Meminta Izin

1.5K 77 0
                                    

Matahari mulai memancarkan cahayanya. Menandakan hari baru akan dimulai.

Di kediaman Bouvier, sudah terlihat sepasang suami istri bersama empat anaknya duduk rapi di meja makan. Keenam orang itu bercengkerama setelah menghabiskan sarapan mereka.

Grand Duke Bouvier terlihat sangat bahagia. Bibirnya yang terus tersenyum membuat para penjaga dan pelayan di sana terperangah.

Padahal ketika Evgen dan Evelyn dinyatakan koma, Grand Duke Bouvier selalu mengeluarkan aura dingin. Bukan hanya sang Grand Duke, istri beserta dua putra kembarnya juga mengeluarkan hawa tidak enak.

Tapi, lihatlah! Setelah Evgen dan Evelyn bangun, keempat orang itu kembali hangat. Namun, hanya pada Evgen dan Evelyn. Bukan pada orang lain.

Di situasi hangat tersebut, Evelyn menendang-nendang kecil kaki Evgen di sebelahnya. Memberi kode bahwa Evgen harus mengatakan keinginan mereka untuk pergi ke perguruan Pedang Putih.

"Ayah, ibu", panggilan dari Evgen langsung membuat semua perhatian tertuju ke arahnya. Dan hal itu membuat Evgen gugup.

"Em, itu, anu, jadi, em", Evgen terbata untuk berbicara. Membuat Evelyn gemas sendiri.

"Ayah, ibu, kakak, aku dan Evgen ingin pergi ke perguruan Pedang Putih", kata Evelyn tenang.

Mendengar perkataan putrinya, Angelina, sang ibu, mengerutkan dahinya.

"Untuk apa kalian pergi ke sana? Jika ingin belajar atau berlatih, ibu bisa meminta seseorang mengajari kalian di rumah. Tidak perlu pergi ke perguruan", bantah Angelina.

Evgen menghela napas sebelum berbicara, "Kami ingin berguru di sana, ibu. Bukankah Perguruan Pedang Putih adalah perguruan nomor satu di kerajaan kita? Orang-orang yang lulus dari sana setidaknya pasti akan mendapat keuntungan. Baik itu dari segi ketenaran ataupun kekuatan. Ayah, ibu, kakak, tolong, berikan restu kalian untuk kami pergi belajar di sana".

Elliot dan Ellios saling berpandangan, "Memang benar perguruan Pedang Putih tidak pernah gagal dalam melatih muridnya. Tapi, untuk masuk ke sana, apa kalian yakin?" ucap Ellios.

"Bagaimana dengan segel di tubuh kalian? Untuk masuk ke perguruan Pedang Putih, kalian harus bisa menguasai sihir lebih dulu", sambung Elliot.

"Itu, sebenarnya kemarin malam kami pergi keluar dan bertemu dengan seseorang bernama Aslan. Kami menolongnya dan dia memberi kami ini", Evgen menceritakan kejadian kemarin kecuali bagian mereka bertarung. Pemuda itu menunjukkan plakat perguruan Pedang Putih.

"APA?! KALIAN MENYELINAP KELUAR MALAM-MALAM?!" teriak Angelina tidak percaya.

"Ibu, jangan berteriak. Lagipula kenapa jika mereka menyelinap keluar di malam hari? Kami juga sering seperti itu dan kami tetap baik-baik saja", kata Ellios malas.

"Lain kali jika ingin keluar bilang pada ibu atau ayah lebih dulu! Jangan diulangi! Bagaimana jika kalian bertemu bandit atau perampok?" cerocos Angelina.

Evgen dan Evelyn menunduk mendengar ocehan Angelina. Rasa bersalah tiba-tiba menyeruak di relung hati mereka. Namun, tidak dipungkiri keduanya merasakan kehangatan. Seperti inikah rasanya dikhawatirkan?

"Maaf, ibu. Kami tidak akan mengulanginya lagi", kata Evgen dan Evelyn bersamaan.

"Jadi, Ketua Aslan bilang dia akan membantu kalian? Baiklah, ayah percaya. Kalian boleh pergi ke sana. Tapi, kalian tidak bisa memakai kereta kuda. Medan untuk pergi ke Perguruan Pedang Putih cukup lama dan sedikit terjal. Akan sulit jika membawa kereta kuda atau kuda. Tidak masalah kalian berjalan kaki?" Tristan giliran bertanya. Dia sedikit ragu dengan perkataannya sendiri. Tapi, begitulah keadaannya.

Perguruan Pedang Putih tidak memperbolehkan muridnya memakai kendaraan atau membawa pelayan. Perguruan Pedang Putih selalu melatih muridnya untuk menjadi mandiri dan tidak bergantung pada orang lain.

Evgen dan Evelyn menatap keluarganya dengan tatapan penuh tekad. Hal ini membuat keempat orang yang ada di sana hanya bisa mengizinkan. Tekad yang bulat seperti itu, siapa yang bisa melarang?

