Penyiksaan

418 21 11
                                    

Beberapa hari berselang pasca terbunuhnya dua anak Grand Duke Bouvier. Ditambah kabar menghilangnya para Duke membuat situasi Kerajaan Aquilla terguncang. Rakyat semakin resah. Ingin mencari perlindungan, namun tak bisa. Hanya pada Raja Alberto dan para pejabat saja mereka bisa berharap. Evgen, Evelyn dan Alaska yang tidak ada kabar sama sekali menambah keresahan sang raja. 

Di tempat lain, di sebuah ruangan yang minim penerangan, terdengar suara teriakan kesakitan. Raungan itu menggema ke seluruh penjuru. Bersahut - sahutan satu sama lain. Lebih dari lima orang terikat di dinding. Kondisi mereka sangat jauh dari kata baik. Luka koyak terlihat di berbagai tempat. Darah berceceran di lantai, menimbulkan bau amis yang menusuk hidung. 

Ruangan sebelah tidak lebih baik keadaannya. Suara kunyahan daging membuat siapapun merinding. Makhluk - makhluk hina yang menjadi musuh abadi manusia tengah berpesata pora. Memakan manusia hidup yang disajikan oleh Duke Castello alias Adrian. Manusia manapun yang berada di sana pasti tidak akan sanggup menahan mual. Organ dalam manusia ikut disantap. Para gadis dan wanita dirudal paksa lebih dulu sebelum akhirnya dibakar hidup - hidup sebagai persembahan untuk Raja Iblis. 

"Duke Castello, anda sudah kembali," Ketua Hans menyambut Ardian yang baru saja menjejakkan kakinya di penjara bawah tanah. Ketua Hans tengah mengawasi para iblis yang tengah asyik berpesta. Ardian hanya menganggukkan kepala sambil berlalu. Di belakang Ardian ada sosok bayangan hitam besar yang bersembunyi. Ketua Hans mengenali sosok itu sebagai sang Raja Iblis. 

Ardian terus melangkah ke tempat tergelap, terpengap dan yang pasti tak ada energi yang bisa diserap untuk mengumpulkan kekuatan. Ruangan itu adalah tempat penyekapan Grand Duke Bouvier, Grand Duchess Bouvier dan Duke Van Deventer. Ketiganya sudah sangat pias. Napas mereka terdengar sangat berat. 

Ardian menatap tiga bangsawan itu dengan angkuh dan merendahkan, "Inilah akibat menentangku! Andai saja kalian mau dan bersedia bergabung denganku, kalian akan kulepaskan," kata Ardian sambil menggelengkan kepala. Menyayangkan tindakan mereka yang enggan bersekutu dengannya. 

"Tidak sudi! Tidak akan pernah aku mau bersekutu dengan iblis rendahan sepertimu!" sentak Tristan sang Grand Duke Bouvier. Tangannya mengepal erat. Menggenggam tali yang mengikatnya dengan kuat. Angelina, istri Tristan sekaligus Grand Duchess Bouvier ikut mengangguk. 

"Lebih baik kau berhenti sekarang sebelum terlambat, Duke Castello. Kau tahu benar kalau bersekutu dengan iblis adalah sebuah larangan," tambah Angelina. Suaranya sedikit bergetar. Wajah cantiknya menampakkan gurat muak akan kelakuan Ardian. 

Ardian tertawa lepas, "Apa?! Berhenti?! Di saat semua rencanaku sudah berjalan setengahnya? Oh, tidak sayang, aku tidak akan berhenti. Tidak sebelum tahta Kerajaan Aquilla jatuh ke tanganku!" 

Duke Van Deventer meludah. Dia sangat membenci seseorang yang bersikap arogan seperti Ardian, "Ardian Castello, kuperingatkan dirimu! Kemalangan pasti menimpamu! Tak peduli ada iblis yang mendukungmu, kau akan mendapat balasannya! Kau tidak akan menang! Justru kau akan mati! Kau akan mati di tangan seorang pemuda tangguh yang memiliki dendam besar terhadapmu!" 

Petir menyambar saat Duke Van Deventer melontarkan kalimat itu. Duke Van Deventer dikenal sebagai seseorang yang bisa melihat masa depan. Tidak ada satupun penglihatannya yang meleset. Ardian mengetahui itu dengan jelas. Sejenak, mata Ardian bergetar, namun dia tetap pada sikapnya. 

"Tenang saja, Ardian. Aku tidak akan membiarkanmu mati sebelum tahta itu jatuh padamu," Raja Iblis keluar dari bayangan Ardian. Sosoknya tinggi besar hampir menyentuh langit - langit. Kulitnya hitam legam bagaikan arang. Kepalanya mirip seperti kepala kambing dengan tanduk yang mencuat ke atas. Dia pun memiliki gigi taring tajam yang panjang. Tangannya menyerupai tangan manusia, hanya saja memiliki lendir mirip lendir gurita. Dia tidak memiliki kaki, melainkan tentakel yang cukup besar sebanyak 5 pasang. 

Angelina berusaha menahan diri untuk tidak muntah. Pasalnya, lendir sang Raja Iblis memiliki bau yang sangat tidak enak. Matanya berair, tangan dan kakinya  gemetaran. Si Raja Iblis tertawa melihat reaksi Angelina. Sedangkan Tristan dan Duke Van Deventer menatap jijik sang Raja Iblis. 

"Lebih baik kau membunuh mereka dengan cepat, Ardian. Jangan biarkan tiga orang bodoh ini hidup lebih lama lagi. Berikan daging mereka padaku," ucap sang Raja Iblis. Ardian menyeringai mendengar ucapan sang Raja Iblis, "Tentu, aku akan membunuh mereka setelah menyiksa mereka sampai puas. Akan aku sajikan daging mereka pada anda nanti."

Sang Raja Iblis mengangguk. Kemudian, dia menyatu dengan kegelapan dan kembali ke bayangan Ardian. Menghindari cahaya yang bisa membuatnya terbakar. Ardian menatap tiga orang bangsawan di depannya dengan seringai keji. Dia memerintahkan anak buahnya untuk mengambilkan cambuk, air garam, pisau dan alat lainnya. 

"Duke Castello, apa anda akan berpesta sendirian? Setidaknya ajaklah kami berdua!" Nicholas merangsek masuk bersama Ketua Hans. Dua orang itu sudah menunggu lama untuk bisa bermain - main dengan tiga bangsawan yang selalu dielu - elukan masyarakat itu. Ardian mendengkus, "Baiklah, kalian bisa ikut mengeksekusi mereka. Buat mereka mendapat pengalaman yang mengasyikkan sebelum menghadap Dewa Kematian."

Nicholas dan Ketua Hans menyeringai puas. Keduanya segera mengambil pisau yang sudah tumpul dan berkarat. Kenapa pasangan Bouvier dan Duke Van Deventer tidak melawan? Jawabannya adalah karena kekuatan mereka sudah disegel dan tali yang mengikat mereka memiliki mantra penahan yang sangat kuat. Ditambah energi kehidupan mereka dihisap perlahan oleh suatu permata yang tertempel di dinding. 

Ketiganya sudah tidak mempunyai pilihan selain pasrah dan menerima kematian. Tidak mengharapkan bantuan. Mereka tahu, untuk menembus barikade pertahanan Castello tidaklah mudah. Apalagi di berbagai sudut ada beberapa penjaga pasukan iblis. Semakin sulit untuk menerobos masuk. 

"ARRRGGHHH!! BAJINGAN! KALIAN PASTI AKAN MENERIMA AKIBATNYA!"

"KENAPA TIDAK BUNUH KAMI SAJA LANGSUNG?!

"KALIAN AKAN MENYESAL SUDAH MELAKUKAN INI!"

Lolongan kesakitan mengudara. Ardian menyayat tubuh Tristan secara perlahan. Mencongkel daging sang Grand Duke Bouvier sedikit demi sedikit. Pria itu sangat menikmati raut kesakitan Tristan. Seolah tak puas, Ardian menyiramkan air garam ke atas luka Tristan. Sontak, Tristan menjerit pilu. Dia tidak bisa menahan rasa sakit itu. 

Berbeda dengan Ardian, Ketua Hans menikmati kegiatannya mengukir di wajah Duke Van Deventer. Menorehkan luka melintang dari dahi ke mata kanannya. Duke Van Deventer menggertakkan gigi menahan sakit. Tanpa perasaan, Ketua Hans memotong kaki Duke Van Deventer dengan pedang berkarat. Sang Duke menjerit. Matanya terbeliak ke atas. 

Nicholas dengan santai memotong habis rambut Angelina. Dia sangat asyik memukulkan tongkat kayu ke arah kepala Angelina. Darah mengucur dari kepala Angelina, mengotori wajah cantiknya. Nicholas juga mematahkan tangan dan kaki bagian kiri Angelina. Tidak ada rasa belas kasihan di diri Nicholas untuk wanita itu. 

"Hm, mau kuberitahu sesuatu? Dua anak sulung kalian sudah mati, loh. Mereka pasti tengah menunggu kedatangan kalian berdua," Nicholas berbisik di telinga Angelina. Lelehan air mata langsung mengalir menuruni pipi. Ibu mana yang tak sedih mendengar kabar kematian anaknya? Pikiran Angelina langsung tertuju pada Evgen dan Evelyn. 

Sambil menahan sakit, Angelina melirik ke arah suaminya. Sorot matanya yang sendu, seolah kehilangan tertangkap oleh ekor mata Tristan. Pria itu ikut menitikkan air mata. Tristan menangkap kode dari istrinya. Hatinya pedih. Dua putra kebanggaannya sudah pergi meninggalkan dunia lebih dulu daripada dirinya. Tristan menoleh ke arah Angelina, bibirnya berucap tanpa suara, "Saatnya bagi kita untuk menyusul Elliot dan Ellios."

Angelina mengulas senyum tipis. Matanya terpejam erat. Bersamaan dengan itu, Nicholas memenggal kepala Angelina dengan satu kali tebas. Sedangkan Tristan, dia menghembuskan napas terakhirnya ketika Ardian menarik paksa jantungnya keluar. Duke Van Deventer ikut menyusul mereka setelah Ketua Hans memotong semua kaki dan tangannya. 

Gelak tawa mengudara. TIga orang itu bersuka cita atas kepergian tiga bangsawan di depannya. Senyum angkuh nan arogan menyiratkan kepuasan mereka. Tidak menyadari ada empat pasang mata yang mengintai dari balik tembok. Menatap nyalang tiga orang kejam itu. 

"Aku bersumpah akan membunuh kalian bertiga."

***

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 25 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Fate Of LifeWhere stories live. Discover now