Perguruan Pedang Putih

1.3K 76 1
                                    

Membutuhkan waktu 2 hari 1 malam untuk sampai di Perguruan Pedang Putih. Tidak ada halangan berarti yang mereka lalui selama perjalanan.

Dari kejauhan, pintu masuk perguruan Pedang Putih sudah terlihat. Gerbang berwarna putih dengan ukiran-ukiran cantik berwarna emas sangat memanjakan mata.

Di depan pintu gerbang ada dua murid yang tengah berjaga. Terlihat keduanya seperti murid senior yang bertugas di sana.

Evgen dan Evelyn terus berjalan sampai di hadapan keduanya.

"Kalian siapa?" tanya satu murid.

"Perkenalkan, saya Evgen Maximilian Bouvier dan ini adik saya Evelyn Zanetta Bouvier. Kami ke sini bertujuan untuk belajar di sini", Evgen memperlihatkan plakat perguruan, membuat kedua murid itu terbelalak.

"Putra dari Grand Duke Bouvier ternyata. Guru sudah menunggu kalian. Mari, senior antar", salah satu murid itu mempersilakan keduanya masuk. Mengantar mereka sampai ke Aslan.

Hal pertama yang menyambut mereka adalah batu kokoh yang berisi 1001 aturan. Evgen ternganga melihat banyaknya aturan yang harus dipatuhi.

"Senior, kenapa banyak sekali peraturan di sini?" tanya Evelyn.

"Perguruan Pedang Putih bukan sembarang perguruan. Tempat kita ini selalu mengajarkan dan menerapkan etika, tata krama dan kedisiplinan. Rata-rata murid dari perguruan Pedang Putih akan memiliki sifat tenang seperti air dan memiliki kebijaksanaan yang tinggi", jawab senior itu.

Ketiganya berjalan sampai di sebuah ruangan. Murid senior itu masuk lebih dulu. Meninggalkan Evgen dan Evelyn menunggu di luar.

Selang beberapa menit, Evgen dan Evelyn diminta masuk. Murid senior itu berkata, "Masuklah. Guru Aslan menunggu di dalam. Senior harus kembali bertugas. Semoga kalian betah di sini".

Evgen dan Evelyn masuk sesuai perintah. Begitu juga dengan murid senior yang kembali bertugas menjaga gerbang.

Di dalam ruangan ada tiga orang pria berbeda usia. Yaitu, Aslan sang guru, Seano Rafandra Xavier dan Alaska Nalendra Xavier.

Seano dan Alaska adalah cucu dari Aslan. Seano tersenyum melihat kedatangan Evgen dan Evelyn. Sedangkan Alaska menatap keduanya dengan datar dan tenang. Tidak ada ekspresi di wajahnya.

"Kalian datang juga", kata Aslan.

Pria tua itu mempersilakan Evgen dan Evelyn duduk di kursi yang ada di sana. Berhadapan tepat dengan Aslan.

"Evgen, Evelyn, perkenalkan, mereka berdua adalah cucuku. Seano Rafandra Xavier dan Alaska Alendra Xavier", Evgen dan Evelyn mengangguk sopan. Memberi salam pada kedua cucu Aslan dan dibalas dengan salam juga.

"Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Tuan Muda dan Nona muda. Selamat datang di perguruan Pedang Putih", ucap Seano sopan.

"Kehormatan bagi kami bisa belajar di sini. Perguruan Pedang Putih sangat termasyur. Kami sangat beruntung mendapat kesempatan berguru di sini", sahut Evgen.

Aslan tersenyum melihat interaksi mereka. Alaska dan Evelyn hanya diam. Memperhatikan dengan tenang.

"Baiklah. Untuk sekarang akan lebih baik kalian beristirahat lebih dulu. Pahami peraturan yang ada di sini. Jangan berbuat kerusuhan. Jangan melakukan penindasan atau sesuatu semacam itu. Alaska dan Seano akan mengantar kalian ke paviliun tempat kalian tinggal", Alaska dan Seano langsung beranjak dari tempatnya dan memberi salam pada Aslan.

Dua orang itu mengantar Evgen dan Evelyn sesuai perintah Aslan. Keempatnya berjalan beriringan. Diikuti celotehan dari Evgen.

Dari arah yang berlawanan, muncul dua orang lainnya. Satu perempuan dan satu laki-laki. Dua orang itu berhenti ketika berada di depan rombongan Seano.

"Salam tuan muda Xavier", sapa keduanya.

"Salam pangeran, salam nona Van Deventer", balas Seano dan Alaska.

"Siapa yang kalian bawa? Aku belum pernah melihat mereka", tanya si gadis.

"Nona Lucy, mereka adalah murid baru di perguruan ini. Tuan Muda Evgen dan Nona Muda Evelyn. Putra dari Grand Duke Bouvier", jelas Seano.

Pria dan gadis itu saling berpandangan. Mereka menatap lekat Evgen dan Evelyn, "Salam Tuan Muda dan Nona Muda Bouvier. Perkenalkan, aku Lucyana Van Deventer, putri dari Duke Van Deventer"

"Aku Jordan Henderson Aquillani, putra dari Raja Aquillani", Evgen dan Evelyn juga ikut memperkenalkan diri sambil memberi hormat.

"Jadi, kalian mau pergi kemana?" tanya Jordan.

"Kami akan mengantar Evgen dan Evelyn ke paviliun, pangeran", mendengar ucapan itu, Jordan mengernyitkan dahinya.

"Sudah berapa kali aku bilang. Jangan memanggilku pangeran. Panggil namaku saja. Lagipula kita ini seumur, Seano", kata Jordan jengah.

Lucyana terkekeh mendengar keluhan Jordan. Pangeran itu benar-benar memiliki sifat rendah hati dan budi yang luhur. Membuat Lucyana semakin jatuh dalam pesonanya.

Seano tersenyum menanggapi perkataan Jordan. Pemuda itu kemudian berkata, "Baiklah, maafkan aku, Jo. Nah, sekarang kami harus pergi. Besok adalah hari pertama pembelajaran dimulai. Pastikan mendapat istirahat yang cukup".

Seano, Alaska, Evgen dan Evelyn melanjutkan langkah mereka. Begitupun dengan Jordan dan Lucyana.

Sesampainya di paviliun tempat para murid tinggal, Seano langsung menunjukkan tempat tinggal Evgen dan Evelyn selama di sana. Sebuah paviliun yang cukup luas, dilengkapi dengan dua kamar.

Seano juga menjelaskan mengenai jam makan dan hal-hal lain yang tidak boleh dilakukan. Evgen mendengarkan sambil terkantuk-kantuk. Dan Evelyn, hm, gadis itu masih memasang wajah datarnya. Sama seperti Alaska.

"Baiklah, yang paling penting dilarang minum arak, menimbulkan keributan, dan meninggalkan perguruan tanpa izin. Kalian mengerti?" tegas Seano.

"Kami mengerti. Lagipula kami mendapat buku aturan yang sangat tebal! Jadi, tidak perlu repot-repot diingatkan!" Evgen merengut. Benar kata Ellios, terlalu banyak aturan dan sangat monoton. Tidak menyenangkan.

"Jangan berbuat macam-macam", suara rendah dan tegas Alaska membuat Evgen tertegun. Nyalinya sedikit menciut. Alaska cukup menyeramkan.

"Baiklah. Kami tidak akan melanggar peraturan", balas Evelyn.

"Kakek bilang nanti malam setelah selesai makan malam, temui beliau di ruangan tadi. Kakek akan membahas soal segel di tubuh kalian", perkataan Seano membuat Evgen dan Evelyn berbinar-binar. Inilah yang mereka tunggu.

Dua orang itu tersenyum senang. Akhirnya, mereka bisa terbebas dari segel sialan yang membelenggu kekuatan mereka.

"Baiklah! Terima kasih, Tuan Muda Xavier", ucap Evgen girang.

Seano hanya terkekeh pelan melihat tingkah dua anak itu. Seano melirik Alaska yang masih mempertahankan wajah datarnya. Seano hanya bisa menghela napas pelan. Kenapa adiknya ini tidak memiliki ekspresi?

"Kalian bisa beristirahat. Makan malam nanti, Alaska akan menjemput kalian", Alaska mendelik pelan mendengar perkataan Seano. Ingin protes tapi terlalu malas membuka suara.

"Baik, sekali lagi terima kasih! Al, aku akan menunggumu nanti malam", Evgen dengan seenaknya merangkul bahu Alaska seperti teman lama.

Evelyn menggelengkan kepalanya melihat tingkah Evgen. Alaska mendelik sinis sambil menghempaskan tangan Evgen dari bahunya. Membuat Evgen mencebikkan bibirnya.

"Menggelikan", komentar Alaska.

Tanpa berbicara lagi, Alaska pergi begitu saja. Meninggalkan Seano bersama anak kembar itu. Seano hanya bisa menghela napas pelan.

"Kalau begitu, sampai bertemu lagi saat makan malam. Dan maafkan sikap Alaska. Dia memang seperti itu"

"Tidak masalah, Tuan Muda Xavier. Maaf telah merepotkan", Seano tersenyum dan melenggang pergi dari sana.

Evgen dan Evelyn menghela napas pelan. Keduanya menutup pintu paviliun dan pergi ke kamar masing-masing. Mengistirahatkan diri setelah menempuh perjalanan panjang. Keduanya sama-sama memejamkan mata dan tertidur dengan senyuman.

Sebentar lagi segel ini akan hilang.

***

Fate Of LifeWhere stories live. Discover now