[Chef] Supervise the Thunder

222 33 18
                                    

Title : Supervise the Thunder

Author : overflakkie

Genre : Yaoi; Hurt; Angst.

Rating : T

Desclaimer : This story is mine and Bangtan belong to BigHit Ent. [Inspired by "VAVA-VOOM!" by Eclaire Delange and "Senja, Hujan dan Cerita yang Telah Usai" by Boy Candra.]

Warning : Boyxboy, Typo(s), AU, Less dialogue,

.

.

ENJOY

.

.

Yang mengetahui rahasia terbesar Jungkook hanyalah kedua orang tuanya, kakak lelakinya, Park Jimin-tetangganya sejak kecil, dan Kim Taehyung.

.

.

Taehyung hanyalah satu daru seratus ribu kemungkinan orang asing yang dapat mengetahui rahasia orang lain secara tidak sengaja. Dan saat itu, peramal cuaca di televisi bilang bahwa akan ada badai besar di sore hari minggu yang siangnya begitu cerah.

Taehyung ada di perpustakaan-tepatnya di lantai dua, tertidur pulas setelah membaca dua serial komik One Piece edisi terbaru yang kebetulan ada di antara rentetan buku komik jadul lainnya. Ia sendirian, sedari tadi, dan tak ada orang yang menggubrisnya meskipun Ia tidur dengan dengkuran yang cukup keras.

"Astaga.." Taehyung terbangun saat mendengar suara guntur yang cukup besar, menyipitkan matanya saat menyadari hanya dirinya seorang yang tinggal disini. Karena itu Ia menyuruh dirinya untuk bangun dan segera pulang, karena sepertinya badai akan datang.

Ia menaruh dua komiknya kembali ke tempat, sambil menguap dan berjalan lesu seperti mayat baru diberi nyawa. Dari tangga Taehyung dapat melihat lantai satu perpustakaan yang begitu lengang, bahkan Ia tak melihat petugas perpustakaan barang satu orang pun. Jadi dengan cuek, Ia berseluncur pada pegangan tangga-biasanya Taehyung akan ditegur dan diusir dari perpustakaan jika ketahuan melakukan hal ini, dan mendarat dengan selamat di karpet buludru berwarna maroon.

"Tuhan, selamatkan aku."

Taehyung menajamkan indra pendengarnya, mendengar seseorang membaca beberapa bait doa dari alkitab mengusik keinginannya untuk keluar dari perpustakaan. Ia menatap sekeliling, mencari keberadaan manusia atau apapun yang mengeluarkan suara. Tapi Ia tak menemukan satupun. Jadi Ia memutuskan bahwa semua itu hanya ilusi dan melangkah kembali ke arah pintu keluar.

"Astaga-" Dan umpatannya yang akan keluar karena petir juga gemuruhnya yang meluncur tiba-tiba terpotong oleh suara teriakan yang cukup keras, datang dari salah satu deretan meja dan bangku untuk membaca di sekitar rak-rak buku tinggi yang bergetar karena guncangan gemuruh.

Taehyung berjalan ke arah sumber suara, mendengar sebuah isakan tangis kecil yang menarik dirinya untuk lebih tahu siapa yang tadi berteriak. Indra pendengarannya berkata bahwa suara itu ada dari salah satu kolong meja.

Dan benar saja, disana-di bawah meja paling ujung dekat jendela. Ada seorang pria meringkuk menumpu kepala pada lipatan tangan di atas lututnya, dan parahnya, menangis. Taehyung menggigit bibirnya, bertanya-tanya apakah Ia mahasiswa sini atau sekedar anak sekolah menengah pertama yang kehilangan ibunya.

"Hei-"

"Tolong aku," Taehyung tak bergeming, diberi tatapan memohon dengan air mata yang begitu menyakitkan dan sebuah genggaman jari yang menjambak kain jaket denimnya. "Tolong aku, kumohon. Bawa aku pergi." Katanya di sela-sela tangisan yang makin menjadi saat sekali lagi petir menyambar sisi jendela dan sedikit menggetarkannya.

[JULY] Regular MenuWhere stories live. Discover now