Chapter 30 - Stay Alive

1.9K 155 1
                                    

AMBROSE POV

Banyak kasus buruk yang mampu menimpa kami telah aku bayangkan. Lukanya teman-temanku. Perangkap yang mungkin menghadang. Pertikaian yang mungkin berakhir dengan kekalahan. Jikalau aku mengatakan aku berlapang dada menerima salah satu dari itu, aku tidak bisa berkata ya dengan jujur. Namun selalu ada kasus terburuk yang paling sulit diterima. Bagiku, adalah menjerumuskan kawanku ke dalam bui.

Namun siapa sangka kalau nyatanya aku salah besar? Kesalahan terburuk yang pernah kulakukan sepanjang hidupku.

Bukan hanya bui. Kali ini nyawa kamilah yang terancam. Kematian teman-temanku adalah situasi terburuk. Sebuah kiamat individu yang tidak akan mungkin bisa ditarik kembali, tidak bahkan oleh Tuhan sekalipun. Sebuah kesalahan yang jikalau terlanjur, tidak akan pernah bisa dimaafkan, sebagaimana pun aku memberontak di neraka sana.

Seketika aku memikirkan Ann. Aku memikirkan ucapannya. Aku membayangkan tangis pedihnya yang tidak ingin aku pergi menghadang maut. Jelas, aku sekarang merasa bodoh telah meremehkannya. Jelas, aku bodoh. Namun kalau ada satu permintaan yang bisa kusebut kepada Tuhan di atas sana, maka aku akan meminta waktu untuk bergulir beberapa jam yang lalu. Di mana aku mendengarkan ucapannya, dan diam di tempat. Nyawa adalah benda rentan hilang, aku mengerti. Aku rasa, aku tidak pernah masalah jikalau yang milikku ikut pergi. Aku akan menemui Anora sebagai gantinya.

Namun tidak begitu bagi teman-temanku. Tidak begitu bagi mereka yang akan meninggalkan keluarga mereka kalau sampai yang terburuk terjadi.

Aku mengepalkan tanganku kencang. Bahkan kini hatiku nyeri membayangkan tidak bisa menatap mata cantik Ann lagi sepanjang hidupku.

Kami semua menegang bukan main tatkala senapan diacungkan kepada kami. Tidak banyak penembak yang baik di Joker. Hanya 2 orang malah setelah yang satu kemarin tidak lagi bisa berjalan, itu pun Leon tidak termasuk. Namun kali ini peluru asli yang menjadi pionnya. Dan kami tidak memiliki pion sepadan untuk memenangi pertarungan. Sekalipun meleset dari jantung, amunisi akan mengoyakkan tubuh kami dan berakhir mencipta luka permanen atau bahkan kecacatan. Tidak ada yang lebih banter.

Ini sungguh bukan permainan baik-baik saja.

"Lo semua cabut dari sini!" Aku menjerit, sampai tidak tahu betapa kerasnya. Saking telingaku berdengung oleh debar jantung yang menggelora.

Semuanya menyentakkan tatapan kepadaku. Dio bahkan membelalak kaget. "M-maksud lo... kabur!?"

"Lo jangan gila! Mana bisa begitu!?" Eden menjerit tidak terima. "Kita udah lawanan mereka berapa tahun, hah!? Dan lo ngomong buat nyerah sekarang!? Engga lucu!"

"Yang engga lucu itu kalo 5 orang harus mati karena satu kakak gue yang udah pergi ke atas sana!" Aku menjerit, saking ketakutannya badanku sampai bergetar. Darah masih mengalir deras dari pundakku. Rasanya sakit bukan main. Untung tidak mengenai jantung dan menghentikan nafasku. Namun membayangkan kalau itu terjadi kepada Genda dan yang lain... aku sudah akan muntah saking mualnya. "Lupain pertikaian ini! Yang penting sekarang semuanya balik ke rumah selamat! Ngerti lo semua!?"

"Lho, kok kabur sih, dek?" Tawa sinis Leon tidak lagi membuatku ingin mencabiknya. Kali ini aku ketakutan total. Kali ini setiap bagian tubuhku bergetar akan gentar. "Pecundang lo sekarang!?"

Pecundang. Menyedihkan. Sampah. Apa pun dia boleh katakan kepadaku. Apa pun, aku bisa menerima. Namun tidak dengan kematian teman-temanku. Tidak dengan kehilangan siapa pun lagi.

Aku tidak mau merasakan peninggalan lagi yang membekas hingga bertahun-tahun lamanya, tanpa kemungkinan lapur barang satu noda pun.

"Pulang semuanya!"

Kakak Kelasku Akan MatiWhere stories live. Discover now