"Kami sanggup ayah!" sahut duo E bersamaan.

"Jika itu pilihan kalian, ibu, ayah dan kedua kakak kalian memberi restu. Ingat, jika kalian tidak sanggup, jangan dipaksakan. Jika ingin pulang, pulang saja. Mengerti?" sang ibu mengelus surai kedua anaknya lembut. Hal ini membuat hati Evgen dan Evelyn bedesir hangat.

"Mengerti, ibu", Angelina tersenyum mendengar sahutan anaknya.

"Perguruan Pedang Putih terkenal akan aturannya yang ketat. Pastikan kalian tidak berbuat onar di sana. Jangan sampai ayah dan ibu dipanggil karena tingkah kalian", kata Elliot.

"Benar! Jangan seperti kakak kalian! Ketika mereka di perguruan, mereka menimbulkan banyak sekali masalah! Ketua perguruan memanggil ayah dan ibu berkali-kali karena tingkah mereka!" balas Angelina.

"Tidak seru jika tidak berbuat onar! Lagipula perguruan Pedang Putih terlalu monoton! Harus begini, harus begitu! Aku kan jadi tidak betah!" sanggah Ellios.

Tristan hanya menggelengkan kepala mendengar perkataan Ellios. Dua putranya ini memang suka sekali membuat keributan. Dirinya berharap Evgen dan Evelyn tidak bersikap sama seperti kakaknya.

Tristan berdoa kedua anak kembarnya yang ini bisa mematuhi segala aturan di perguruan Pedang Putih dan bisa melepas segel yang ada pada tubuh mereka.

Tristan tidak memiliki keinginan lain, selain kebahagiaan untuk keluarganya. Istri yang amat dicintainya juga keempat putra dan putri tercintanya. Tidak bisa digambarkan dengan kata seberapa dalam cinta Tristan untuk kelimanya.

"Kapan kalian akan berangkat?"

"Nanti siang. Boleh kan? Lebih cepat, lebih baik", sahut Evelyn tenang. Tristan cukup kaget melihat perubahan Evelyn yang semakin tenang. Padahal dulu, Evelyn selalu malu dan gugup untuk berbicara.

Tristan tersenyum menanggapinya, "Tentu boleh. Restu ayah dan ibu akan selalu mengiringi langkah kalian. Jadilah anak yang senantiasa berpegang teguh pada keadilan dan kebenaran. Setelah kalian berhasil menguasai sihir, jangan salah gunakan itu untuk menindas orang lain. Jangan sampai langkah kalian menginjak ke jalan yang sesat", ucapan Tristan terdengar sangat tulus.

Evgen dan Evelyn menatap ayah mereka dengan tegas. Begitupun Ellios dan Elliot. Perkataan ayahnya bukan ditujukan untuk Evgen dan Evelyn, melainkan pada mereka juga.

Empat anak Bouvier itu serempak berbicara, "Kami tidak akan mengecewakan ayah".

Angelina tersenyum mendengar kekompakan mereka. Ia pun menimpali, "Kelak, kalau ayah dan ibu tiada, kalian harus saling percaya dan saling melindungi. Berjalan beriringan, jangan sampai saling membenci".

"Ibu, kami akan selalu bersama. Berjalan bersama, berbagi kasih dan kepercayaan. Ibu, aku dan Ellios akan selalu menjaga Evgen dan Evelyn. Ibu dan ayah jangan khawatir", hati Evgen dan Evelyn kian menghangat.

Pertama kalinya mereka bisa merasakan kasih sayang tulus dan dalam seperti ini. Keduanya tersenyum dan mengangguk atas perkataan Elliot. 

"Baiklah. Akan lebih baik jika kalian berkemas. Kalian akan pergi siang ini bukan?" Wanita itu kemudian meminta Evgen dan Evelyn untuk bersiap jika ingin pergi saat itu juga.

Evgen dan Evelyn dengan semangat mengemas barang mereka seperlunya. Keduanya terlihat bahagia.

"Apa tidak masalah? Aku takut mereka dijauhi", ucap Ellios.

"Kau ini, kedua adikmu itu tidak akan mudah ditindas! Jadi tenang saja!" sahut Elliot.

Satu jam setelah menyiapkan semua barang kebutuhan, di sinilah mereka sekarang. Di gerbang kediaman keluarga Bouvier.

Angelina sang ibu berurai air mata. Bagaimanapun, dirinya jarang sekali berpisah dengan Evgen dan Evelyn. Sekarang, dia harus merelakan keduanya menuntut ilmu di perguruan.

"Jangan telat makan dan jangan memaksakan diri. Istirahat yang cukup dan saling melindungi. Paham?" pesan sang ibu.

Evgen dan Evelyn memeluk Angelina dan mengangguk pelan. Keduanya memberikan hormat pada semua keluarganya.

Setelah sesi perpisahan, keduanya mulai berjalan. Meninggalkan kediaman Bouvier dan pergi menuju perguruan Pedang Putih.

***

Fate Of LifeWhere stories live. Discover now