10. Old Teacher

985 145 47
                                    


Saltman merasa ada yang memanggil namanya.

Panggilan itu terdengar samar. Saltman menegakkan punggung dan memasang telinga baik-baik.

Entah sudah berapa lama Saltman terjebak di dalam ruang bawah tanah yang tak terhubung ke mana pun ini. Ia mengenakan jam tangan, tapi setelah dua kali tidur, Saltman kehilangan arah apakah saat ini jam satu siang atau jam satu dini hari. Tidak ada matahari yang bisa ia gunakan untuk memastikan. Saltman akhirnya beraktivitas mengikuti jam biologisnya, meskipun tidak banyak yang bisa ia lakukan saat ini. Ilmu alkimia dan sedikit sihir praktis yang diketahui Saltman tak berguna dalam situasinya saat ini. Selain makan dan minum—dengan penghematan, karena tidak ada kepastian berapa lama si kembar berhasil melacak dan menyambungkan kembali ruang bawah tanah ini dengan dimensi yang benar—Saltman hanya membaca apapun yang bisa ia temukan di bawah sana, tidur, dan memeriksa kondisi gurunya yang terbaring di ruangan penuh televisi.

"Zalman ..."

Sudah lama sekali sejak terakhir kali Saltman mendengar nama aslinya disebut. Si kembar dengan seenaknya menggunakan nama "Saltman" sebagai panggilan untuknya, tidak jelas dengan alasan apa. Satu-satunya yang mungkin memanggilnya begitu hanyalah ...

"Guru?"

Sosok yang berdiri di ambang pintu ruangan dalam keremangan itu seperti patung kuno di pemakaman—tua, lapuk, dan kelabu kusam oleh umur. Saltman, ngeri guru tuanya itu akan remuk menjadi serpihan jika melangkah lebih jauh, bergegas menghampiri. Ia mendapati gurunya tidak bisa berjalan melewati ambang pintu karena selang-selang yang terhubung ke kantong-kantong dan botol-botol masih menancap di pembuluh darahnya.

"Guru sebaiknya kembali ke kamar," kata Saltman.

Helaan napas berat. "Ya ..."

Sang guru meletakkan satu tangannya ke bahu Saltman dan bersandar padanya. Langkah-langkah kembali ke dalam kamar luar biasa lamban. Saat akhirnya gurunya duduk di tepi tempat tidur, bahu Saltman yang menopang gurunya terasa kebas.

"Apa yang terjadi?" tanya sang guru. Mendengar tarikan napas berat sang guru, Saltman mengangsurkan masker oksigen yang langsung diterima dan dikenakan oleh yang bersangkutan. "Di mana anak-anakku?"

Saltman menceritakan semuanya: tentang Bradley Hughes dan kelompoknya yang berencana menghancurkan dunia dan meminta bantuan Nate dan Chloe; dan tentang bagaimana kondisi mereka saat ini setelah Bradley berulah.

"Orang-orang gila ..."

Tidak ada yang lebih akurat menggambarkan pendapat pribadi Saltman tentang Bradley dan organisasinya, jadi ia mengangguk mengiyakan pernyataan gurunya.

"Zalman ... tahun berapa sekarang ...?"

"Tahun 2012, Guru."

"Aku merasa ... tua."

Saltman tidak mengatakan apapun. Gurunya memang nampak sangat tua.

"Caturku ... Apa anak-anakku masih menyimpannya ...?"

"Masih."

"Bawa kemari ..." Sang guru menyeringai dalam usahanya tersenyum. "Sudah lama aku tidak main catur ..."

Catur yang dimaksud oleh sang guru adalah catur yang papan dan bidak-bidaknya terbuat dari berlian, hasil proses alkimia. Tidak ada yang percaya benda yang merupakan hadiah ulang tahun dari seorang guru untuk muridnya itu cukup berharga untuk dicuri karena rasanya mustahil menggunakan materi sebernilai berlian untuk sekedar membuat satu set catur. Ditambah lagi, kualitas bentukannya terlalu halus bahkan untuk teknologi paling modern saat ini.

Si kembar tidak pernah menyentuh catur itu. Mereka menempatkannya di bagian lemari terpisah, dalam sebuah peti kayu berusia ratusan tahun yang bagian dalamnya dilapisi beludru mahal, jelas sekali menunjukkan pemujaan yang tak wajar terhadap benda tersebut.

"Ini pemberian paling berharga dari guruku ...," bisik sang guru. Jemari kurusnya bergerak menyusun bidak-bidak catur di atas papan. "Ambil kursi dan duduklah ..."

Saltman mengambil kursi dan duduk di sisi tempat tidur gurunya. Ia tidak sengaja menendang bongkahan lilin di lantai saat kembali ke dalam ruangan sambil membawa kursi.

"Aku ... belum pernah memberimu hadiah."

"Kurasa itu tidak perlu, Guru." Saltman mengamati bidak-bidak di atas papan dengan seksama. Otak gurunya masih seprima dulu. Ia tidak banyak berpikir ketika menggerakkan bidak caturnya. Saltman yang terpengaruh ritme cepat gurunya jadi tidak berpikir panjang dan segera saja ia kehilangan dua pion. "Dan ... Guru baik-baik saja?"

"Tidak," jawab sang guru. "Aku tidak baik-baik saja ..."

"Apa Guru—"

"Hus." Sang guru mengambil pion Saltman yang lainnya. "Konsentrasi, Zalman."

Setelahnya, permainan catur itu berlanjut tanpa ada yang berbicara. Saltman berulang kali menggaruk kepala botaknya, kewalahan menghadapi gurunya. Dia kalah telak.

"Aku akan memikirkan hadiah untukmu ...," kata sang guru. Ia kembali berbaring di tempat tidurnya sementara Saltman membereskan caturnya.

"Guru tidak perlu—"

"Waktuku tinggal sedikit, Zalman ... Lihat ke sekitarmu."

Orang-orang yang meminum Ramuan Kehidupan tetap memikirkan kematian setiap saat. Mereka tidak menua dan penyakit tidak membunuh mereka, tapi kecelakaan lalu lintas atau pesawat tetap akan membunuh mereka. Dipenggal, ditusuk di organ vital, diberondong peluru hingga badan berlubang seperti sarang tawon tetap akan membunuh mereka.

Satu-satunya kematian yang hingga sekarang tak ingin dipikirkan oleh Saltman adalah kematian gurunya.

Pertama, Saltman masih belum mewarisi seluruh ilmu gurunya selain alkimia. Ia masih ingin belajar dan mengetahui sesuatu.

Kedua, Saltman tahu betul seberapa protektifnya si kembar pada "ayah" mereka ini. Kemungkinan besar mereka akan menjadi gila kalau sampai "ayah" mereka wafat.

Tahapan kegilaan yang melebihi keadaan Nate dan Chloe sekarang ini adalah sesuatu yang tak ingin Saltman bayangkan. Mungkin dunia akan hancur kalau mereka menjadi gila.

"Aku akan memikirkan hadiah yang cocok untukmu ..."

Sang Guru memejamkan mata dan tak lama kemudian ia kembali tertidur.




NaClTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang