0. Castle

7.7K 320 76
                                    

Kastil itu ada di depan sana, menjulang di tengah-tengah kabut tebal. Dinding pertahanan, lengkap dengan celah-celah untuk menembak, didirikan di sekeliling kastil. Di bagian luar dinding, terlihat parit lebar berisi air. Aku melongok ke dalam parit dan mendapati pantulan diriku di permukaan air yang gelap.

Ini menarik. Sungguh menarik. Aku selalu bermimpi untuk datang ke sebuah kastil. Tempat-tempat kuno tak pernah gagal menarik minatku.

Aku melangkah antusias ke pintu gerbang kastil yang terbuka. Tak ada siapa-siapa. Aku menyusuri jalan setapak, menuju pintu utama kastil. Seorang wanita anggun bergaun hijau nampak berdiri di sisi pintu. Itu pasti bukan manusia, aku yakin. Wanita itu pasti seorang bidadari. Pasti.

Wanita itu tersenyum manis melihat kedatanganku. Dia membuka mulut, berbicara.

Lho?

Sial. Kenapa tidak ada suara terucap dari bibirnya? Ini tidak benar.

Pandanganku menggelap. Tubuhku, dimulai dari tulang ekor, tertarik dalam pusaran.

Awh, payah.

 ==++==

Aku kembali ke kastil. Si wanita bergaun hijau menyambutku di tempat yang sama dengan sebelumnya.

“Selamat datang, Tuan.”

Akhirnya! Akhirnya aku mendengar suaranya!

“Jika Tuan tidak keberatan, saya akan mengantar tuan berkeliling kastil.”

Aku menjawab dengan gelagapan. Terlalu antusias. Aku selalu begitu setiap kali tegang atau kelewat bersemangat.

Sang wanita—euh, sang bidadari—berjalan mendahuluiku. Aku mengikutinya dengan patuh, seperti anak ayam mengikuti induknya. Kami berjalan melewati lusinan ruangan-ruangan di dalam kastil, diterangi obor-obor di sepanjang koridor. Sang bidadari mengantarku ke ruang singgasana, ruang makan, dapur, penjara bawah tanah, perpustakaan, barak prajurit, istal, kamar-kamar, mulai dari kamar pelayan, hingga kamar putri, pangeran, dan raja.

Nah.

Ke mana penghuni kastil ini? Ini tidak benar.

Pandanganku menggelap. Tubuhku, dimulai dari tulang ekor, tertarik dalam pusaran.

Payah sekali, ini masih belum benar.

 ==++==

“Selamat datang, Tuan. Jika Tuan tidak keberatan, saya akan mengantar tuan berkeliling kastil.”

“Y-ya. Ya! Tentu saja aku tidak keberatan!”

Para penjaga berzirah lengkap berdiri mematung di ruang singgasana, menjaga ruangan sekalipun sang raja tidak ada di dalam sana. Ruang makan dan dapur riuh rendah oleh para pelayan yang sibuk berjalan mempersiapkan jamuan. Makanan-makanan panas dipindahkan ke pinggan lebar, kemudian dibawa ke ruang makan. Anggur-anggur dikeluarkan dari tempat penyimpanan. Piring, garpu, pisau, dan cawan-cawan ditata di meja panjang. Asap tipis beraroma harum menguar di udara.

Penjara bawah tanah gelap serta suram. Tikus-tikus berlarian begitu kami mendekat. Tawanan-tawanan—kurus, lusuh, namun tetap memandang dengan beringas pada siapapun yang melintas di koridor—menggemerincingkan rantai belenggu masing-masing. Bau apak mendekam di dalam sini. Kurasa penjaga yang mendapat tugas di sini seharusnya dibayar lebih.

Sang bidadari yang mengantarku berkeliling tertawa renyah mendengar komentar terakhirku mengenai penjaga penjara.

“Anda harus mengatakan itu pada Raja. Beliau mungkin akan mendengarkan masukan bagus tersebut. Sungguh, komentar Anda tadi adalah ide yang luar biasa. Bagi para penjaga, mendapat posisi di penjara adalah sesuatu yang lebih buruk daripada hukuman mati.”

NaClWhere stories live. Discover now