Chapter 31

4.4K 286 12
                                    

Tidak butuh seorang jenius untuk mengetahui kalau Ernest tengah marah kepada Veera.

Dua purnama telah berlalu, dua bulan telah bergeser di kalender, dan selama itu juga, Veera tidak sekalipun berjumpa dengan Ernest. Jelas pria itu menjauhinya, dan Veera tidak memiliki wewenang untuk menjumpainya, bukan berarti dia ingin pula. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya menemui Alicia. Mereka seperti biasa laksana sahabat karib yang sukar dilerai.

Walau Ernest tidak mengunjunginya, pria itu tidak berhenti memberikannya kegiatan untuk melepas kebosanan. Entah mengirim guru merajut, tanaman untuk dirawat, bahkan sampai tangkai untuk dirangkai. Dia bahkan menitah Huges untuk perlahan-lahan mengajari Veera cara menunggangi kuda. Dan walau membutuhkan waktu sangat lama, kini, Veera sudah jauh lebih bisa mengendalikan binatang yang disebut kuda.

Sekalipun Veera belum sepenuhnya memaafkan Ernest akan apa yang telah pria itu lakukan, diam-diam dia bersyukur dia tidak sebosan bulan-bulan sebelumnya. Karena itu dia selalu kenakan kalung cincin yang Ernest berikan kepadanya.

Walau ribuan kali banyaknya benaknya berpikir untuk mencabut saja benda menyebalkan itu.

Veera memang berada di kastel terpencil, namun bukan berarti dia tidak mendengar kabar sama sekali. Terkadang Alicia membawakannya cerita-cerita dari dunia luar. Terkadang dia mendengar omongan-omongan bawahan dan dayang-dayangnya.

Seperti akhir-akhir ini. Ada rumor yang tengah beredar hangat di antara para pelayan, dan Veera kerap mendengar prajurit yang tengah berjaga saling berbisik satu dengan yang lain. Barangkali itu bukan perkara penting, sehingga Veera tidak repot-repot meminjamkan telinga.

Namun pagi ini, ketika dia tengah melangkah ke ruang makan, dia mendengar Noe dan Rinn sedang berbincang sembari menunggu kedatangannya. Mereka berbisik-bisik, karena itu Veera memutuskan untuk melipir ke sudut dan menguping pembicaraan mereka.

"Kau dengar kabar yang terbaru?" Noe yang memulai, walau membisik, tetap terdengar lantang.

"Mengenai harga cabai yang sedang naik, atau tentang kerajaan Krona?"

Veera mengerutkan keningnya kebingungan. Krona? Apa ada yang terjadi setelah kembalinya Poleus ke kerajaannya?

"Tentu tidak ada yang peduli mengenai cabai selain juru masak, bodoh." Noe menyembur. "Tentu saja tentang kerajaan Krona. Katanya hubungan mereka dengan kerajaan Hujaria dari Barat makin merenggang saja. Kalau dilanjutkan seperti ini, akan terjadi perang sebentar lagi."

Veera kian membelalak. Apa yang telah aku lewatkan?

"Aku bahkan mendengar mereka sudah saling menyiapkan pasukan jikalau perang terjadi." Wanita itu mengecilkan suaranya namun samar-samar Veera masih bisa mendengar. "Bahkan di pedalaman Krona sudah mulai terjadi adu senjata. Sebentar lagi barangkali akan sampai ibukota."

Noe terkesiap. "Astaga, mengerikan sekali. Semoga Assiah tidak ikut campur dan kena imbasnya."

"Itulah masalahnya." Veera kian menyodorkan kepala untuk mendengar. "Aku mendapat kabar kalau Raja Ernest akan turun tangan langsung ke peperangan untuk membantu kerajaan Krona."

Jikalau Veera tidak menahan diri, barangkali dia akan terkesiap kelewat lantang.

"Mengapa? Bukankah Raja hanya perlu mengirim pasukan? Tidak perlu sampai membahayakan diri."

"Tapi kau tahu hubungannya dengan pangeran Krona bagaimana, bukan?" Rinn bertanya. "Barangkali ini cara Paduka menunjukkan kesetiaan pertemanannya. Atau mungkin saja untuk mempererat hubungan kerajaan. Aku pun tidak mengerti."

"Astaga itu seribu kali lebih mengerikan. Semoga tidak terjadi apa-apa kepada Raja."

"Semua berharap begitu, Noe. Aku yakin."

The King's Pet | Peliharaan Sang RajaWhere stories live. Discover now