Chapter 36 - Plead

1.9K 209 6
                                    

Ambrose POV

Jantungku nyaris berhenti ketika Ayah Ann berjalan menjauh dariku.

Tidak. Aku tidak bisa.

Aku membayangkan wajah Ann. Terkapar di ranjang rumah sakit. Seluruhnya karena ulahku. Aku membayangkan paras cantiknya. Aku membayangkan matanya yang tertutup namun bulu mata lentiknya yang masih menawan. Aku membayangkan bibir pucat namun manisnya. Aku membayangkan tangan dinginnya yang ingin kuhangatkan dengan tanganku sendiri.

Aku membayangkan tidak akan menatapnya lagi. Aku bisa mendengar jantungku hancur sendiri di balik tulang rusukku hanya karena pikiran itu.

"Sekali lagi saja!" Tanpa sadar, aku mendapati diri sendiri berseru. Mengejutkan semua orang yang melihat kami, terlebih Ayah Gianna dan ibunya. Aku membungkuk sekali lagi, kali ini bahkan lebih dalam dari sebelumnya.

Aku mengepalkan tanganku begitu kencang. Tidak aneh kalau kukuku mengoyakkan telapakku sendiri.

Aku peduli setan.

Aku hanya membayangkan ketakutan kehilangan kesempatan lagi untuk menjumpai parasnya. Aku hanya segan tidak mampu menemui Ann lagi sepanjang hidupku. Ketakutan itu mengambil alih diriku. Dan aku tidak bisa berpikir dengan benar.

"Apa yang sekali lagi?" tanya Ayah Ann ketus.

"Sekali lagi, kasih saya ketemu sama Gianna." Aku meminta.

"Jangan bercanda. Kau pikir saya bolehin kamu rusak Gianna lebih buruk lagi dari sekarang?" Aku menggertakkan rahangku, menahan tungkaiku yang sekarang juga ingin berlari ke ruang operasi untuk menatap Ann sekali lagi saja.

"Sesudah itu, saya tidak akan lagi berhubungan dengan Gianna. Sekali lagi pun. Jadi, tolong, Om." Aku membungkuk kian dalam saja. "Kasih saya bertemu Ann sekali lagi saja."

"Saya harus berkata berapa kali sampai kamu mengerti kalau kamu tidak akan saya biarkan bertemu sama Gianna, anak kurang ajar!?" Sentakkannya yang kian mengencang, membuat dokter dan suster kembali terkejut.

Aku bisa melihat kekhawatiran ibu Ann di tengah perdebatan kerasku dengan suaminya. Namun seperti yang kukatakan, ketika aku ingin keras kepala, aku bisa menjadi lebih keras ketimbang batu. Dan kali ini, kehendak di hatiku menyuruhku untuk tidak berhenti.

Aku butuh menatap Ann sekali lagi.

Aku butuh memastikan kalau dia akan baik-baik saja.

Aku butuh tahu kalau dia akan selamat.

Kalau aku bukan pembunuh dari dua wanita yang sangat kupedulikan di dunia ini.

Aku mungkin terkesan egois, namun jikalau tidak begitu, aku tidak akan memaafkan diriku sepanjang hidupku. Entah sehancur apa hidupku setelahnya? Entah seburuk apa malam-malamku dihantui kenangan buruk dan kesedihan jikalau Ann meninggalkanku juga selayaknya Anora? Membayangkannya saja aku sudah tersiksa.

"Om boleh berkata 99 kali, dan saya akan memohon 100 kali." Aku mengeratkan kepalanku kian lagi. Pundakku menegang, sampai darah mulai kembali merembes dari balik balutan perbanku.

"Nak, berhenti! Itu jahitan kamu terbuka!" Seorang suster menghampiri. Namun lagi-lagi aku menepisnya.

"Om, tolong." Aku meminta. Sangat.

Tuhan tahu seberapa banyak aku mencoba malam ini ini. Tuhan tahu seberapa keras aku berusaha untuk menemui Ann, sekarang juga. Hanya Tuhan dan aku yang tahu.

"Saya bilang tidak boleh-"

"Apa yang akan kamu lakukan ketemu sama Gianna?" tanya ibu Ann, air mata masih mengalir di wajahnya.

Kakak Kelasku Akan MatiWhere stories live. Discover now