan sebenarnya untuk makan siang juga mengingat berapa banyak kari yang dibuatkan si kembar untuk Saltman). Ia menyantapnya dalam diam, lalu berganti pakaian, dan membuka apotek.

Apotek Saltman buka pukul sembilan pagi.

Dua orang petugas polisi mengetuk pintu depan apotek tak lama setelah Saltman membuka tirai-tirai. Kadang-kadang memang ada pengunjung yang datang sebelum apotek buka, tapi biasanya bukan polisi …

“Selamat pagi,” sapa sang petugas; seorang lelaki bertubuh tebal—Saltman tidak dapat menyebutnya “gemuk”, tidak terlalu cocok meskipun badan sang petugas tidak kurus—yang mengenakan jaket kulit imitasi.

“Selamat pagi,” balas Saltman. Dia menambahkan dengan kaku, “Ada yang bisa saya bantu?”

“Kami dari kepolisian,” kata si petugas, menunjukkan lencana sebagai bukti identitasnya; nyaris mengabaikan total kalimat Saltman setelah sapaan balik. “Jika Anda berkenan, kami ingin menanyakan beberapa pertanyaan kepada Anda. Sebelum toko buka setidaknya.”

“Oh, ya, ya.” Saltman mundur beberapa langkah, memberi ruang untuk kedua petugas. “Masuklah.”

Saltman menutup pintu, tanpa membalik tanda “Buka”/”Tutup” yang tergantung di pintu. Seandainya saja dia boleh menolak, dia pasti tidak mengijinkan kedua polisi itu masuk. Tapi Saltman tidak punya pilihan jika berhadapan dengan aparat penegak hukum. Orang benar tidak punya banyak pilihan jika berhadapan dengan polisi, orang jahat yang punya banyak pilihan.

NaClTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang