Rencana Penyelamatan

715 34 6
                                    

Langkah mereka tergesa. Menjauhi desa yang baru saja mereka singgahi. Berbekal petunjuk dari seorang nona muda, empat orang itu berlari dengan kecepatan penuh. Jubah hitam menjuntai, menutupi seluruh tubuh. Wajah mereka tertutup oleh tudung jubah. 

"CEPAT! KEJAR MEREKA SAMPAI DAPAT!" 

Teriakan itu membuat langkah mereka semakin cepat. Mencari tempat persembunyian yang dirasa aman untuk sementara. Tangan mereka saling bertautan. Enggan berpisah satu sama lain. 

"Lebih baik kita teleportasi saja", ucap salah satu dari mereka. 

Tiga lainnya mengangguk. Dalam sekejap, empat orang itu menghilang begitu saja. Tanpa bisa diendus jejaknya. 

Di sisi lain, ada seorang gadis yang ditodong pedang dan tombak. Rupa gadis itu sangatlah cantik. Dengan mata sipit nan tajam, hidung mungil, dan bibir tipis berwarna merah. Rambut hitam membingkai kepalanya. Dibiarkan tergerai. Menambah kesan anggun nan mematikan. 

Dagu gadis itu dicengkram sangat kuat oleh seorang pria paruh baya. Pria itu menatap tajam si gadis. Tanpa belas kasih, dia melempar sang gadis sampai menabrak tembok sebuah bangunan. Si gadis mengerang. Seteguk darah segar keluar dari mulutnya. 

Pria itu melangkah mendekat. Ditariknya rambut si gadis dengan kasar. Si gadis menggigit bibir bawahnya. Menahan teriakan sakit. Kepalanya terasa sangat sakit dan panas di saat yang bersamaan. Pria itu menyeringai kejam, "Kau membuat kesalahan besar, Liana". 

"Tuan Castello, saya tidak mengerti apa yang anda katakan," balas gadis itu. 

Si pria alias Ardian Castello terkekeh. Suara kekehannya berhasil membuat Liana bergetar di tempatnya. Hatinya berdoa pada Yang Kuasa agar adiknya bisa selamat dari pria gila ini. 

"Seharusnya aku membunuh kalian berdua sejak awal. Tapi, kecerdasan dan kelincahanmu sangat disayangkan jika tidak dimanfaatkan dengan baik, kan?" Ardian Castello semakin tertawa kesetanan. 

Ardian Castello menyeret Liana ke sebuah lapangan terbuka yang ada di desa itu. Di sana sudah berkumpul semua anak buahnya yang lain. Di tengah-tengah lapangan sudah terdapat tulisan kuno berisikan mantra-mantra terlarang. Mantra itu biasa digunakan untuk memanggil iblis agar menempati sebuah tubuh yang masih memiliki jiwa. Nantinya, si iblis akan menggerogoti jiwa asli si pemilik tubuh secara perlahan. Hal ini dilakukan agar si iblis bisa menyesuaikan diri dengan wadah barunya. 

Liana mulai bergetar takut. Dia sadar, bahwa kali ini, dialah yang akan dimasuki oleh bangsa iblis. Tubuhnya akan menjadi wadah bagi iblis yang dipanggil Ardian Castello. Tidak, Liana tidak akan memohon belas kasih. Liana tidak ingin terlihat lemah di depan Ardian Castello. Walaupun dia tahu, dia tidak akan bisa kabur atau melawan. Tapi, Liana bisa mempertahankan kesadaran jiwanya dan bertarung dengan iblis yang akan menempati tubuhnya nanti. Sekalipun itu berarti dia bisa mati dalam waktu dekat. 

***

Nasib empat orang yang berteleportasi berbanding terbalik dengan nasib Liana. Mereka sudah tiba di sebuah tempat yang dirasa aman dari jangkauan anak buah Castello. Yaitu, di wilayah pegunungan. 

"Kalian baik-baik saja?" tanya Alaska pada Evgen, Evelyn dan Rafael. 

Tiga orang itu mengangguk pelan. Evgen dan Evelyn saling menyenderkan kepala. Kedua anak kembar itu terlihat sangat kelelahan. Bahkan, sorot mata keduanya sangat redup.

Rafael menundukkan kepalanya. Dia mengerti situasinya saat ini. Sang kakak pernah mengatakan bahwa dia dan kakaknya berada di jalur yang berbeda dengan Evgen. Keduanya bertentangan arah dan tidak bisa bersatu. Rafael mengerti bahwa Ardian Castello, orang yang selalu membuat dia dan kakaknya menderita adalah orang yang jahat. Haus akan kekuasaan dan tidak perduli pada sekitar.

Fate Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang